
Malam itu disebuah daerah di jawa barat yang terkenal dengan udaranya yang dingin kami berkumpul membentuk sebuah lingkaran mengelilingi seseorang yang sangat kami hormati. Dengan khusyu kami mendengarkan nasehat yang beliau sampaikan. Salah satu nasehat yang begitu membekas di hati adalah tentang pentingnya sebuah keteladanan, tentang betapa pentingnya sebuah aksi nyata, bukan hanya sekedar kata-kata.
Beliau berkata bahwa salah satu cara untuk sukses adalah dengan belajar menulis dan berbicara. Boleh saja anda berargumen hingga mulut ber busa-busa, namun jika tidak seorangpun mempercayai apa yang anda katakan maka apalah artinya. Begitupun sebaliknya, silahkan paparkan sebuah teori aneh yang tidak bisa dilogika, atau buatlah sebuah kebohongan yang mendekati sempurna. Jika anda bisa membuat orang lain percaya maka perkataan anda tersebut bisa dianggap benar, tak peduli seberapapun ngawurnya. Karna itulah, kalau ingin meraih keberhasilan di dunia maka latihlah lidah anda.
Saya masih ingat peristiwa yang terjadi beberapa tahun yang lalu, saat pertama kali merasakan bangku perkuliahan. Saat itu saya diberi berbagai pemahaman oleh seseorang tentang pentingnya quantum learning dalam pelaksanaan pembelajaran. Saya diajari bahwa bangku kuliah itu beda dengan bangku SMA (walaupun sebenarnya bangku tersebut sama-sama terbuat dari kayu, tidak ada bedanya) sehingga cara belajarpun akan berbeda. Hebatnya, beliau juga memberikan landasan berupa dalil yang diambil dari Alqur'an atau Al-hadits untuk mendukung perkataannya. Ya, saat itu saat itu saya benar-benar bersemangat untuk melakukan Quantum learning dalam belajar. Saya kagum dengan perkataan beliau, dan sayapun memberikan kepercayaan penuh pada beliau.
Namun yang terjadi kemudian adalah, tak satupun perkataan tersebut yang bisa beliau laksanakan. Dan yang paling parah adalah beliau sama sekali tidak menyadarinya. Saat para mahasiswa disuruh untuk mengisi angket tentang perkuliahan yang diampu beliau berkata :
"Isilah dengan jujur, saya tidak akan tersinggung walaupun kalian mengkritik saya. Bukankah kita harus saling nasehat-menasehati, harus saling mengingatkan."
Dan kamipun berusaha untuk menuliskan berbagai kendala yang selama ini dihadapi, kemudian mengembalikan angket tersebut. Namun setelah seluruh angket beliau baca, beliau marah dan mengancam kami.
"Siapa yang sudah berani menulis hal-hal buruk tentang saya..? Memang di angket ini tidak tertulis siapa namanya, tapi awas kalau ketahuan. Saya bisa menyamakan tulisan tangan di angket ini, dengan tulisan kalian. tunggu saja"
Dan yang membuat saya trenyuh adalah, akibat yang ditimbulkan oleh sikap beliau ini. Selesai kuliah ada beberapa mahasiswa non-muslim yang mengeluh :
"Kenapa orang islam itu munafik ya gie, kalau bicara sih indah banget tapi perbuatannya berbeda 180 derajat"
Saya ingin membantah perkataan tesebut namun apa daya, saya benar-benar sudah kehilangan semangat untuk berbicara.
Contoh diatas terjadi didalam ruang lingkup kampus, dan contoh yang lebih ekstrim bisa kita lihat saat kampanye pemilu. Berbagai macam janji kosong, kata-kata manis, propaganda dan tipu muslihat licik bermain disana. Asal masyarakat percaya janji yang diucapkan maka cukuplah sudah. Soal janji tersebut bisa dilaksanakan atau tidak itu bukan masalah, kita hanya tinggal menyiapkan beberapa alasan yang dianggap masuk akal. Sungguh, sudah terlalu banyak orang di negeri ini yang "pandai" merangkai kata-kata mutiara namun terlalu sedikit orang yang bisa mengaplikasikannya.
Itulah yang membuat saya begitu menjunjung tinggi arti dari "keteladanan". Saya berpendapat bahwa jika anda adalah seorang praktisi beladiri yang ingin mengajari murid anda cara mematahkan benda keras, maka coba patahkan benda tersebut di depan mereka. Jika anda adalah seorang da'i yang ingin mengajak masyarakat untuk menjalin ukhuwah dan silaturahmi, berilah contoh terlebih dahulu. Coba untuk selalu bermurah senyum dan mengucapkan salam. Memang kita tidak selalu bisa untuk memberikan contoh pada semua yang ingin kita sampaikan, namun kalau ada sesuatu yang bisa kita lakukan maka tidak ada salahnya untuk mencoba.
