Tuhan Maha Adil. Keadilan tersebut bisa diamati dengan lebih mudah jika kita mau berusaha untuk melihat, mendengar, merasa dan berpikir lebih dalam. Salah satu keadilan yang kebetulan sedang saya rasakan adalah tentang menikmati hidup, yang bisa diperoleh tiap orang, tanpa mempedulikan banyaknya harta yang ia punya. Dan secara lebih spesifik lagi, saya ingin bercerita tentang keadilan dalam berbelanja.
Secara sekilas, kita sering berpikir bahwa orang kaya lebih menikmati aktifitas belanja bila dibandingkan dengan orang miskin. Hal ini memang ada benarnya mengingat mereka-mereka itu, orang-orang kaya itu, bisa berbelanja dengan seenaknya sendiri tanpa dibebani oleh keterbatasan duit yang dipunyai. Mereka bisa dengan mudahnya beli baju di Singapura, beli karya seni di Bali, beli ukir-ukiran Jepara, makan siang di Prancis, makan malam di Swiss, lalu sebelum tidur pipis dulu di New York. Saya akui, semua itu memang menyenangkan, punya prestise tersendiri, tapi bukan berarti orang-orang "terancam" miskin (seperti saya) tidak dapat merasakan aktifitas belanja yang lebih nikmat dari mereka.
Lho.., ndak percaya..? OK, mari saya kasih bukti.
Pertama :
Coba lihat topi hitam yang saya pakai.
Lho, ndak kelihatan ya..?
Oh, maap. Ternyata topinya belum saya foto.
"Piin, pinjem HP kameranya dong Piin..!!!"
Ck, sudahlah, fotonya nanti saja.
Begini, bagi orang lain, topi ini, topi hitam ini, tidaklah istimewa. Lha wong harganya cuma 10.000 perak kok, beli di pinggir jalan waktu ada pemilihan kepala desa. Tapi walaupun begitu, bagi saya, topi ini punya kesan yang amat dalam. Kenapa..? Karena topi ini saya beli menggunakan duit yang didapat saat nyoblos kepala desa, berarti duit yang menyimbolkan meriahnya pesta demokrasi di desa saya. Dan jika memakai topi ini, saya seperti sedang berkata bahwa saya adalah seorang penegak demokrasi di indonesia.
Cuma itu..? Tentu tidak. Karena ternyata saat saya membeli topi ini, si gadis manis dari RT sebelah sedang berada di dekat pak penjual topi, menemani adiknya memancing ikan-ikanan. Dan topi ini saya beli setelah terlebih dahulu bertanya :
"Mbak, kalo daku pake topi pet ini gimana..?" --> Aneh
"Kalo penutup kepala mirip tukang ngobor..?" --> Gak pantes
"Kalo topi mancing..?" --> Lucu
"Yang ini..?" --> Wagu
Tapi saat saya mengambil topi hitam dan memakainya, si manis itu berkata :
"Wuih, bagus mas.., pantes"
Hahaha, begitulah. Akhirnya topi hitam ini langsung saya beli. Dan oleh sebab itu, bagi saya, kenikmatan memakai topi ini, melebihi nikmatnya memakai topi yang dibeli di negara manapun di muka bumi.
Kedua :
Foto di KTP saya juga punya kisah yang hampir sama. Kemarin, ibu memberi titah untuk mencetak foto sebab kami sekeluarga mau rame-rame bikin KTP. Dan saya, sebagai anak lelaki yang sedang menikmati aktifitas bermalas-malasan, merasa ogah. Tapi setelah mengingat bahwa beliaulah yang berkuasa dalam memberi uang saku, terpaksa titah tersebut saya turuti juga.
Dan coba tebak, ternyata di studio foto, ada mbak-mbak yang tak kalah manis bila dibandingkan dengan si gadis manis dari RT sebelah. Dan disana, mbak-mbak tersebut mengajak saya ngobrol dengan ramah. Mengantar saya ke ruang foto, memberi tahu tarif tiap ukuran foto, menerangkan alasan kenapa cetak foto digital dan foto biasa kok tarifnya beda, dan lain sebagainya. Yang lebih menyenangkan lagi adalah, mbak-mbak tersebut melakukan semua itu dengan tersenyum manis.
Ah Indahnyaa...!!!
Makanya, sekarang ini, saya bisa membanggakan KTP di dompet saya. Kenapa..? Karena foto KTP ini berasal dari mbak-mbak manis di studio foto Sampurna. Dan kenikmatan memiliki KTP ini tak bisa disaingi oleh KTP manapun di muka bumi.
Ketiga : Sebenarnya yang satu ini tidak berhubungan langsung dengan aktifitas belanja, tapi sebaiknya tetap saya tulis saja.
Alkisah, saat berulang tahun yang ke-21 saya berdebat hebat dengan si jutek berpipi besar (yang juga manis). Kenapa..? karena kemarin, saat dia ultah, dengan usaha dan kerja keras, saya membuatkan puisi dan kartu ucapan untuknya. Tapi saat saya ultah, dia kok adem ayem saja, gak ada tanda-tanda bakal mempersiapkan kado. Makanya saya protes.
Untunglah, selang enam bulan kemudian, saya mendapat bingkisan kado berupa baju batik, plus "Kartu Ucapan Selamat" yang isinya tentang "Memanfaatkan Waktu Dengan Baik". Yang kalau diterjemahkan kedalam bahasa indonesia yang disempurnakan, makna dibalik ucapan tersebut adalah "Inget Umur Gie, Kamu Sudah Tua, Kok Belum Lulus-Lulus Juga..? HaHaHa..!!!"
Pletak..!!
Tapi tak apalah. Walaupun begitu, bagi saya, kenikmatan memakai baju batik ini tak tertandingi oleh baju manapun di muka bumi.
Nah, coba anda lihat.., siapa bilang orang miskin tidak bisa berbelanja dengan nikmat..? Dan barang-barang Singapur..? Amerika..? Inggris..? Prancis..? Ck, gak bisa dibandingkan dengan baju, topi atau KTP saya.
Hikmah :
"Peristiwa" tidaklah penting, tapi bagaimana kita menyikapi (atau mengakal-akali) peristiwa tersebut
Kata-kata bijak dari China
"Peristiwa" tidaklah penting, tapi bagaimana kita menyikapi (atau mengakal-akali) peristiwa tersebut
Kata-kata bijak dari China