Senin, 24 September 2007

Joke #1

Seorang gadis akhirnya marah-marah karena sudah lebih dari tiga bulan setiap datang pacarnya langsung menemui ayahnya dan asyik bermain poker hingga larut malam.
"Apakah kamu memang sudah bosan melihat wajah saya?" tanya gadis itu
Pacarnya menjawab , "Lho, bukankah untuk perkawinan kita nanti kita perlu mengumpulkan uang yang banyak?"

Togie : Emang bener bang. Itulah kendala utama yang dihadapi oleh kita, sebagai kaum pria. Tapi abang salah, kalo nanti calon mertuanya kalah, duitnya habis, kita gak bisa nebeng hidup di tempat beliau. Kalaupun bisa, pasti rasanya gak nyaman.

*****

Para ahli efisiensi tentu akan mengatakan pada kita, bahwa jika seorang pemuda tani bisa memetik tujuh keranjang jagung dalam satu jam, dan yang pemudi bisa memetik empat keranjang, maka kedua-duanya akan memetik sebelas keranjang dalam satu jam. Tapi kita semua tahu, bahwa mereka tak akan memetik satu keranjang pun.

Togie : Hahaha…, ada benarnya juga sih. Mending pacaran saja, lupakan kerja.

*****

"Wah, jengkel sekali saya tadi malam. Ketika berkenalan saya menanyakan apa kabar dan dia menceritakan kabarnya"
"Ah, itu kan biasa..."
"Yang luar biasa, dia menceritakan kabarnya itu tanpa henti selama hampir setengah jam"

Togie : Terkadang kita ingin melampiaskan perasaan kita. Tapi harap lihat dulu, apakah dia mau dijadikan sebagai ajang pelampiasan..?

******

Mandor: "Pak, buruh-buruh menuntut jam kerja yang lebih pendek"
Manajer: "Ide yang baik sekali. Potong saja jam istirahat mereka dari setengah jam menjadi sepuluh menit. Dan kemudian persingkat jam makan siang mereka dari sejam menjadi lima belas menit"

Togie : Kata Tarmo, di korea sana, jam kerjanya adalah dari jam delapan pagi sampai jam sembilan malam. Istirahatnya cuma dua kali. Sepuluh menit di jam sepuluh pagi dan setengah jam saat makan siang.

******

Seorang pria ditodong pistol di sebuah jalan yang gelap dan sepi.
"Saya tidak main-main" Kata pria bersenjata itu mengancam. "Serahkan uangmu; atau otakmu saya buat bertaburan"
"Silahkan tembak dan buat otak saya bertaburan" sahut lelaki yang ditodong itu dengan tenang. "Sebab jaman sekarang ini , orang bisa hidup tanpa otak; tapi tidak tanpa uang"

Togie : Sebenarnya sih pingin membantah. Tapi mo gimana lagi, kenyataannya memang seperti itu. Buktinya..? Lihat saja di sekitar kita

Cerita Minggu Pagi - Antara Mercon dan Multiply


Alkisah di minggu pagi terlihat seorang pemuda yang berjalan menyongsong mentari, ditemani beberapa anak kecil, beberapa anak besar, serta si gadis manis dari RT sebelah. Di tangan kanan pemuda tersebut tergenggam sebatang korek api, di tangan kirinya sekantong mercon. Dengan bijak dia memberi nasehat pada anak-anak kecil yang berjalan di sampingnya.

"Dik.., sekarang bulan puasa. Saat dimana kita tidak boleh mengganggu orang lain, termasuk menabuh mercon sembarangan. Ingat dik, kita sudah terlalu banyak berbuat dosa, atau minimal ya.., bengal dikit lah. Karena itu, sebisa mungkin, di bulan ini, kita harus mengendalikan tinggah laku kita. Bukan begitu dik..?"

Dengan polosnya, beberapa anak kecil tersebut mengangguk setuju. Anak yang rada besar masih asyik berjalan di depan, ngobrol dengan si gadis manis dari RT sebelah.

"Dik.., kakak tahu, kalian pasti sudah sering dinasehati seperti ini. Tapi apa yang kakak katakan ini memang benar. Sekarang bayangkan saja, bagaimana jika saat kita berjalan-jalan seperti ini, tiba-tiba ada yang menabuh mercon di depan kita..? Kita pasti marah. Dan kalau yang menyalakan mercon ternyata masih kecil, ingusan, beleran, kurus, kerempeng, pasti dia bakal kita gebuki. Iya kan..? Makanya dik.., kalau kita tidak mau dibikin marah, kita jangan membuat orang lain marah. Singkatnya, tahan mercon kalian.”

Tak berapa lama kemudian, saat angin sepoi mulai berhembus menerpa rerumputan, saat burung pipit berkejaran di pucuk tanaman padi, saat sinar mentari mulai menghangatkan kulit, nasehat tersebut diakhiri dengan kata-kata yang tak kalah bijaknya.

"Karena itulah dik, berhubung kita tidak boleh menyalakan mercon di depan orang lain, jadi nyalainnya dari samping aja, ato dilempar dari belakang, Okeh...? Bentar, daku kasih contoh ya..!!"

Sang pemuda menyalakan mercon seukuran pentol korek yang tlah lama dia genggam, lalu melemparkannya tepat di samping gadis manis dari RT sebelah.

Mercon : DOORR..!!!!
Gadis manis dari RT sebelah : KYAAAAAA..!!!!
Togie : HAHAHA...!!! Senangnyaaa…, Hahahaha…!!!



*********************


Dari cerita diatas (yang sayangnya, nyata) bisa kita lihat kesalahan, kerancuan, kengawuran, dan kebengalan sang pemuda. Kata-kata bijak yang tadinya terlontar dengan anggun ternyata ditutup dengan perbuatan yang sebenarnya tidak patut ditiru oleh anak kecil di belahan bumi manapun.

Kita akui, pemuda tersebut memang salah, tapi andai kita mau memalingkan mata barang sejenak untuk mengamati ribuan tulisan (termasuk reply) yang berserakan di belantara multiply ini, niscaya akan kita lihat keanehan dan kengawuran yang kualitasnya sama.

Ok, mari kita buka-bukaan saja. Pernah ada yang menulis bahwa sebagai muslim kita harus bersikap sopan, bertutur kata lembut, konsisten, menghormati orang lain, tidak menghina, mencaci, atau yang lainnya. Namun pernah pula orang tersebut secara tidak sadar (atau sadar ya..?) mengumpat dan mencacimaki pihak lain, beradu ngeyel dengan kasarnya lewat reply, saling menuduh tanpa bukti, dan entah apalagi

Ada yang menulis bahwa kita harus berpikir dan bertindak realistis, tanpa terlalu berkutat di teori. Namun kok suatu saat dia bicara tentang sesuatu yang entah bisa diaplikasikan atau tidak, saking membingungkannya.

Adapula yang sudah jelas ketahuan bahwa reply atau tulisan-tulisannya amat bertolak belakang bila dibandingkan dengan berbagai nasehat dan kata-kata indah yang pernah dia post namun dia tetap saja mencari berbagai pembenaran dan pengeyelan agar tidak dianggap salah

Bah..!!

Entahlah. Memang terkadang sang pemuda menyesali perbuatan ngawur tersebut. Walau sebenarnya tidak menyesal amat sih. Kenapa..? Sebab paling tidak, apa yang dia lakukan masih mending. Dia hanya melakukannya di hari minggu, di bulan puasa. Tidak tiap hari, tiap posting atau tiap nulis reply. Apalagi perbuatan itu dilakukan dengan terpaksa :

"Karena adiknya yang walaupun usianya baru lima tahun tapi bengalnya gak ketulungan itu rajin beli mercon. Anak kecil usia lima tahun tidak boleh bermain mercon, bahaya. Tapi mercon pun tidak boleh dibuang, sayang duitnya. Jadi mau tidak mau, di sabtu malam, dia harus bergerilnya ngumpetin semua mercon adiknya, lalu dihabiskan semua di minggu pagi. Dan berhubung seorang mahasiswa tidak pantas kalo ikut-ikutan berpesta mercon, maka dia harus mencari berbagai pembenaran untuk mendukung tindakannya. kalau toh tidak betul-betul benar, ya di benar-benarkan sajalah"

Dan pertanyaannya adalah : Siapa gerangan pemuda tersebut..?

Kirimkan jawaban dan pulsa anda (minimal yang sepuluh ribu) ke no HP saya. Pemenangnya akan mendapat ucapan terimakasih

Kita Hidup Untuk Apa..?

Setiap orang harus punya tujuan. Kenapa..? Karena pada dasarnya manusia memang harus punya tujuan. Dan kalau seseorang sudah terlanjur hidup di dunia ini tapi kok tidak tahu tujuan hidupnya, lebih baik dia jadi hewan saja. Biar rada pantes.

Bicara tentang tujuan hidup. Sebenarnya, apa sih tujuan kita dihidupkan di dunia ini..? Jawabannya ada banyak, tergantung siapa yang menjawab pertanyaan tersebut. Bila bertanya pada sang raja bejat hina dina miskin cinta George Bush JR, mungkin dia akan menjawab bahwa tujuan hidupnya adalah untuk membantai rakyat irak dan afghanistan. Namun bila kita memposisikan diri sebagai muslim, lalu harus menjawab sesuai ajaran islam, maka ada satu jawaban yang patut kita berikan, yaitu "Untuk beribadah pada Allah". Kenapa harus kepada Allah..? Tentu karena kita adalah umat islam, dan tidaklah pantas kalau ibadah kita kok diniatkan untuk pohon mangga di depan rumah. Aneh

Ok, itulah teorinya. Tapi apakah hal itu sudah sesuai dengan realitas yang kita hadapi..? Rasanya belum.

