Cuih.., anjing..!! Apa haramnya daging anjing..? Gak ada hadits yang nyebutin haramnya daging anjing. Tak mungkin Allah menciptakan makanan yang tidak boleh dimakan. Allah tidak pernah berbuat sia-sia. Allah Maha Sempurna.
****************************************************
Begitulah. Malam itu, saat kami sedang nongkrong di warung, tiba-tiba muncul lelaki bejat yang namanya telah menggema ke seantero kampung. Dibawah pengaruh alkohol, dia nyerocos menyemburkan kalimat yang seolah-olah berasal dari planet Mars.
Saat itu, si dopet cuma tersenyum sinis. Edi geleng-geleng kepala, dan si kebo menampilkan perpaduan sempurna antara ekspresi sedih campur trenyuh. Wajar sajalah. Sejak jaman dahulu, sudah banyak yang mencoba menasehati dia agar lebih menjaga omongannya. Tapi sampai sekarang hasilnya tetap nihil. Itulah yang menyebabkan mereka pasrah. Memilih untuk diam.
Namun sayang, saya bukanlah orang yang bisa diam. Saya masih muda, baru dua tiga. Emosi saya masih labil. Kalau cuma ngomong ngawur, mungkin masih bisa saya maafkan. Tapi tindakan dia sudah keterlaluan. Melecehkan agama. Merusak hajat hidup orang banyak.
Lho..? Orang banyak..?
Ya. Beberapa minggu lalu, saat sedang kerja bakti di mushalla, ada beberapa remaja yang melapor pada saya. Mereka bilang bahwa anaknya si bejat (yang walaupun sudah bersekolah selama enam tahun tapi masih duduk di kelas satu SD) telah melakukan tindak pidana PEMERKOSAAN terhadap teman sebaya. Mereka juga berkata bahwa ada saksinya pula. Dan setelah melakukan klarifikasi, para saksi (yang ternyata masih kelas satu SD, dua SD, bahkan TK) bersedia bercerita pada saya. Cerita dengan kronologis yang amat lengkap. Membenarkan laporan tersebut.
Ok. Tapi itu kan perbuatan anak. Lalu apa hubungannya dengan si bapak..?
Begini. Kerapkali (lebih tepatnya "tiap kali") si bapak selalu memamerkan satu-satunya kelebihan yang dia miliki, yaitu KELEBIHAN SPERMA. Kalau punya uang, dia selalu mabuk-mabukan dan ngeloyor ke kompleks pelacuran. Menzakatkan sperma kepada mereka yang sebenarnya tidak terlalu membutuhkan. Dengan kata-kata jorok, dia lalu menceritakan perbuatan mesumnya pada semua orang. Anak kecil, remaja, orang tua, pria, dan wanita. Tanpa membedakan umur serta jenis kelamin. Dia tidak pernah merasa bersalah atas tindakannya. Dia malah bangga. Dengan kebanggaan itulah dia mendidik anak lelakinya. Membuat si anak jadi sebejat dirinya. Membuat si anak berani memperkosa. Apalagi, setelah saya selidiki, ternyata si anak telah melakukan perkosaan sebanyak dua kali. Satu di rumah kosong, satunya lagi di gudang bata. Astagfirullah.
Kenapa tidak menasehati si anak..?
Sudah pernah. Sudah ada orang lain yang melakukannya. Tapi percuma. Se-mutakhir apapun nasehat kita, selama si anak masih tetap berada dalam bayang-bayang bapak, dia akan sulit berubah. Karena itulah, bapaknya dulu yang kita urus. Baru si anak.
Jadi..?
Akhirnya, dilandasi rasa geram, saya memutuskan untuk mengambil tindakan yang tak pernah dilakukan orang lain.
Maksudnya..?
Andai melihat suatu kemungkaran, maka mau tidak mau islam membebani kita dengan tiga pilihan. Pertama, menyelesaikannya dengan tangan. Kalau tidak punya kekuatan untuk itu, boleh dengan nasehat. Kalau memberi nasehatpun tidak mampu, silahkan berdoa saja. Namun sayang, bagi kita, urutan tersebut dibaca secara terbalik. Jadinya gini : “Kalau mau berdoa ya monggo, mau dengan mulut silahkan, tapi kalau pingin ribet sih pake tangan juga gak papa.” Begitulah. Makanya, dalam kasus ini, biarlah saya mencoba mengembalikan susunan tersebut ke posisi semula. Biar saya pilih opsi pertama.
Riilnya..?
Langsung saja. Bapak saya galak, kalau marah menyeramkan. Ibu lebih galak lagi. Bila berbuat macam-macam, entah hukuman macam apa yang nanti saya terima. Membayangkannya saja saya tak sanggup. Tak berani. Jadi akhirnya, saya putuskan untuk memposisikan diri sebagai orang teraniaya.
Apa..?
Riilnya, nanti akan saya gunakan bakat yang telah tertanam kuat sejak lahir. Ya, bakat untuk menghina. Dengan kata-kata pedas, si bejat akan saya hina sehina-hinanya. Dia pasti marah, mengajak berkelahi. Yang akan saya sambut dengan tangan terbuka. Saya akan membiarkan dia memukul beberapa kali. Yaah, sampai bengkak-bengkak dikit lah. Setelah itu, tinggal dia yang saya habisi. Semoga dia kapok dan berhenti bertindak ngawur. Atau paling tidak, berhenti menularkan kengawurannya. Kalau dia ngeyel, kita hajar lagi. Kalau masih ngeyel, kita hajar terus tanpa henti. Sampai dia kapok.
Jadi intinya, kalau toh tidak bisa berbuat sesuatu demi kebaikan dia, lebih baik demi kebaikan orang lain saja. Agar tidak tertular oleh kengawurannya. Dan untuk menghindari omelan ortu,, nanti saya cukup berkata : "Pak.., ma.., saya kan dipukul duluan. Kalau dengan melawan saja muka saya babak belur begini, gimana kalau cuma diam. Iya kan pak..? Ma..?". Haha.., ide yang cerdas. Jenius. Brilian.
Melawan..? Emang bisa..?
WEIIDD.., jangan salah. Biarpun kurus kering, tapi lima tahun di Merpati Putih, satu tahun di Silat Tauhid, dan empat tahun lebih di Lembaga Seni Beladiri Hikmatul Iman, telah membuat tubuh ini jadi berbeda. Kurus sih kurus, tapi tidak kering. Yaah, jadi rada-rada berminyak lah. Gak perlu krim pelembab lagi.
Lalu, kenapa belum dilakukan..?
Ah...., akhirnya pertanyaan ini keluar juga. Sebenarnya sudah beberapa kali saya menghina dia. Dan dia marah. Matanya sampai semu merah. Tapi masalahnya.., biarpun semarah itu.., dia tetap diam saja. Jangankan membentak atau ngajak berantem, melotot saja tak berani. Alasannya, bisa diketahui dari desas-desus yang saya dengan dari teman-teman. Kata mereka, si bejat gak bakal berani macam-macam dengan saya. Mereka bilang, para jomblo penghuni hutan bambu pasti tak tinggal diam kalau saya diapa-apakan. Si bejat tahu itu. Dia tak berani berhadapan dengan para jomblo. Apalagi kalau diantara mereka ada sosok seperti Tarmo.
Kesimpulannya..?
Ya, begitulah. Berhubung opsi pertama pun ngadat, saya pilih opsi ketiga saja. Berdoa semoga dia berubah. Semoga kebejatannya tidak menular pada si anak. Semoga si anak tidak memperkosa lagi. Amiin.