Saya masih ingat bahwa dulu Tarmo pernah berkata:
"Jangan terlalu banyak bicara tentang sesuatu hal yang tidak kita kuasai. Giat-giatlah belajar agar kita mengusai topik yang ingin disampaikan. Sayap burung elang akan bertambah kuat hanya bila digunakan untuk terbang. Begitu pula dengan kita."
Dia juga berkata seperti ini:
"Jangan memberi nasehat yang kita tahu bahwa hal tersebut tidak bisa dilakukan karna seringkali kita berbicara hanya karena ingin dianggap pandai oleh orang lain. Dalam kasus ini, bisa tidaknya kata-kata tersebut dilakukan tidaklah penting. Asal kita dianggap hebat, maka itupun sudah cukup."
Ternyata dibalik sifat spontanitasnya, dia memiliki kebijaksanaan yang tak bisa diduga. Semoga dia cepat pulang kembali ke Indonesia agar dapat saya dengarkan lagi untaian kata bijaknya.
Malam itu disebuah daerah di jawa barat yang terkenal dengan udaranya yang dingin kami berkumpul membentuk sebuah lingkaran mengelilingi seseorang yang sangat kami hormati. Dengan khusyu kami mendengarkan nasehat yang beliau sampaikan.
Gambar diambil dari : Hp nokia 3660 milik adik, yang digunakan saat uji coba untuk memfoto tangan-lampu di kamar saya.
Beliau berkata bahwa salah satu cara untuk sukses adalah dengan belajar menulis dan berbicara. Boleh saja anda berargumen hingga mulut ber busa-busa, namun jika tidak seorangpun mempercayai apa yang anda katakan maka apalah artinya. Begitupun sebaliknya, silahkan paparkan sebuah teori aneh yang tidak bisa dilogika, atau buatlah sebuah kebohongan yang mendekati sempurna. Jika anda bisa membuat orang lain percaya maka perkataan anda tersebut bisa dianggap benar, tak peduli seberapapun ngawurnya. Karna itulah, kalau ingin meraih keberhasilan di dunia maka latihlah lidah anda.
Saya masih ingat peristiwa yang terjadi beberapa tahun yang lalu, saat pertama kali merasakan bangku perkuliahan. Saat itu saya diberi berbagai pemahaman oleh seseorang tentang pentingnya quantum learning dalam pelaksanaan pembelajaran. Saya diajari bahwa bangku kuliah itu beda dengan bangku SMA (walaupun sebenarnya bangku tersebut sama-sama terbuat dari kayu, tidak ada bedanya) sehingga cara belajarpun akan berbeda. Hebatnya, beliau juga memberikan landasan berupa dalil yang diambil dari Alqur'an atau Al-hadits untuk mendukung perkataannya. Ya, saat itu saat itu saya benar-benar bersemangat untuk melakukan Quantum learning dalam belajar. Saya kagum dengan perkataan beliau, dan sayapun memberikan kepercayaan penuh pada beliau.
Namun yang terjadi kemudian adalah, tak satupun perkataan tersebut yang bisa beliau laksanakan. Dan yang paling parah adalah beliau sama sekali tidak menyadarinya. Saat para mahasiswa disuruh untuk mengisi angket tentang perkuliahan yang diampu beliau berkata :
"Isilah dengan jujur, saya tidak akan tersinggung walaupun kalian mengkritik saya. Bukankah kita harus saling nasehat-menasehati, harus saling mengingatkan."
Dan kamipun berusaha untuk menuliskan berbagai kendala yang selama ini dihadapi, kemudian mengembalikan angket tersebut. Namun setelah seluruh angket beliau baca, beliau marah dan mengancam kami.
"Siapa yang sudah berani menulis hal-hal buruk tentang saya..? Memang di angket ini tidak tertulis siapa namanya, tapi awas kalau ketahuan. Saya bisa menyamakan tulisan tangan di angket ini, dengan tulisan kalian. tunggu saja"
Dan yang membuat saya trenyuh adalah, akibat yang ditimbulkan oleh sikap beliau ini. Selesai kuliah ada beberapa mahasiswa non-muslim yang mengeluh :
"Kenapa orang islam itu munafik ya gie, kalau bicara sih indah banget tapi perbuatannya berbeda 180 derajat"
Saya ingin membantah perkataan tesebut namun apa daya, saya benar-benar sudah kehilangan semangat untuk berbicara.