Lho, kenapa..?

Bah, berhubung anda sudah bertanya, jadi lebih baik kita jadikan diri anda sebagai contoh.

Begini, mari kita kembali ke masa kecil. Dulu, saat ditanya tentang cita-cita yang dimiliki, jawaban apa yang anda beri..? Paling-paling berkisar antara jadi dokter, astronot, pramugari, orang kaya, atau yang sejenisnya. Yang pasti, tak mungkin ada yang bercita-cita untuk menikah dengan george W bush. Dari beragam cita-cita tersebut, sebenarnya hanya berorientasi pada materi semata. Pada "Jadi dokter itu enak, bisa nyuntik pasien". "Wuiih, pramugari bisa pergi ke luar negeri". "Astronot malah piknik ke bulan". Atau yang rada cerdas dikit "Mending jadi orang kaya saja. Dokter, pramugari, astronot, nanti bisa kita bayar semuanya, hahaha"

Nah, pasti begitu kan..? Ayolah jujur saja, jangan malu-malu. Buat apa anda malu, toh cita-cita seperti itu memang sudah ditanamkan secara sadar oleh lingkungan kita. Baik orang tua, keluarga, teman, tetangga, bahkan televisi. Jadi, dont ever mind bin anyminding lah. Itu wajar kok.., wajar..

Tapi masalahnya, kewajaran inilah yang patut dikoreksi. Sebagai muslim, seharusnya, cita-cita kita adalah agar bisa mencapai tujuan diciptakannya kita ke dunia, yaitu untuk beribadah. Titik. Sedangkan dokter, astronot, pramugari atau orang kaya, seharusnya hanya dijadikan alat untuk mencapai tujuan hidup kita, bukan cita-cita final. Namun sayangnya, kok jarang yang berpikir sampai kesitu.

Orang tua kita, sejak kecil selalu mendiktekan sekolah, belajar, matematika, berhitung, IPA, IPS, dan balatentaranya. Kenapa..? Alasannya amat standar. Agar kita pintar lalu bisa menjadi dokter, astronot dan lainnya. Titik. Amat jarang yang melanjutkannya dengan : "Agar dengan menjadi dokter saya bisa intens beribadah". Jarang...

Karena itu, mumpung anda sudah terlanjur membaca tulisan ini, mumpung saya baru saja memposting tulisan ini, mumpung kita masih dibiarkan hidup tidak dibikin mati, dan mumpung kita sedang menghadapi bulan ramadhan, alangkah baiknya kalau sejak saat ini kita merubah pola pikir yang terlanjur tertanam jauh di lubuk otak. Kalau sekarang anda sudah terlanjur mencapai cita-cita sebagai dokter, astronot, pramugari, orang kaya atau yang sejenisnya, maka pada cita-cita anda, tambahkanlah kata-kata sebagai berikut : "agar dengan profesi ini saya dapat mencapai tujuan hidup saya untuk senantiasa beribadah kepada Allah".

Akan tetapi kalau toh anda belum secuilpun mencapai cita-cita berorientasi materi semacam itu, jangan putus asa, tetaplah berusaha. Yang penting tak peduli berhasil atau gagal, asalkan kita bisa menunaikan tugas kita untuk beribadah, itu sudah cukup. Sedangkan rizki kita di dunia, itu urusan Allah. Nanti biar Dia saja yang menentukan pekerjaan apa yang baik untuk kita.

Kamis, 20 September 2007

[Curhat] Sesat, disesatkan, menyesatkan, sesat-sesatan

 

Sesat, bejat, tukang mabok, pintu hatinya tertutup. Kali ini, kudengar lagi kata-kata itu. Tapi bukan lagi ditujukan padaku, melainkan pada teman-teman yang doyan menenggak minuman berjenggot*.

Semalam, di emperan mushalla, beberapa remaja masjid dan seorang ustadz curhat dengan nada putus asa. Mereka mengajakku membuat ikatan remaja masjid. Konon katanya agar para remaja dapat mengisi waktu luangnya dengan kegiatan positif yang rada berguna. Entah mengaji, diskusi, curhat, atau apalah. Tapi sayangnya, sebelum melakukan apa-apa, mereka sudah nge-down duluan. Melihat kondisi remaja yang konon hidupnya jauh dari norma agama dan norma kesopanan. Konon lho.., konon..

Sejenak, angan ini melayang ke masa lalu, saat masih berkubang dalam lumpur abu-abu. Dulu, diri ini pun pernah menyandang predikat yang lumayan keren. Mahasiswa error tidak berguna yang hampir di DO oleh kampus tercinta. Yang biasa mengisi waktu luangnya dengan bermain game sehari suntuk, menghamburkan duit ratusan ribu di warnet. Lupa makan, lupa beribadah. Di bulan puasa pun, pernah dalam tiga hari daku berbuka dan sahur dengan segelas freshtea. Tak makan biar cuma sebutir nasi. Kenapa..? Agar bisa tetap ngendon di warnet, menguras isi dompet.

Tak ayal, saat ingin sedikit menghirup udara yang berbeda, berbagai penolakan muncul di depan mata. Unit Kerohanian Islam Teknik yang saat itu menjadi satu-satunya harapan, memberikan statement yang lumayan keras. “Togie seorang perokok, gak cocok masuk organisasi kita.” Dan dengan rasa putus asa, daku cuma bisa menerima penolakan tersebut dengan hati dongkol, plus garuk-garuk kepala. Untunglah, ada seorang teman yang mengancam para petinggi disana : "Kalau togie gak boleh gabung, aku pun gak bakal gabung. Bahkan teman-teman pun juga gak jadi gabung." Dan Alhamdulillah, ancaman tersebut dianggap serius sehingga daku diberi kesempatan kedua. Lho.., kok bisa..? Ceritanya begini.

Dulu, daku pernah bertanya pada sang ketua UKI : "Kenapa organisasi ini kok tidak berkembang..? Kenapa kegiatannya sedikit..? Kenapa yang lain gak diajak bergabung..?" Dan saat itu, sang ketua menjawab dengan bijaknya : "Tidak apa-apa gie. Yang penting kan kualitasnya. Anggota sedikit bukanlah masalah, asalkan yang sedikit itu punya komitmen tinggi dalam berislam." Hh, pertanyaan yang membuat daku mati kutu. Namun sayangnya menimbulkan masalah pelik di kemudian hari.

Suatu saat, UKI teknik tidak bisa melakukan re-organisasi. Alasannya..? Karena anggotanya tidak ada. Jadi dengan terpaksa, pengurus lama harus menjabat kembali. Dan saat itu, timbullah rasa keprihatinan di hati ini. Dengan modal nekat, daku mengajak beberapa teman untuk mendaftar jadi anggota, agar bisa menjadi pengurus lalu mati-matian merekrut anggota baru sebagai penerus. Tak aneh, saat teman-teman ditanya motivasi mereka ikut UKI, jawabannya hampir seragam : "Diajak togie". "Disuruh togie". "Dipaksa togie". Bahkan "Diancam togie".

Tapi tak apalah, sebab daku tahu, sebenarnya jauh dilubuk hati, mereka punya tujuan yang sama dengan daku. "Menghidupkan kembali UKI TEKNIK"

Dan berhubung nasib mereka lebih baik dari daku, tidak di black list oleh pengurus, tidak dianggap sebagai mahasiswa error, jadi mereka bisa diterima dengan tangan terbuka, tidak dipersulit.

Hh, memang daku ini error, makanya daku pingin ikut UKI, biar sifat daku bisa diperbaiki. Daku tidak bisa melakukannya sendiri, daku butuh bantuan, daku butuh teman. Daku harap, dengan ikut UKI, daku bisa lebih mudah memperbaiki diri. Dengan imbalan tenaga daku, untuk bekerja mati-matian mencari anggota baru. Namun kalau daku tidak boleh ikut, lalu daku harus pergi kemana..? Harus minta tolong pada siapa..?

Singkat cerita, akhirnya daku diterima juga jadi pengurus UKI. Namun berbeda dengan organisasi lain, hampir di setiap kegiatan yang kami lakukan, kami selalu dibantu oleh teman-teman satu geng yang notabene tidak terdaftar sebagai anggota UKI, apalagi pengurus. Mereka membantu di belakang layar, tanpa terlihat. Saat membuat spanduk, ada teman yang meminjamkan kamar kost, komputer berikut printer yang dia punya. Saat memasang spanduk dan merapikan ruangan, mereka pun datang membantu, berpeluh keringat. Saat pengajian yang kami adakan sepi peserta, mereka rela datang agar terlihat lebih ramai. Daku tahu, walaupun tidak pernah mengatakannya, mereka tulus melakukannya. Demi UKI, demi agama ini.

Walhasil, sekarang UKI Teknik sudah lebih maju, sudah punya anggota dan pengurus baru. Dan itu artinya, sudah saatnya bagi kami untuk pergi meninggalkan organisasi ini, karena kami sudah tidak dibutuhkan lagi. Dan juga karena daku sudah merasa bisa jalan sendiri, tanpa bergantung lagi pada UKI. Namun walaupun begitu, kita bisa tahu bahwa kami-kami ini pun, yang seringkali dipandang sebelah mata, ternyata bisa pula berbuat sesuatu yang sedikit berguna.

