Sebenarnya semua hal di muka bumi ini bersifat dialektis. Dan kita diciptakan lengkap dengan naluri untuk memahami dialektika tersebut. Setiap mendengar kata pria maka tanpa sadar otak kita berpikir pula tentang wanita. Saat melihat warna hitam, secara refleks kita membayangkan pula warna putih. Dan jika kita teringat pada "Kanjeng Setan Laknat Tumraping Jagat - George Bush Jr" maka mau tidak mau kita teringat pula pada manusia biasa seperti bang Osama. Ya, semua bersifat dialektis.
Dialektika mencegah kita untuk selalu terfokus pada satu objek dan melupakan objek yang lain. Hal ini sangatlah bermanfaat karena manusia tidak boleh memandang sesuatu hanya dari satu sisi. Kita harus berusaha untuk menemukan dan melihat dari sisi yang lain. Itulah makna dari dialektika.
Akan tetapi makna tersebut seakan sirna tatkala saya melihat sebuah berita kriminal di salah satu stasiun televisi swasta negeri ini. Berita tersebut berbunyi :
"Pada razia minggu malam aparat berhasil mengamankan beberapa PSK dan tiga orang waria. Dan... Bla.. Bla.. Bla.."
Sebenarnya berita tersebut akan saya tanggapi dengan sikap biasa saja seandainya saat itu saya tidak berpikir bahwa waria yang ditangkap aparat itu pun termasuk PSK juga. Ya, mereka pun berprofesi sebagai Pekerja Seks Komersial. Sama seperti mereka yang berjenis kelamin wanita.
Jujur saja, istilah baru ini begitu menggelitik sel-sel kelabu di otak saya karena istilah PSK sendiri pun masih begitu rancu dalam penggunaannya. Agar lebih jelas mari kita tanya Wikipedia.
Menurut bang Wiki, PSK merupakan singkatan dari Pekerja Seks Komersial, yaitu sebuah layanan "Full Body Rent" yang mengenakan tarif per satuan waktu atau per satuan konsumsi. Sekarang coba anda lihat kata-kata yang saya beri cetak tebal. Nah, menurut anda seberapa eratkah hubungan antara Pekerja dan Komersial...? Ya, hubungan keduanya begitu erat. Karena pada umumnya jika seseorang bekerja maka motifnya ya komersial. Apalagi jika dihubungkan dengan dunia prostitusi, tidak ada yang namanya Pekerja Seks Sukarela kan...? Lalu kenapa nama yang digunakan tidak cukup hanya dengan pekerja seks saja. Kenapa harus ditambahi embel-embel komersial segala...?
OK, mari kita ingat lagi istilah yang digunakan beberapa tahun lalu. Para "penyedia jasa" tersebut diberi nama WTS (Wanita Tuna Susila) yang secara sederhana dapat diartikan sebagai wanita yang mem "Body-Rent" kan dirinya. Secara hukum dialektika, dari istilah tersebut dapat kita turunkan pula istilah lain. Diantaranya adalah PTS (Pria Tuna Susila) dan WadTS (Wadam Tuna Susila). Hal tersebut dilakukan karna pada dasarnya pekerjaan sewa-menyewa tubuh tidak hanya dimonopoli oleh kaum hawa.
Nah, anda lihat kan betapa bergesernya makna WTS dan PSK. Saat kita masih menggunakan istilah WTS, secara tidak langsung kita bisa mengasumsikan bahwa ada juga yang namanya PTS dan WadTS. Namun saat istilah PSK mulai digunakan, kita pada umumnya dan pers pada khususnya lebih sering mengasumsikan bahwa yang namanya PSK itu ya wanita. Buktinya terlihat pada berita yang telah saya sebutkan diatas bahwa Waria yg menjajakan diri ternyata tidak termasuk PSK.
Nah, hal ini menimbulkan sebersit kecurigaan di benak saya. Jangan-jangan ada sebuah konspirasi global berskala nasional yang menginginkan agar masyarakat menganggap bahwa hanya wanitalah yang boleh berprofesi sebagai PSK. Bahwa kalau ada operasi "PEKAT" (Penyakit Masyarakat) maka wanitalah yang dimaksud sebagai penyakit itu. Bahwa kalau ada operasi "Berantas Maksiat" maka wanitalah yang dianggap sebagai sumber maksiat. Buktinya, kalau ada razia di tempat hiburan malam maka yang dituduh sebagai PSK ya para wanita itu. Mana ada laki-laki normal yang ditangkap, dilecehkan dan digelandang ke kantor polisi karena dituduh sebagai PSK. Tidak ada!!!
Kalau begitu bagaimana cara untuk menggagalkan konspirasi ini...? Hm, mudah saja. Mari kita ubah istilah PSK menjadi PSP (Pekerja Seks Perempuan) agar kelak masyarakat bisa berasumsi bahwa kalau ada PSP berarti ada pula PSL (Pekerja Seks Laki-laki) Serta PSW (Pekerja Seks Wadam). Ya, hanya itu kok. Dan hasilnya persepsi kita tentang wanita akan kembali seperti dulu, seperti sebelum konspirasi ini membelenggu benak kita.