Siang itu, diantar oleh Pak KaUr (Kepala Urusan) Desa, kami (saya dan Lina) mendata warga buta aksara di Dusun Karabaok yang terletak di bagian "atas" desa Lemahjaya. Kondisi geografis berupa pegunungan membuat desa ini terbagi menjadi lima dusun yang saling terisolasi.
Rute yang kami tempuh cukup sulit, kami berjalan melewati jalan setapak berbentuk tangga yang cukup menanjak. Jalan ini tidak mungkin bisa dilewati oleh kendaraan roda dua, tiga, apalagi roda empat. Saya sempat bertanya pada Pak KaUr :
"Pak, bagaimana dengan warga yang punya sepeda motor..? nanti sih ditaruh mana..? Bukankah jalan ini tidak bisa dilewati kendaraan..?"
Dan dengan entengnya beliau menjawab :
"Penduduk sini mana ada yang bisa beli motor mas, lha wong cari duit buat sekedar makan aja susah kok"
Glek..!!
Kami terus berjalan. Melewati tanah licin, Menghayati tetesan keringat yang mengalir lewat pori-pori. Beberapa belas menit kemudian saya sempat berhenti, menunggu Lina yang tertinggal di belakang. Dia terlihat agak kepayahan mendaki, begitu pula saya. Ah, jadi mahasiswa terkadang membuat kita jarang berolah raga. Tidak heran kalau tubuh pun jadi lemah, tak bertenaga. Tapi kenapa Pak KaUr terlihat santai-santai saja..? tidak capek..? Ck, orang-orang desa memang bertubuh kuat.
Ladang kapulaga dan pohon alba, itu tanaman yang menghiasi dusun ini. Yup, sebagian besar penduduk memang bertani kapulaga dan pohon alba. Harganya cukup lumayan. Tapi kenapa tingkat perekonomian mereka belum juga berkembang pesat..? Entahlah.
Rute yang kami tempuh cukup sulit, kami berjalan melewati jalan setapak berbentuk tangga yang cukup menanjak. Jalan ini tidak mungkin bisa dilewati oleh kendaraan roda dua, tiga, apalagi roda empat. Saya sempat bertanya pada Pak KaUr :
"Pak, bagaimana dengan warga yang punya sepeda motor..? nanti sih ditaruh mana..? Bukankah jalan ini tidak bisa dilewati kendaraan..?"
Dan dengan entengnya beliau menjawab :
"Penduduk sini mana ada yang bisa beli motor mas, lha wong cari duit buat sekedar makan aja susah kok"
Glek..!!
Kami terus berjalan. Melewati tanah licin, Menghayati tetesan keringat yang mengalir lewat pori-pori. Beberapa belas menit kemudian saya sempat berhenti, menunggu Lina yang tertinggal di belakang. Dia terlihat agak kepayahan mendaki, begitu pula saya. Ah, jadi mahasiswa terkadang membuat kita jarang berolah raga. Tidak heran kalau tubuh pun jadi lemah, tak bertenaga. Tapi kenapa Pak KaUr terlihat santai-santai saja..? tidak capek..? Ck, orang-orang desa memang bertubuh kuat.
Ladang kapulaga dan pohon alba, itu tanaman yang menghiasi dusun ini. Yup, sebagian besar penduduk memang bertani kapulaga dan pohon alba. Harganya cukup lumayan. Tapi kenapa tingkat perekonomian mereka belum juga berkembang pesat..? Entahlah.
Ke rumah pak RT. Yup, kami sedang menuju kesana, ke setiap RT yang mempunyai warga buta aksara. Kemarin kami membagikan undangan pada para penduduk untuk menghadiri PBA. Yang kami titipkan ke Pak KaUr, diteruskan ke kepala dusun, disampaikan ke RT lalu dibagikan ke warga. Akan tetapi berhubung pak kadus sedang sakit, berarti Pak KaUrlah yang jauh-jauh berjalan kaki kesini untuk membagi undangan. Demi kami. Dan sekarang pun juga. Dua kali. Terimakasih pak...!!!
Sesaat kemudian :
"Pak, yang dijemur itu jagung kan..? memangnya dusun ini penghasil jagung juga..? Dijual kemana..?"