Kembali kepada para remaja masjid di mushalla RT sebelah. Sebenarnya, daku tidak terima saat mereka memberi titel sesat dengan seenaknya. Kenapa..? Karena barangkali yang mereka anggap sesat itu tidak benar-benar ditutup pintu hatinya. Barangkali pintu hati mereka memang belum saatnya terbuka. Atau minimal, belum tahu cara membukanya, seperti daku. Atau bisa pula nantinya mereka yang disesatkan itu ternyata memiliki keinginan yang sama seperti daku dulu, berbuat sesuatu demi kemajuan remaja di sekitar mushalla. Tanpa memiliki ambisi untuk menjadikan diri mereka sebagai “Pembuka hati” para remaja, tapi sebagai pondasi agar nantinya ada orang-orang yang lebih baik dari mereka, yang akan meneruskan usaha kami dengan lebih baik pula.

Hh, Padahal sebenarnya, yang namanya hidayah itu asalnya dari Allah, terserah Dia mau memberikannya pada siapa, kapan dan dimana. Bisa saja Dia sudah mengatur bahwa pintu hati mereka nantinya bukan dibuka oleh kami, tapi oleh orang lain. Jadi biarpun nantinya kami sudah berusaha mendirikan ikatan remaja masjid, lalu kok sifat mereka tetap begitu-begitu saja, ya tidak apa-apa. Siapa tahu yang menunjukkan jalan pada mereka bukan kami, tapi generasi setelah kami, atau siapalah. Tak ada yang tahu, hanya Dia yang tahu.


 


 


*Anggur kolesom cap orang tua yang ada jenggotnya. Yang kalau diperkirakan, mungkin usianya sudah lebih dari delapan puluh tahun. Sebab kakek daku yang berumur tujuh puluh pun, jenggotnya belum selebat itu.

Sajak Dianiya

 

Barusan, ada segerombol tentara yang mengepung rumahku. Beberapa diantaranya masuk secara paksa, setelah terlebih dulu mendobrak pintu. Dengan semena-mena, tubuh yang ringkih ini dibanting, diinjak-injak, lalu dipukul pake popor bedil. Entahlah, kejadiannya berlangsung begitu cepat. Aku tak sempat membela diri atau bertanya tentang ada tidaknya surat kuasa penyiksaan

Setelah puas pukul sana dan hantam sini, para tentara itu mendudukkanku diatas kursi. Istilah kerennya, aku diinterogasi. Mereka bertanya tentang status, alamat, KTP dan organisasi yang kuikuti. Sejenak aku heran. Kalau mereka tidak tahu nama, status dan alamatku, kenapa mereka bisa datang kesini..? Apa mereka memang diijinkan menghajar penduduk sipil walau tanpa bukti..?

Untunglah tak berapa lama kemudian, mereka bicara ke pokok persoalan. Mereka bertanya tentang dimana hatiku disembunyikan. Dan saat itu, secara sekilas, bisa kulihat mereka mulai menggeledah seisi rumah. Membolak-balik perabot, mengacak-acak lemari, naik eternit, bahkan ada pula yang nyemplung kedalam sumur.

Agar tidak berlarut-larut, langsung kutanya alasan mereka datang kemari. Mereka bilang, hatiku telah memikat hati tuan puteri, gadis cantik yang tinggal di istana bermenara tinggi. Dan sayangnya, kedua hati tersebut ternyata saling suka. Pantees.., makanya aku heran, kok beberapa minggu belakangan ini hatiku sering keluyuran, ngelayap entah kemana. Dasar, hati sialan. Dia yang bikin masalah, aku yang kena hajar.

Singkat cerita, tak berapa lama, hatiku pun berhasil diketemukan. Ternyata dia ngumpet di pojok kiri atas microsoft word, gemetar ketakutan, lalu berniat kabur ke multiply, agar bisa bersembunyi diantara jutaan kata yang bercampur aduk disana. Sayang, dia lupa, dia hanyalah sekeping hati milik mahasiswa pemalas, tanpa masa depan cerah, yang kuliahnya di teknik elektro tapi pinginnya kok jadi petani. Walhasil, tak aneh kalau cara ngumpetnya pun masih amatiran, kalah cerdas dibandingkan segerombol tentara yang memang sudah dilatih secara profesional.

Akhirnya, hatiku diborgol dan digelandang ke istana tanpa perlawanan. Sang komandan tentara, yang berkumis lebat, yang memakai seragam lengkap, secara perlahan berjalan menghampiriku, lalu meminta maaf. Dia bilang, dia hanya menuruti perintah. Dia bilang, mereka itu, tentara-tentara itu, bukan tentara asli negeri sini. Mereka hanyalah tentara bayaran yang disewa dari negeri konon. Mereka dikontrak agar nama baik tuan puteri tidak tercemar. Ck, pantesan. Tentara negeri ini kan bertugas melindungi rakyat, ramah tamah, baik hati, gemar bercanda dan tidak sombong. Mereka tidak mungkin menganiaya rakyat kecil sepertiku. Paling tidak, itulah teorinya.

Dan lihat, sekarang hatiku sudah berselonjor pasrah dihadapan sang puteri. Disana dia diultimatum : "Percuma saja kau lari, tak ada gunanya bersembunyi. Kamu sudah jadi milikku. Tinggalkan saja tuanmu, mahasiswa teknik tak berguna itu..!!"

Senin, 17 September 2007

hikayat sang mahasiswa tampan dan pohon keramat

 

Satu hal yang seharusnya membedakan mahasiswa teknik dengan mahasiswa lain adalah pada pola pikir. Di teknik, kita harus terbiasa untuk berpikir aplikatif. Teori serumit, secerdas dan seindah apapun, harus bisa kita aplikasikan. Amat disayangkan kalau ada mahasiswa yang mengaku belajar di fakultas teknik kok cuma berkutat di teori. Berdasarkan hal itu, maka saya, mahasiswa yang konon ngendon di teknik tapi bercita-cita jadi petani ini, pun ikut terbawa pola pikir yang aplikatif juga.

Begini, alkisah, di kampung saya yang dipenuhi hutan bambu itu, berdiri kokoh sebatang pohon kelapa sawit yang konon usianya sudah tua, dan konon ada jin penunggunya pula. Dengan modal konon itulah maka pohon tersebut bermasa depan sejahtera. Hampir setiap bulan puasa, ada saja manusia yang datang mempersembahkan sesajian. Mulai dari kemenyan, kembang, jajanan, serta buah-buahan. Konon katanya, dengan meminta tolong pada si pohon, maka hajat kita bisa terpenuhi. Walau konon pula, ada yang beralasan bahwa mereka melakukan hal itu hanya demi mendoakan dan menghormati sang ulama yang kebetulan sudah mati dan dikubur disamping pohon.

Konon, dahulu kala, ada seorang penyebar agama islam yang berdakwah di kampung saya. Konon katanya dia seorang ulama, bahkan ada yang menyebutnya sebagai wali. Dengan status seperti itu, maka wajar saja jika konon beliau memiliki karomah yang tetap ada walaupun jasadnya sudah mati. Dan karomah itulah yang dimanfaatkan oleh para manusia untuk dimintai tolong. Konon katanya cuma sekedar dijadikan perantara, minta tolongnya sih tetep pada Sang Pencipta.

Sayangnya, biarpun begitu, kok pada kenyataannya beredar desas-desus yang bikin miris kepala. Dulu, sering pohon tersebut mengganggu manusia. Ada orang yang melihat kuntilanak, tuyul, gondoruwo, wewe gombel, bahkan kampret seukuran raksasa. Minimalnya, mereka diresahkan oleh suara tangisan bayi atau rintihan wanita muda. Walau sebenarnya tak ada yang tahu pasti apakah suara rintihan tersebut berasal dari wanita yang bener-bener masih muda, remaja, sudah tua, atau cuma setengah baya.

Dan yang lebih disayangkan lagi, ada yang menganggap bahwa si pohon bisa mencelakakan manusia. Dulu ada yang nekat mencongkel bonggol pohon tua yang konon katanya teman karibnya si pohon keramat. Si pencongkel, yang tadinya bertubuh gemuk, subur, penuh gizi, akhirnya jadi sakit-sakitan lalu mati (Inna Lillahi wa inna illahi roji'un). Sialnya, masyarakat kampung saya kemudian menganggap bahwa orang tersebut mati karena kena kutuk.

Jadi, tak aneh kalau masyarakat akhirnya terlalu mengkultuskan sang pohon. Lebih kultus dari presiden George W Bush sekalipun. Termasuk para jomblo kurang kerjaan yang sering ngumpul menghabiskan waktu di warung samping rumah. Jomblo penakut yang sifat tidak jantannya sering bikin gerah. Dan karena saya ini, mahasiswa teknik pemalas ini, gak tahan dengan sifat penakut mereka, akhirnya saya pun ngomong panjang lebar, berbusa-busa, menjelaskan berbagai dalil dan argumen yang intinya adalah kita tak perlu takut pada sang pohon. Toh kalau memang disana ada kuburan wali, wali tersebut cuma boleh kita hormati, bukan ditakuti atau dikeramatkan. Dan toh kalau sebenarnya si pohon ditunggu jin, itu lebih tidak boleh ditakuti lagi. Buat apa takut kepada jin..?

Namun sayangnya, sifat penakut mereka sudah sampai pada taraf yang mengkhawatirkan. Omongan saya cuma dianggap sebagai bualan. Dan berhubung saya ini orangnya gampang emosi, jadi biar tidak tambah marah akhirnya saya putuskan untuk langsung kasih bukti. Saat itu, ditemani adik saya dan temannya, saya mengajak dua orang jomblo penakut untuk adu nyali di sekitar pohon. Pukul sebelas malam, kami bergerak menuju ke rimbun hutan bambu, lalu nongkrong selama berjam-jam menunggu agar diganggu sang penguasa pohon. Bermodalkan sebungkus rokok hasil ngutang di warung sebelah, kami duduk diam disana. Tapi mulut kami tidak ikut diam. Berkali-kali kami menghina sang penguasa pohon. "Kalau benani, ayo nongol kesini..!!", "Cuih.., pohon kok ditakuti..?", "Kalau gak mau nongol, nanti kami kencingi..!!".