Contoh diatas terjadi didalam ruang lingkup kampus, dan contoh yang lebih ekstrim bisa kita lihat saat kampanye pemilu. Berbagai macam janji kosong, kata-kata manis, propaganda dan tipu muslihat licik bermain disana. Asal masyarakat percaya janji yang diucapkan maka cukuplah sudah. Soal janji tersebut bisa dilaksanakan atau tidak itu bukan masalah, kita hanya tinggal menyiapkan beberapa alasan yang dianggap masuk akal. Sungguh, sudah terlalu banyak orang di negeri ini yang "pandai" merangkai kata-kata mutiara namun terlalu sedikit orang yang bisa mengaplikasikannya.
Itulah yang membuat saya begitu menjunjung tinggi arti dari "keteladanan". Saya berpendapat bahwa jika anda adalah seorang praktisi beladiri yang ingin mengajari murid anda cara mematahkan benda keras, maka coba patahkan benda tersebut di depan mereka. Jika anda adalah seorang da'i yang ingin mengajak masyarakat untuk menjalin ukhuwah dan silaturahmi, berilah contoh terlebih dahulu. Coba untuk selalu bermurah senyum dan mengucapkan salam. Memang kita tidak selalu bisa untuk memberikan contoh pada semua yang ingin kita sampaikan, namun kalau ada sesuatu yang bisa kita lakukan maka tidak ada salahnya untuk mencoba.
Saya masih ingat bahwa dulu Tarmo pernah berkata:
"Jangan terlalu banyak bicara tentang sesuatu hal yang tidak kita kuasai. Giat-giatlah belajar agar kita mengusai topik yang ingin disampaikan. Sayap burung elang akan bertambah kuat hanya bila digunakan untuk terbang. Begitu pula dengan kita."
Dia juga berkata seperti ini:
"Jangan memberi nasehat yang kita tahu bahwa hal tersebut tidak bisa dilakukan karna seringkali kita berbicara hanya karena ingin dianggap pandai oleh orang lain. Dalam kasus ini, bisa tidaknya kata-kata tersebut dilakukan tidaklah penting. Asal kita dianggap hebat, maka itupun sudah cukup."
Ternyata dibalik sifat spontanitasnya, dia memiliki kebijaksanaan yang tak bisa diduga. Semoga dia cepat pulang kembali ke Indonesia agar dapat saya dengarkan lagi untaian kata bijaknya.
Malam itu disebuah daerah di jawa barat yang terkenal dengan udaranya yang dingin kami berkumpul membentuk sebuah lingkaran mengelilingi seseorang yang sangat kami hormati. Dengan khusyu kami mendengarkan nasehat yang beliau sampaikan.
Gambar diambil dari : Hp nokia 3660 milik adik, yang digunakan saat uji coba untuk memfoto tangan-lampu di kamar saya.
Betul Gie.., kita tak hanya ingin mendengar kata2, tapi yg terpenting adalah apa yang dikerjakan..
BalasHapusThx sharingnya ya.. :)
Sama-sama mbak..
BalasHapuspengajaran terbaik memang keteladanan. Nggak perlu capek2 ngomong, ditambah gombal2an yang nambah dosa. Tapi tentu, mengajarkan dengan kata2 mutlak diperlukan. Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang tidak mengerjakan apa yang dikatakannya.
BalasHapusAmiinn.........
BalasHapusMari sama-sama berdoa
asalamu'alaikum togie....jurnalnya bagus banget...o iya saya aseli pwt loh.togi pwtnya mana?....
BalasHapuswah.. togie terbang deh.. hihihihi...
BalasHapusWa'alaikum salam
BalasHapusTerimakasih banyak mbak..
Saya di sokaraja, deket perumahan teluk.
mbak sendiri dimana..?
Salam kenal
:P
Haha, iya nih...
BalasHapusUdah tinggi banget, mau ikut...?
Un, kasih pujian dong...
oh iya.. togieee jurnalnya bagus banget.... (pura-pura senyum) hahahhaha...
BalasHapusbtw ikutkan ke BA ya?
BA..?
BalasHapusItu Apaan...?
waksssss....... pegimane?
BalasHapusBlog Awards kk.. ^^
WAKSS...!!!!!!!!!!
BalasHapusTak Kirain Banyumas Affair...
Pantesan!!!
BTW, Idenya Boleh Juga..
Kayaknya Keren
Orang Keren, Di Zona yg Keren Juga
Haha, Matching...
weh mau ada Banyumas Afair yah?
BalasHapusbukanya itu biasanya april?
Makanya, Mana ada Banyumas April di Bulan Juni...!!!
BalasHapusBTW, kpn main ke pwt
hahahahah... besok ke pwt, tgl 25
BalasHapusHmm,
BalasHapusSugeng Rawuh teng purwokerto
Monggo..
*Mbungkuk-Mbungkuk*
=')) so inspirating,,
BalasHapusthanks,,
You're welcome...
BalasHapusThanks 4 u'r reply