"Bukan mas. Itu buat dimakan sendiri, dibikin nasi jagung. Maklum, sekarang harga beras mahal"
"Oo, bukannya ada raskin..?"
"Memang ada, tapi jarang sampai kemari. Transportasinya susah"
Hhh..."Bukan mas. Itu buat dimakan sendiri, dibikin nasi jagung. Maklum, sekarang harga beras mahal"
"Oo, bukannya ada raskin..?"
"Memang ada, tapi jarang sampai kemari. Transportasinya susah"
Akhirnya, sampailah kami di rumah pak RT. Berhubung tadi di posko saya minum teh hangat bergelas-gelas, di rumah pak KaUr satu gelas, dan waktu nengok pak Kadus juga satu gelas, maka wajar kalo saya ingin buang air kecil. Setelah minta ijin pak RT saya pun diantar ke "kamar kecil". Dan disini yang dimaksud dengan kamar kecil adalah bilik bambu sederhana diatas kolam ikan yang bisa dilihat dengan jelas dari atas, dari rumah pak RT. Aargghh, akhirnya saya pergi ke kamar kecil paling primitif saja, ke kebun singkong yang lebih tersembunyi dari pandangan orang banyak. Yang penting lega. ha., ha..
Sekembalinya dari "kamar kecil" lagi-lagi kami disuruh minum teh hangat. Dan karena disini ada lima atau enam RT berarti masih empat atau lima gelas lagi yang harus kami minum. Yang berarti pula bahwa kami (atau lebih tepatnya, saya) harus numpang ke "kamar kecil" lagi. Mungkin lebih dari satu kali. Hiks..
Setelah selesai mendata warga buta aksara yang sebanyak tiga belas orang, kami lanjut ke RT sebelah. Rute yang ditempuh sama-sama susah. Naik-turun, Bolak-Belok bak ular tangga. Tapi tak apalah. yang penting warga sini mau ikutan belajar bersama. Akhirul cerita, setelah mengembara hampir ke seluruh RT, dan minum bergelas-gelas air teh, makan berbelas-belas rambutan, menelan berbiji-biji salak pondoh, tinggal satu RT lagi yang tersisa.
"Mas, mau ke RT satu nggak..?
"tempatnya dimana pak..?"
Hosh.. Hosh..
"Diatas"
"Hah..? terus rutenya..?"
"Mm, lebih nanjak dari yang tadi"
Glek..!!
"Tapi disana kan tidak ada yang buta aksara ya mas. Apa nggak usah kesana saja..?"
"Ah, betul juga pak. Kita langsung pulang saja"
Hosh.. Hosh..
Dan kami pun pulang, tanpa mengetahui gawatnya situasi yang menghadang
Sekembalinya dari "kamar kecil" lagi-lagi kami disuruh minum teh hangat. Dan karena disini ada lima atau enam RT berarti masih empat atau lima gelas lagi yang harus kami minum. Yang berarti pula bahwa kami (atau lebih tepatnya, saya) harus numpang ke "kamar kecil" lagi. Mungkin lebih dari satu kali. Hiks..
Setelah selesai mendata warga buta aksara yang sebanyak tiga belas orang, kami lanjut ke RT sebelah. Rute yang ditempuh sama-sama susah. Naik-turun, Bolak-Belok bak ular tangga. Tapi tak apalah. yang penting warga sini mau ikutan belajar bersama. Akhirul cerita, setelah mengembara hampir ke seluruh RT, dan minum bergelas-gelas air teh, makan berbelas-belas rambutan, menelan berbiji-biji salak pondoh, tinggal satu RT lagi yang tersisa.
"Mas, mau ke RT satu nggak..?
"tempatnya dimana pak..?"
Hosh.. Hosh..
"Diatas"
"Hah..? terus rutenya..?"
"Mm, lebih nanjak dari yang tadi"
Glek..!!
"Tapi disana kan tidak ada yang buta aksara ya mas. Apa nggak usah kesana saja..?"
"Ah, betul juga pak. Kita langsung pulang saja"
Hosh.. Hosh..
Dan kami pun pulang, tanpa mengetahui gawatnya situasi yang menghadang