Haha, dan walhasil, beberapa saat kemudian, muncul angin besar yang anehnya hanya berputar di sekitar sang pohon, sedangkan rimbun pohon bambu yang ada disitu tetap diam. Tercium juga bau wangi kemenyan, bau kembang, bahkan bau bangkai. Seakan belum cukup, muncul pula sesosok musang yang bisa-bisanya mendekat dan memelototi kami, padahal biasanya kalau bertemu manusia si musang pasti lari. Tak aneh kalau kemudian ada seorang jomblo yang tiba-tiba mengambil ancang-ancang untuk kabur. Cuih, penakut.

"OK, silahkan kabur. Tapi ingat, sesampainya di rumah, kamu harus langsung pergi ke kamar mandi. Lepas tuh celana, ganti dengan rok, sekalian pake BH. Biar rada pantes. biar gak mirip laki-laki..!!"

Itulah kata-kata yang kemudian meloncat keluar dari mulut saya. Dan si jomblo penakut pun menunduk malu, batal meneruskan aksi kaburnya. Kami terus duduk disitu sampai jam setengah satu dinihari, dan hal-hal aneh yang tadi menghantui pun terhenti. Kami bosan, kami pun pulang.

Sayangnya, sayang selalu saja datang. Besoknya ada pria pemabuk yang mendongeng tentang kisah konyol dimana dari dongengan tersebut bisa disimpulkan bahwa mau tidak mau si pohon harus tetap dianggap keramat. Dan berhubung pria tersebut konon lumayan sakti, konon pasang susuk, konon tidak mempan dibacok, para jomblo yang saat itu berjumlah belasan pun cuma bisa mengangguk setuju, gak berani membantah. Namun saya, sang jomblo didikan teknik elektro Unsoed malah jadi gerah. Karena saat itu ada teman sesama mahasiswa unsoed, maka saya nekat mengajak teman saya dan belasan jomblo lainnya untuk uji nyali lagi ke pohon keramat. Hutan bambu yang biasanya sepi tiba-tiba ramai dipenuhi iring-iringan jomblo yang ingin langsung melihat bukti.

Dan saat itulah, sesampainya disana, teman saya menjelaskan bahwa pohon tersebut memang tidak ada sakti-saktinya. Dia juga berkata bahwa toh kalau memang disitu dikubur wali, maka wali tersebut sudah gak ada hubungannya lagi dengan alam nyata. Dia sudah mati, sudah sibuk dengan dunianya sendiri, gak bisa ikut campur urusan kita. Namun kalau ternyata yang bikin ulah adalah jin, maka lebih baik kalau jin tersebut nongol saja, agar bisa kami interogasi, lalu kalau terbukti bersalah bisa kami hajar ramai-ramai. Pasti dia kapok kalau sudah merasakan ngenesnya digebuki belasan jomblo yang hobi berkelahi. Dan para jomblo pun menunduk diam. Sebab setelah ditunggu sampai bosan pun, gak ada mahluk aneh yang berani mengganggu

Ah, lagi-lagi sayang, besoknya si pemabuk tetep berkoar-koar. Dia bercerita berbagai hal aneh tentang hantu, kutukan, kesaktian, jimat dan sebagainya. Bahkan dia bercerita bahwa saat ada penduduk hutan bambu yang meninggal, keris milik si penduduk tersebut tiba-tiba terbang perlahan ke arah sang pohon. Dan berhubung kejadian tersebut dilihat oleh para pelayat, maka bisa dibuktikan bahwa pohon tersebut memang sakti.

Tapi argumen seperti itu belum cukup untuk mematahkan kengeyelan saya. Dengan beraninya saya bilang bahwa : "Kalau pohon itu benar-benar sakti, kenapa saya masih belum kenapa-napa..? Padahal saya sudah menghina tuh pohon dengan habis-habisan. Lha wong ditantang berantem plus diancam mau dikencingi kok pohon tersebut gak marah..? gak menyakiti saya..? Lalu dimana saktinya..? Dan kalau memang ternyata pohon tersebut gak berani melawan saya karena saya berwajah ganteng, kenapa dia tidak menyakiti belasan jomblo yang lain..? Toh mereka masih kalah ganteng dengan saya..?" Dan para jomblo pun diam. Tak bisa membantah.

Terakhir, saat si pemabuk masih berkutat dengan kengeyelannya, adik saya pun berkata :

"Ck, pohon, susuk, kesaktian, itu semua gak perlu ditakuti. Kalau ada yang pasang susuk lalu mengaku sakti, gak mempan dibacok, aku malah pingin bukti. Kalau berani, ayo sini, biar tak bacok sekalian. Kita lihat, bisa berdarah atau tidak. Susuk..? Cuih. Paling-paling cuma bisa pasang susuk emas setengah gram kok bangga. Jangan-jangan khasiatnya masih kurang gede. Mending kalau susuknya emas sekilo sekalian, atau malah intan berlian. Kalau gak punya duit kan bisa dijual, lumayan."

Angin dingin berhembus masuk dari pintu warung, si pemabuk tiba-tiba diam, tak bergeming.

Minggu, 16 September 2007

Sajak Rindu


Mendekatlah padaku, mari berbincang dalam jarak ribuan mil. Bertukar cerita tentang keluh, asa, tangis, serta tawa. Tunjukkan wajahmu dari balik ilusi. Perdengarkan suaramu lewat celoteh peri. Lalu biarkan semua berlangsung dalam sunyi, terbungkus pekat malam.

 

de lonelie, togie

Gie, jangan pacaran dulu


Gie, sebaiknya kamu jangan pacaran dulu.”

Kenapa..?”

Karena kamu belum punya modal buat mencari pacar.”

Lho, maksudnya..?”

Begini Gie, bagi wanita, pria ideal itu adalah pria yang sudah mapan, punya masa depan cerah. Bagi kami, perlindungan dan kenyamanan lebih penting daripada sekedar kegantengan wajah. Buktinya, bisa kita lihat betapa banyak wanita yang bertekuk lutut dihadapan pria berwajah biasa. Kamu tahu sebabnya..? Itu karena mereka merasa nyaman bersama pria tersebut. Bener deh Gie, makanya, sekarang ini, lebih baik kamu konsentrasi dulu pada kuliahmu. Belajar yang rajin, dapet IP tinggi, biar cepet lulus dan dapet pekerjaan yang layak. Jangan lupa, kamu juga harus berusaha untuk bersikap lebih dewasa.”

Dewasa..?”

Iya. Menurutku, kamu masih terlalu kekanakan, senang bercanda, bersenda gurau yang gak ada gunanya. Kamu harus lebih serius Gie. Ingat, masa depan yang harus kamu tempuh, perlu banyak keseriusan.“

Ck, tumben kamu ngomong gini. Tapi maaf saja, laki-laki seperti aku, gak butuh yang seperti itu.”

Lho, kenapa..?”

Bagiku, laki-laki yang berusaha mati-matian mengumpulkan harta dan menaikkan statusnya hanya agar disukai wanita, tidaklah jantan. Lagipula, nantinya, bisa saja wanita tersebut bukan tertarik pada si lelaki, tapi pada harta dan status yang dimiliki. Jadi, sebaiknya, mereka itu, para wanita itu, menikah atau berpacaran dengan hartanya saja. Sedangkan si pemilik, cukup dijadikan maskawin, sebagai pelengkap.”

Lalu tentang kedewasaan, menurutku tidak ada hubungannya dengan gemar bercanda atau tidak. Buatku, yang disebut dewasa adalah bila kita sudah mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Melakukan yang seharusnya serta menghindari apa saja yang dilarang. Dewasa adalah suatu sikap dimana kita bisa mengontrol diri sendiri, agar nantinya juga dapat mengatur dan menasehati orang lain. Jadi intinya, kalau yang kamu protes adalah hobiku dalam bercanda, itu tak masuk akal. Kalau dengan bercanda kita bisa mencairkan suasana yang kaku, dapat membuat orang lain tersenyum, kenapa tidak boleh..? Lagipula, apa kamu pikir Tora Sudiro, Doyok, Komeng, Thukul Arwana dan sederetan pelawak tenar itu sama sekali tidak dewasa..?”

Tapi Gie..”

Bentar, dengar dulu. Buatku, saat dimana para wanita datang berbondong-bondong demi memohon agar mereka bisa aku cintai padahal saat itu aku tak punya apa-apa yang patut diandalkan, saat itulah aku baru bisa bangga. Biar yang lain tahu, bahwa yang mereka cintai adalah AKU. Bukan harta atau kedudukanku.”

Ck, terserah deh, silahkan membual seenaknya. Toh dari pertama aku sudah menduga kalau menasehati kamu itu, gak bakal ada gunanya.”

Lho, kok..? Tapi tunggu dulu, kok tumben-tumbennya kamu nyuruh aku begini dan begitu..? Padahal kamu sudah tahu kan, kalau aku udah janji gak bakal berpacaran dulu..? Jangan-jangan sebenarnya kamu takut nanti kalah bersaing dalam memperebutkan diriku..? Ayolah, mengaku saja..!!”


WUUUZZZ...!!!


Saat itu udara dingin tiba-tiba berhembus melalui sela pintu yang setengah terbuka. Dari hadapanku, muncul hawa membunuh yang mengerikan, membuat bulu kuduk merinding. Obrolan pun dihentikan. Tapi tak apa, sayang nyawa bukan berarti tidak jantan.





Suatu malam di tempatnya Jutek

NB : Kalau ada teman yang datang untuk mengajak patungan nyewa film, lebih baik jangan diajak ngobrolin yang aneh-aneh. Kemungkinan besar, tanggapan teman tersebut bakal ngelantur seperti yang saya lakukan.

Kamis, 06 September 2007

Dead - Untitled Story

"Gie, aku takut", bisikmu lirih padaku. Pukul dua dinihari, saat ayam jantan masih enggan berkokok, kau menatapku dari pojok sana. Matamu yang bening semakin terlihat basah oleh airmata. Tetes demi tetes berjatuhan membanjiri pipi. Sebenarnya saat itu kau tak bersuara. Namun matamu seakan berbisik padaku, dalam bisu.

Sebenarnya aku ingin berkata bahwa sebenarnya ajal itu pasti datang. Tanpa perlu diundang. Kamu, aku, kita, akan berjumpa dengannya. Entah sekarang, besok, lusa atau entah kapan. Dan saat ini, saat aku melihat matamu, lalu kau menatap sendu padaku, para malaikat itu mungkin sedang melihat kita, sambil melihat dan mengoreksi tentang kapan mereka akan memanggil kita. Ya, benar. Ajal hanyalah sederet antrean di buku absensi, dan kita hanya bisa menunggu giliran kita dipanggil. Jadi, buat apa takut pada kematian..? Toh nyatanya kita semua akan mampus juga, entah dengan cara apa. Itu terserah tuhan, bukan urusan kita. Yang perlu kita takuti adalah mau bagaimana Tuhan akan memperlakukan kita setelah mati, dimasukkan kedalam surga atau atau dijebloskan ke neraka.

Lalu tentang kehilangan..? Saat ini memang kau merasa kehilangan, besok mungkin aku, besoknya lagi dia, lalu mereka. Intinya kita semua akan mengalami pahitnya ditinggalkan, tergantung waktunya kapan. Jadi, maaf kalau saat ini aku tidak bisa, atau tepatnya tidak mau menghiburmu. Bukan berarti aku tidak berperasaan atau tidak punya perhatian, bukan itu.

Coba kau jujur kepadaku, sekarang pasti kau merasa sedih..? Iya kan..? Nah, sebenarnya kesedihanmu itu hanyalah ditujukan padamu semata, bukan untuk beliau. Mari realistis saja, beliau yang ada di alam sana tidak akan terbantu dengan airmata yang sedang kau tumpahkan, tak peduli berapa banyak airmata itu. Yang bisa membantu dia hanyalah amal ibadahnya, amal jariyahnya, ilmu yang dia bagi, serta doamu sebagai anak yang berbakti. Dan airmata yang sedang kau tumpahkan, itu adalah anugerah Tuhan untukmu, agar bebanmu dapat berkurang, agar kesedihanmu dapat tersalurkan. Jadi, tak tegalah aku kalau harus membendung airmatamu.

Dan kau tahu..? saat ini, saat aku melihatmu membasuh telapak kaki ayahmu, saat saudara-saudaramu membersihkan perut dan punggung ayahmu, saat ibumu membasuh ubun-ubun beliau, seolah-olah aku bisa melihat dan mendengar harapan terakhir beliau padamu. Bukan agar kau bersekolah yang tinggi, bukan agar kau semakin bertambah manis, bukan agar kau hidup bergelimang harta, tapi agar kau menjadi anak yang sholehah serta berbakti pada orang tua.

Karena itulah, saat ini, silahkan menangis sepuasnya. Tumpahkan semua air matamu. Sampai kering hingga tak bisa menangis lagi. Tapi aku harap, setelah ini, kau bisa terus mendoakan beliau. Menjelang tidurmu, saat kau terbangun, saat merenung, dan saat selesai sembahyang. Semoga saat itu, dengan hati yang lapang, dengan kepala tertunduk, dengan penuh rasa khusyu, kau dapat berbisik lirih :

"Rabbighfirli waliwalidaya warhamhumma kama robbayani shohiroo..". Ya Allah, kasihilah kedua orang tuaku sebagaimana mereka mengasihiku sewaktu kecil, amiin.

Aku masih melihat wajah manismu, dihiasi beberapa butir airmata menetes membasahi pipi. Tak ada suara, kecuali guyuran air membasahi tubuh kaku.

 

 


Purwokerto
Rumahnya jutek, malam hari
Hutan bambunya Tarmo, sore hari
Rumah si gadis manis dari RT sebelah, dini hari

Semoga mereka diberi kesabaran, amin

Togie de Lonelie

Senin, 03 September 2007

sajak terbang

 

Mari bernyanyi

Bersama, syalalalalala

Kita menari

Diatas meja, dubidamdidada

Berputar, berguling, menabrak tembok

Wahahahaha

 

Mari kita terbang berdua

Busshh, meluncur keangkasa

Eh, ada satelit disana

Mending dimakan apa ya..?

Krauk.., krauk.., enaknya

Lalu tertawa, wahaha..

 

Pokoknya, ayo kita terbang saja

Jangan ada yang pegang

Biar lancar melayang

Kemana..? Tentu ke awang-awang

 

Ayolah, ayo kita terbang

Hatiku terbang

Hatimu terbang

Lalu nyangsang, kecantol layang-layang

Tapi tak apa, asal kecantolnya berdua

Biar kita seharian mengangkasa

 

Haha, makanya, ayo, tersenyum terus

Yang manis, yang manis, makin manis

Biar hatiku tambah terbang

Tambah melayang

 

Ayo tersenyum, tersenyum, tersenyum lagi

Ya, benar begitu

Haha, dan lihatlah, sekarang aku terbang

Hahaha, benar-benar terbang

Kau lihat kan..? Aku sedang terbang..?

Hahaha.., hahaha..!!!

 

Tapi, kumohon, jangan hentikan senyummu sekarang

Mbok aku jatuh di tanah lapang

Lalu mati

Dan tak bisa melihat senyummu lagi

 

Purwokerto, saat nonton dangdut

sajak kronologis, cinta

 

#1. Saat Bertemu

Bagai layang-layang putus

Terbang kesana

Melayang kemari

Berputar-putar sebentar

Lalu terdampar disini

Disampingmu

 

#2. Muncul Tanya

Tak ada kata, tanpa suara

Hanya bisu dan tuli yang ungkapkan cinta

Tunggu, cinta..? Memangnya apa itu cinta..?

Tahu apa aku tentang cinta..?

 

#3. Antara Kita

Bingung, bukan indah

Bisu, bukan dialog

Tuli, bukan mendengar

Bagai patung batu, di museum kota

 

#4. Lalu

Apa bisa disebut cinta bila datang sebelum waktunya..?

Bisakah disebut cinta bila tertuju pada yang tak seharusnya..?

 

#5. Kesimpulan Sementara

Aku tak peduli ini cinta atau bukan

Yang pasti, aku ingin menikmati kebingungan

Tanpa arah, tanpa tujuan

Tinggal ikuti saja kemana hati melangkah

Agar setan celaka itu tak ikut campur

Dalam urusan kita

 

#7. Merenung

Disekelilingku, ada banyak bentuk cinta

Berpelukan seenaknya

Berciuman sebelum waktunya

Saling meraba dimana saja

Bahkan ehm.. ehm.. di hotel cap kaki tiga

Tapi, semua itu, tak ada di rasa ini, pada kebingungan ini

 

#8. Tentangmu

Aku suka mengingatmu

Senang melihatmu

Berdebar bila disampingmu

Tapi bingung harus apa terhadapmu

Itulah yang kurasa

Dan cuma sebatas itu

Tak ada xxx, ehm.. ehm.., bahkan anu-anu

Cih.., jijik, najis, haram, dosa, laknat

 

#. Akhirnya, Di-ngawurkan Sajalah

Kalau bukan cinta, berarti ini bingung

Kalau tak percaya harap hubungi dokter

 

Purwokerto, saat nonton dangdut di rt sebelah

Sajak - Otak, Perut dan TAI

 

Satu yang berbeda antara otak dan perut adalah dalam hal produksi

Otak akan memproses bahan mentah atau bahan setengah jadi

Menjadi berbagai jenis produk

Baik produk yang bagus, setengah bagus, ataupun produk gagal

Itu tergantung pada informasi apa yang dimasukkan ke otak kita

Dan bagaimana cara memprosesnya

 

Sedangkan perut, merupakan pabrik alami

Yang bahan bakunya harus dipilih-pilih dulu

Agar tidak sakit, melilit, lalu mencret atau kena sembelit

Dan perut, apapun bahan baku yang kita gunakan

Produk jadinya tetap itu-itu saja, tidak jauh berbeda

Dari bermacam bentuk, ukuran, warna, serta aroma yang tercipta

Namanya tetap sama, TAI

 

Namun terkadang, rasanya, otakku kok seperti perut juga

Tak bisa berfungsi sebagai otak seperti seharusnya

Dia suka pilah-pilih informasi untuk diolah

Lalu dikeluarkan dalam bentuk yang itu-itu saja

 

Seringkali, otakku macet tak bisa berfungsi

Saat disuruh mencerna materi kuliah yang rumitnya setengah mati

Tapi dia bisa bekerja dengan penuh performa

Jika bertemu informasi yang menarik hati

Entah tentang cinta, kritik, tragedi atau pengalaman sehari-hari

 

Namun sayangnya, semua informasi tersebut

Walaupun sudah diproses dengan cara apapun juga

Kok hasil yang diperoleh tetaplah sama

Tulisan amburadul tak berguna yang bisa disebut sebagai TAI

Sampahnya otak

 

Memang, tadinya, aku pikir itu karena bahan bakunya yang salah

Atau caraku memproses yang tak memenuhi kaidah

Hingga aku gunakan informasi yang sedikit ilmiah

Dan menuruti cara seperti yang tertulis di buku kuliah

Akan tetapi, lagi-lagi namun..

Tai.., tai.., dan tai terus yang aku hasilkan

 

Lihatlah, bahkan sajak ini pun

Terasa seperti TAI

Sajak tak berguna yang seharusnya masuk septic tank

Atau dihanyutkan ke kali

Kronologis tulisan

 

Kerapkali, yang saya tulis tiba-tiba berubah dari rencana semula. Secara perlahan, muncul kekuatan lain yang menggerakkan jari, tangan, dan otak saya. Anehnya, saya tidak merasa terganggu. Saya malah menikmatinya. Menuliskan sesuatu yang belum saya ketahui akhir ceritanya ternyata memberi keasyikan tersendiri. Bahkan saya merasa kecanduan oleh keasyikan tersebut. Saya sering enggan beranjak dari depan layar monitor hanya demi mengetahui kata-kata apalagi yang akan muncul.

Kebutuhan..? Mungkin itulah yang sekarang saya rasakan. Kalau dulu saya menulis hanya demi hobi, sekarang menulis merupakan kebutuhan primer layaknya sandang, pangan atau papan. Menulis bukan hanya keinginan yang boleh dilakukan, boleh tidak. Tapi sudah jadi keharusan.

Alasan..? Karena banyak sampah busuk yang harus dikeluarkan dari otak saya agar isi kepala bisa bersih seperti manusia lainnya. Protes, keinginan, ide, keluh-kesah, terkadang tidak bisa kita simpan sendiri. Mereka harus dibagi kepada orang lain. Dalam bentuk curhat, diskusi, konsultasi atau yang lain. Dan bila kita tidak menemukan lawan bicara, ada media lain yang bisa kita gunakan. Yaitu tulisan.

Ekstase..? Lambat laun, itulah yang saya inginkan. Selalu teringat jelas manakala sebuah tulisan bisa saya rampungkan lalu kemudian saya membacanya lagi dengan senyum puas. Kepuasan yang jarang saya dapatkan. Bahkan terkadang lebih puas daripada saat memegang duit puluhan ribu yang saya dapatkan dengan keringat sendiri.

Dan sekarang, dengan yakin bisa saya simpulkan bahwa alasan terbesar saya dalam ngempi adalah untuk mengejar kepuasan. Bukan puas karena telah menghasilkan tulisan yang bagus, bukan pula puas karena ada yang memberi reply. Saya merasa puas karena apa yang memenuhi batok kepala saya telah bisa dikeluarkan. Dan saya juga merasa puas karena terkadang kata-kata sudi memunculkan dirinya secara independen (bebas dari kekuasaan saya) sehingga apa yang saya tuliskan bisa lebih jujur. Bukan lagi "Seperti apa saya menilai diri ini" Tapi "Seperti apa kata-kata menilai saya".

“Ah begitulah”, itu kata-kata sering mbak fee tulis di reply. yang bisa diartikan bahwa kata-kata pun terkadang amat pelit untuk sudi memunculkan dirinya kepada saya. Walaupun telah dipaksa muncul dengan berbagai cara.

Hingga rasanya kata-kata mempunyai kehidupannya sendiri, tak lagi diatur oleh saya. Atau lebih tepatnya, kini posisi telah berubah. Bukan lagi saya yang mengendalikan kata-kata, tapi kata-katalah yang mengendalikan saya. Mereka menggunakan saya untuk menghidupkan diri mereka. Mungkin hal ini jugalah yang dimaksud oleh joko pinurbo dalam sajak penutupnya di buku telepon genggam.

“Sebab kata-kata sudah besar, mereka sudah selesai studi, dan mereka harus pergi cari kerja sendiri” *

 

 

* Joko Pinurbo : Selesai sudah tugasku dalam menulis puisi

KissingShit BullShit

 

Hari ini saya pingin muntah lagi. Sebabnya..? Karena saya berpikir terlalu keras mengenai fenomena aneh yang bikin pusing kepala. Dimana rasa pusing tersebut berdampak langsung pada kinerja lambung saya.?>

Begini, saat berangkat Kerja Praktek di PLTA Ketenger-Baturaden, dipinggir jalan, dinaungi rimbunnya pohon dan semak belukar, terlihat sepasang remaja yang sedang duduk diatas motor. Sang wanita masih memakai seragam SMA lengkap dengan jilbab putihnya, sedang si pria memakai kaos oblong kumal plus celana jin butut yang sepertinya sudah seratus tahun tidak dicuci.

Sang wanita, yang berwajah manis, ber-body semampai, berkulit putih, terlihat cemberut menghadap kaca spion. Sedangkan si pria, yang wajahnya mirip gondoruwo di film misteri, yang dilihat dari bajunya saja sudah ketahuan joroknya, apalagi kalau ditanya mandinya berapa abad sekali, duduk menghadap sang wanita. Sialnya, ternyata si pria sedang tergila-gila pada semangat perjuangan 45. Dengan pantang menyerah dan berani mati, dia berusaha melumat bibir sang wanita. Saking semangatnya, adegan tersebut mengingatkan saya saat dulu dikejar-kejar sapi milik si gadis manis dari RT sebelah. Menyeramkan.

Kejadian lainnya adalah saat menonton konser Gigi & PAS Band di GOR Satria Purwokerto. Ketika band tamu sudah selesai tampil, dan sang presenter bercuap-cuap menyuruh kami bersabar, ada dua sejoli yang menghabiskan waktu dengan seenaknya sendiri. Tak seperti kami, para jomblo dari hutan bambu yang hanya bisa mengomel tak karuan. Pasangan tersebut memilih untuk berciuman, saling melumat bibir, sambil berlindung dalam gelapnya malam dan ramainya penonton. Saking asyiknya, mereka tidak sadar bahwa lampu sorot sudah dinyalakan. Saking asyiknya, mereka tidak tahu bahwa beberapa orang didepan mereka mengetahui aksi panas yang dilakukan. Saking asyiknya, mereka tidak memperhatikan bahwa orang-orang tersebut merelakan diri untuk jongkok agar penonton yang lain bisa ikut melihat. Saking asyiknya, mereka masih asyik berciuman tatkala puluhan penonton sudah ikut jongkok menikmati tayangan live-superhot versi amatir. Saking asyiknya, mereka bahkan cuek saja ketika lampu sorot mulai menerpa sehingga membuat mereka bermandi cahaya layaknya superstar yang sedang berdiri diatas panggung. Dan saking asyiknya, mereka baru menyadari hal itu ketika puluhan penonton mulai bersorak histeris karena lebih memilih untuk melihat aksi mereka ketimbang menonton konser GIGI. Sayang, mereka langsung menghentikan aksinya. Mungkin karena mereka merasa tidak asyik lagi.

Kalau anda merasa bahwa hal ini sudah cukup aneh, berarti anda harus tahu ketika saya melihat sepasang remaja sedang berciuman di kantor polisi, di pagi hari, saat jalanan masih dipenuhi oleh anak sekolah dan orang kantor yang berangkat kerja. Saat seorang mahasiswa tampan bangun kesiangan sehingga melajukan motor jupiter merahnya dengan kecepatan penuh. Saat mahasiswa tersebut langsung mengerem mendadak ketika melihat mereka berciuman di depan pintu pos polisi, TEPAT di depan duaorang polisi. Saat menyadari bahwa ternyata kedua polisi tersebut tidak berbuat apa-apa, cuma melihat sambil tertawa. Padahal mereka hanya berjarak SATU atau SATU SETENGAH METER dari sepasang remaja-penuh-nafsu tersebut. Ck, parah.

Akhirnya saya harus kembali pada kebiasaan lama. Berpikir, menganalisa dan memperkirakan tentang sebab musabab dari fenomena ini. Mereka, remaja itu, para pelaku itu, tentu tak ingin berciuman secara sembunyi-sembunyi. Mereka memilih untuk berciuman di tempat umum dengan resiko bahwa perbuatan mereka akan dilihat, diamati, bahkan dinikmati oleh orang lain. Jadi bisa dimaklumi kalau mereka tidak merasa malu saat melakukannya. Alasannya..? Mungkin karena mereka merasa sudah dewasa, dimana telah kita ketahui bahwa bagi orang dewasa, berciuman merupakan suatu hal yang wajar, biarpun dilakukan sebelum menikah. Artinya, kalau toh nanti ada yang menegur, dengan bijak mereka tinggal berkata : "KAMI KAN SUDAH DEWASA, JADI YA TIDAK APA-APA, HAHAHA...!!!".

Namun sayangnya, kemudian saya berpikir lebih jauh lagi. Andai mereka memang berpendapat seperti itu, kenapa mereka tidak berciuman dihadapan orang tuanya saja..? Bukankah seharusnya yang pertama kali diberi tahu tentang kedewasaan mereka adalah sang orangtua..? Jadi mungkin saja, sebelumnya, mereka telah menemui kedua orang tua, berorasi tentang arti penting kedewasaan, lalu selanjutnya berkata : "Pak, bu, kami sudah dewasa lho, nih buktinya.. Say, kita ciuman yuk.., Muuach.., Muuach..!!".

Atau kalau mau lebih keren lagi, mereka bisa mengajak orang tua mereka ke panggung terbuka, mengundang masyarakat, lalu menyuruh orangtuanya untuk berpidato dan mengumumkan pada khalayak ramai bahwa anak mereka sudah dewasa, lalu diakhiri dengan konser-duo-fenomenal bertajuk : "CIUMAN SEBAGAI TANDA KEDEWASAAN". Dimana konser tersebut diisi dengan adegan ciuman selama satu-jam-penuh-nonstop.

Akan tetapi kalau ternyata mereka tidak ingin diketahui ketika sedang berciuman, berarti kita perlu menganugerahi mereka dengan "SUPER-IDIOT AWARD". Tidak ingin ketahuan kok malah berciuman di tempat umum..? Edan.

Dakwah kupukupu, dakwah bayi, dakwah mahasiswa, dakwah hikmatul iman, nyambung dengan si gadis manis dari RT sebelah

 

Saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan sederhana yang sebenarnya lebih pantas diajukan pada anak TK. Tapi terlebih dahulu, perkenankan saya untuk memperkirakan jawaban anda. Kenapa..? Nanti anda akan tahu alasannya.

1.      Sebutkan proses metamorfosa kupu-kupu..?
Jawaban Anda : Telur - Larva - Kepompong – KupuKupu
Dan Ternyata : Jawaban anda salah. Yang benar adalah dari telur langsung menjadi kupu-kupu. OK, sekarang lanjut ke pertanyaan kedua

2.      Manusia dilahirkan dalam bentuk bayi, mejadi anak kecil - berubah remaja - dewasa - lalu tua dan akhirnya mati. Itu adalah proses yang umumnya dilalui umat manusia. Kecuali jika dia mati muda. Benarkah..?
Jawaban Anda : Tentu benar
Dan Ternyata : Anda salah lagi. Begitu dilahirkan, si bayi sudah tua renta, lalu langsung ditransfer ke alam baka.

3.      Sekarang pertanyaan ketiga. Sebelum menjadi mahasiswa, kita harus bersekolah dimana saja..?
Jawaban Anda : Aah, tentu kita harus ber…
Dan Ternyata : Haha, tak perlu diteruskan. Anda sudah pasti salah. Kita tak perlu bersekolah dulu. Pokoknya biarpun masih balita, kita sudah bisa kuliah dan menyandang status sebagai mahasiswa.

Mungkin saat ini anda merasa heran, geleng-geleng kepala sambil mengelus dada. Tapi percayalah, saya pun pernah mengalami keheranan yang sama dengan anda. Oleh kasus yang jalan ceritanya hampir sama.

Alkisah di depan rektorat sebuah universitas negeri di Purwokerto, ada beberapa anggota Perguruan Beladiri Hikmatul-Iman yang sedang berlatih. Di pinggir lapangan, duduklah dua orang pemuda. Yang satu pasti sudah anda kenal. Dia seorang mahasiswa tampan berwajah purnama, berjiwa ksatria dan istrinya kelak pasti cantik jelita. Sedangkan yang satunya lagi adalah seseorang yang karena beberapa alasan tidak bisa saya sebutkan identitasnya (Anggap saja namanya MR-X). Saat itu, diterangi sinar mentari pagi, MR-X terheran-heran atas tingkah laku anggota Hikmatul-Iman.

Sesuai dengan namanya, Hikmatul Iman bisa diartikan sebagai "Hikmahnya Orang ber-Iman". Jadi seharusnya, tingkah laku para anggotanya sesuai dengan ciri-ciri manusia beriman. Namun ternyata, saat itu, Mr-X melihat ada anggota wanita yang tidak mengenakan jilbab. Hal ini diprotes oleh MR-X :

"Anggota Hikmatul Iman kok ada yang gak pake jilbab..? Gimana sih..?"

Dan sang mahasiswa tampan hanya bisa terdiam. Dia langsung memegang topi hitam yang bersarang di kepalanya. Topi yang dibeli dengan duit yang didapat saat memilih kepala desa. Topi yang dipilihkan oleh si gadis manis dari RT sebelah. Yang walaupun bukan anggota Hikmatul Iman, tapi dia sama-sama tidak berjilbab.

Beberapa menit pun berlalu dan latihan sudah hampir usai. Seperti biasa, para anggota hikmatul iman beristirahat, duduk selonjor di lantai, ngobrol ngalor-ngidul tentang berbagai topik. Namun saat itu pula, terlihat seorang anggota pria yang menggandeng tangan anggota wanita. Kontan saja MR-X menambah protesnya :

"Masa mereka berpegangan tangan...? Padahal katanya anggota Hikmatul Iman..?".

Sang mahasiswa tetap diam. Dia tidak memperhatikan kata-kata teman disampingnya. Dia masih terfokus pada topi hitam yang bersarang di kepala.  Topi yang dibeli dengan duit yang didapat saat memilih kepala desa. Topi yang dipilihkan oleh si gadis manis dari RT sebelah. Yang pada lebaran kemaren pernah mengajak si mahasiswa berjabatan tangan sambil berkata : “Minal aidin wal faidzin ya mas, maaf kalo ari ada salah”.

Hingga kemudian, saat MR-X melihat si pria melakukan therapy pada si wanita dengan cara memegang kepalanya (karena pusing), protes pun memuncak :

"Lha, kok..? Kok malah megang-megang kepala..? Kok tambah gak sesuai dengan namanya..!!".

Sesampainya disini mungkin ada diantara anda menyetujui sikap MR-X, walaupun mungkin ada pula yang tidak setuju. Karena itulah perkenankan saya memberitahukan tanggapan yang akhirnya saya berikan pada MR-X saat itu, setelah terlebih dahulu memasukkan topi hitam kedalam tas. Agar anda dapat mempertimbangkan kembali pendapat anda :

"Hikmatul Iman hanyalah wadah, terbuka bagi umat muslim yang ingin memperbaiki diri, maupun hanya ingin belajar beladiri. Diantara mereka, ada yang memang sudah alim dari sononya, ada yang biasa-biasa saja, ada pula yang masih berstatus sebagai tukang maksiat. Kenapa seperti itu..? Karena perguruan ini didirikan dengan tujuan untuk berdakwah, sedangkan kita sama-sama tahu bahwa dakwah tidak dibatasi hanya kepada orang yang alim saja, tapi juga pada mereka yang memang harus didakwahi. Termasuk tukang mabok sekalipun. Jadi wajar saja kalau mereka belum memenuhi standar kelayakan ORANG BERIMAN, dan itu harus dimaklumi. “

“Sedangkan tentang ke-tidak-wajiban memakai jilbab, dimaksudkan agar kaum hawa yang memang belum berniat memakai jilbab dapat bergabung menjadi anggota tanpa rasa canggung. Toh nantinya, kalau memang dakwah yang dilakukan perguruan ini berjalan lancar, diharapkan agar dia dapat menggunakan jilbab dengan penuh kesadaran, tanpa harus dipaksa".

Yaah, kurang lebih seperti itulah tanggapan saya. Tapi walaupun begitu, saya masih melihat adanya ekspresi kurang puas di wajah MR-X. Dari ekspresi tersebut seolah-olah saya melihat bahwa yang dia maksudkan dengan dakwah adalah dimana seorang da'i dapat membuat orang lain menjadi alim tanpa proses yang panjang, rumit dan berliku. Dimana seorang tukang mabok secara seketika berubah menjadi sealim ustadz. Dimana untuk memperbaiki sifat seseorang cukup dengan bercuap-cuap sebentar lalu orang tersebut langsung berubah 180 derajat. Dimana kita bisa membuat sebutir telur ulat langsung berubah menjadi kupu-kupu, seorang bayi berubah tua seketika, atau mahasiswa seumuran balita.

Entahlah. Saya tidak ingin menyalahkan siapapun. Karena itulah, silahkan MR-X berdakwah menurut cara dia, dan Hikmatul-Iman menurut caranya sendiri. Yang pasti, kalau memang ada cara untuk merubah bayi langsung menjadi dewasa, saya ingin menerapkannya pada si gadis manis dari RT sebelah. Agar saya bisa tahu apakah saat dewasa kelak dia tetap semanis sekarang atau tidak. Juga agar saya dapat menyetujui saran pak ustadz dari RT sebelah (pamannya si gadis manis dari RT sebelah) saat beliau berkata :

"Bubarkan saja grup jomblo versi hutan bambu. Biarpun mereka sudah jarang mabok dan tak pernah lagi bermain kartu, tapi mereka masih hobi bermain catur, merokok, serta mengganggu gadis manis yang lewat depan warung."

Ah, tolonglah. Tunjukkan caranya merubah telur ulat langsung menjadi kupu-kupu. Saya butuh itu. Tolonglah.., tolong..!! Jangan sampai si gadis dari RT sebelah juga ikut diganggu oleh sekumpulan jomblo ngawur dari hutan bambu.

 

 

*Saya tidak ingat secara persis apa yang MR-X katakan saat itu. Namun kurang lebih maksudnya hampir sama dengan apa yang saya tulis disini.

[Sajak] Bicaralah Padaku

Bicaralah padaku, satu kata saja

Dari mulutmu, dari gerakan bibirmu

Agar bisa kusimpan suaramu di otak ini

Lalu kusetel berulang-ulang, setiap hari

 

RT Sebelah, saat nonton dangdut

 

Ketukan Dinihari


 

Dinihari, aku terduduk di kursi, menghadap meja, menatap keluar jendela, pada pohon ketapang tua yang usianya sama denganku. Cukup lama aku terdiam, merenung, tak bergeming. Pohon itu selalu membawaku terbang menembus waktu, menerobos masa depan, atau terdampar di masa lalu. Karena itulah, aku harus kembali menatapnya. Agar aku bisa menuliskan rasa ini., rasa entah apa yang kuidap sejak tadi pagi. Aku harus menelusuri memori otakku. Rasa itu pasti muncul oleh suatu sebab, dan aku harus tahu itu.

Hh, jarum jam telah berputar tiga ratus enam puluh derajat. Beberapa ekor cicak berhasil menyelesaikan ritual beranak pinak. Namun walau begitu, hanya beberapa kata yang berhasil kususun. Kata-kata sederhana yang amat minus makna. Kenapa..? Karena setelah merenung sedemikian lama, aku hanya bisa menulis : "Ini sih rasa apa ya..?". Bah..!! Ngaco, ngawur, tandanya aku harus segera tidur.

Akhirnya aku menyerah kalah. Setelah mengangkat bendera putih pada satu kompi hawa dingin yang menyerbu masuk lewat sela jendela, aku mewafatkan diri diatas kasur. Mataku menerawang, anganku terbang. Malam membuat mataku semakin lelap. Sebentar lagi aku dibawa ke dunia mimpi, latihan menghadapi mati. Hingga kemudian :

 

Tok.. Tok..!!

 

Sayup-sayup terdengar suara ketukan dari pintu depan. Suara yang lirih, tak seperti ketukan biasa. Dinihari..? Siapa yang mengetuk pintu pada jam segini..? Hal sepenting apa yang membuat seseorang nekat mengetuk pintu rumah orang lain saat dinihari..?

Ck, sayang, bapak dan ibu sudah mendengkur, adik-adik terkapar diatas kasur. Hanya aku yang masih terjaga ditemani malam. Sebagai mahasiwa, aku sudah terbiasa bergadang. Melukis ilusi, menjelajah imaji, walau akhirnya terseret pasrah ke alam mimpi. Jadi, mau tidak mau, akulah yang harus turun ke lantai bawah dan membuka pintu. Menyebalkan. Dengan ngedumel, kulangkahkan kaki menuruni tangga, tanganku merayapi dinding.

"Siapa ya..?" Tanyaku sambil terus melangkah

Tak ada jawaban. Lagi-lagi terdengar suara pintu diketuk "Tok.. tok..", lalu senyap.

Hah..? Rampok..? Gumamku. Aneh kalau tamu kok tidak menyahut pertanyaan tuan rumah. Pencuri pun selalu melakukan aksinya secara sembunyi-sembunyi, tanpa perlu mengetuk pintu dulu. Jadi mungkin saja yang diluar adalah rampok. Yang jika aku membuka pintu, mereka langsung meringkus sambil menempelkan sebilah golok dileherku.

Bapak..!! ya.., bapak harus diberitahu. Beliau pasti tahu apa yang sebaiknya dilakukan. Beliau orang bijak. Ah, tapi mungkin tidak perlu. Jangan-jangan mereka bukan rampok. Lagipula kasihan bapak, dia telah bekerja seharian penuh, agar perut kami sekeluarga bisa terisi, tanpa memikirkan riuhnya suara cacing di perut sendiri. Aku ingin agar malam ini beliau bisa lelap beristirahat. Tapi sebelumnya, terlebih dahulu, aku harus mencari cara untuk menghadapi rampok itu. Dan untungnya, saat ini otakku sedang bisa diandalkan.

 

Tok.. tok..!!

 

Begitu sampai di lantai bawah, langsung kulangkahkan kaki menuju dapur lalu mengambil golok yang biasa kupakai menebang pohon, buat jaga-jaga. Setelah dirasa siap, aku bergerak ke ruang tamu.

"Siapa ya..?" Aku bertanya lagi. Tapi tetap sepi, tak ada jawaban. Kontan saja kecurigaanku bertambah besar. Dengan hati-hati, kubuka gorden jendela dan mengintip keluar, kedepan pintu. Tapi aneh, tak kulihat seorangpun disitu.

 

Tok.. tok..!!

 

Lho.., kok berbunyi lagi..? Bukankah di depan gak ada orang..? lalu, siapa yang mengetuk pintu..? Jangan-jangan..?

Kyaaa....................!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Aku lari secepatnya ke lantai atas, menuju kamar. Melarikan diri sekencang-kencangnya, menapaki tangga. Bruukkk....!!! Sial.., sial.., sial.., Anak tangga sialan itu seakan tidak mengerti gawatnya situasi yang kualami. Dengan seenaknya mereka menjegal kedua kakiku. membuatku jatuh tersungkur, lalu membenturkan lututku ke tubuh keras mereka. Sakit, pegal. Aah, tapi aku tak peduli. Aku tak punya waktu untuk merintih kesakitan. Aku harus segera masuk kamar dan mengunci pintu, HARUS..!!

Brak..!!! Setelah berlari sambil menahan pegal, akhirnya aku sampai juga di dalam kamar. Hosh.., hosh.., nafasku putus-nyambung, golok masih tergenggam erat di tangan. Tapi saat ini, golok itu terasa bagai rongsokan saja, seperti bukan senjata. Keberanianku terus luntur walaupun memegang golok. Cuih, golok..? Buat apa..? Memangnya hantu bisa dibabat pake golok..?

Cemas, khawatir, takut, penasaran, campur aduk jadi satu. Aku menaruh pantat diatas ranjang, diam membisu. Golok sudah aku letakkan. Layaknya mainan tak berdaya, teronggok di atas meja. Meski masih dibayangi rasa takut, aku berusaha untuk memberanikan diri. Aku ingin tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. Aku tidak boleh takut, seorang laki-laki harus bisa mengatasi rasa takut. Karena itulah, kali ini kupasang telinga lekat-lekat. Kucermati setiap suara. Detik jam, bisikan angin, bahkan cericit kampret yang hilir-mudik membentur gendang telinga.

Tik.., Tok.., Tik.., Tok..!! Beberapa detik berlalu dengan hampa. Jujur saja.., meski membuatku takut, sebenarnya aku ingin suara ketukan itu kembali terdengar. Aku ingin tahu darimana suara itu berasal. Aku tak mungkin bisa tidur jika terus dihantui rasa takut. Aku ingin menjadi seorang laki-laki yang bisa mengatasi rasa takut. Aku ingin menja…

 

Tok.. tok..!!

 

Apa....? suara itu datang lagi…?

Kyaaa...!!! Rasa ingin-tahuku mendadak sirna. Aku tak ingin tahu apa-apa. Aku lebih memilih untuk melompat keatas kasur, menarik selimut, lalu menutup kepala dengan bantal. Tubuhku meringkuk sambil memejamkan mata. Kupikir, saat ini, bukan pintu depan lagi yang berbunyi, karena suaranya terdengar semakin jelas. Ya, semakin jelas.., semakin dekat. Hingga seakan-akan suara itu berasal dari kaca jendela. Ah, bukan. Dari pintu kamar..? Bukan. Dari eternit..? Juga bukan. Lalu darimana..?

Hii.., Jangan-jangan saat ini, saat kupejamkan mata, saat dunia diliputi gelap gulita, aku sedang dibawa ke alam astral. Ke alam sejuta pintu, sejuta jendela. Mungkin aku telah diculik lalu dihantui oleh suara ketukan, selamanya. Brrrr..!! tubuhku panas dingin memikirkan hal itu. Pengapnya selimut semakin menambah kacau perasaanku.

 

Tok.. tok..!!

 

Kyaaa...!!! Tolooonnggg…!!! Pergilah…, pergiiii…!!! Aku takuuuttt..!!! Huu…, Huu…!!!..

Butiran air menetes dari mataku. Tubuhku merinding, bulu kudukku berdiri. Dan yang lebih parah lagi, aku menangis. Seakan-akan sekarang aku telah bermetamorfosa secara tak sempurna menjadi sesosok pria yang memakai rok mini serta BH. Ternyata aku seorang penakut. Dan sebagai seorang penakut, bagaimana mungkin aku bisa berkata bahwa laki-laki harus bisa melindungi wanita dari rasa takut..? Pantaskah aku disebut sebagai laki-laki..? Pantaskah aku..? Pan.., Hiks..!!!

Ta.., tapi tunggu sebentar. Sepintas lalu, terasa ada yang aneh saat suara ketukan itu berbunyi. Dibalik rasa takut, ada rasa lain yang muncul secara samar. Dan perasaan itu pernah aku rasakan dalam waktu dekat ini. Kapan..? Dimana..? Seperti apa..? Entahlah, aku lupa.

Mataku kian terpejam, keringatku berleleran. Selimut kutarik sedemikian rapat, membuatku kekurangan oksigen. Kepalaku pusing, melayang, terbang ke awang-awang. Saat kesadaranku mulai hilang, memoriku dibenturkan ke peristiwa tadi pagi. Saat aku hendak berangkat kuliah, dan kau pun beranjak ke sekolah. Saat aku tersenyum padamu, lalu kau balas senyumanku. Manis, cantik, lugu. Haha.., saat itu perasaanku sedemikian terbang, jantungku berdetak kencang, dan hatiku seperti dike...

Ahh, Aku merasa bahwa secercah sinar terang telah masuk kedalam kamar, menembus selimut, menerobos selaput mata, lalu menerangi retina. Perlahan kubuka mata, menghempaskan bantal, melempar selimut dan beranjak duduk. Lalu, sambil cengar-cengir dan garuk-garuk kepala., seketika itu pula aku bergumam :

 

 

Akhirnya aku tahu, ternyata suara itu berasal darimu

Yang sedang mengetuk pintu hatiku

 

 

*****************

 

Purwokerto, di bulan juni

Ditulis togie, diedit mbak fee