Selepas hari raya idul fitri, saya dan teman-teman SMA mengadakan silaturahmi sekaligus reuni di Purwokerto. Namun berbeda dengan reuni sebelumnya, sembari berbagi informasi tentang beberapa teman kami yang sudah menikah, para peserta yang masih melajang semuanya ini sepakat untuk mendiskusikan satu topik lagi. Yaitu tentang kriteria suami/istri yang ideal. Diskusipun dimulai dengan sebuah pertanyaan yang ditujukan pada kaum hawa.
"Menurut anda, suami yang ideal itu seperti apa...?"
Dan hasilnya dari empat orang wanita, tiga diantaranya memberikan jawaban yang hampir sama. Wanita pertama ingin mempunyai suami yang sudah mapan dalam bekerja. Wanita kedua menginginkan suami yang sudah memiliki penghasilan tetap. Sedangkan wanita ketiga malah ingin bersuamikan seorang ekportir/importir, entah apa alasannya.
Hanya satu orang yang memberi jawaban berbeda. Dia berkata bahwa yang harus dilihat dari seorang pria adalah dien-nya, sedangkan materi, status dan pekerjaan itu nomor dua. Menurutnya jika seorang pria sudah berani untuk membina rumahtangga, berarti dia sudah mempunyai persiapan yang matang dalam bekerja. Atau paling tidak dia sudah merencanakan dengan baik bagaimana cara untuk menafkahi keluarga. Lagipula bukankah Allah sudah menjanjikan bahwa Dia akan mencukupi rizki umat-Nya yang sudah menikah...?
Dari keempat jawaban diatas perkenankanlah saya menyimpulkan bahwa pada umumnya yang wanita lihat dari seorang pria adalah materinya. Soal tampang, pendidikan dan lain-lain itu nomor dua. Para pria tahu itu. Karena itulah kaum Adam hobi memamerkan harta yang dia punya. Contoh kecil yang bisa kita lihat adalah betapa sukanya mereka memakai mobil mewah, motor bagus, HP keren, dan barang mahal lainnya. Agar para wanita dapat melihat materi yang mereka punya. Maka tidak heran jika istilah cewe matre begitu familiar ditelinga kita, karena memang begitulah kenyataannya. Bagi sebagian besar wanita.
Lain halnya dengan laki-laki. Berawal dari hobi bertanya tidak jelas kesana-sini saya berhasil mengorek jawaban tentang kriteria istri ideal bagi kaum pria. Secara naluri, hal pertama yang dilihat pria dari seorang wanita adalah fisiknya. Berkisar tentang seberapa cantik wajahnya, seberapa langsing tubuhnya atau seberapa manis senyumnya. Setelah itu baru dilihat sifat dan kepribadiannya. Para wanita tahu itu. Karena itulah mereka rela menghabiskan waktu sekian lama untuk berdandan, mengeluarkan begitu banyak uang untuk membeli kosmetik atau melakukan diet habis-habisan. Agar para pria bisa melihat bahwa mereka itu istimewa.
Mungkin pendapat saya terkesan ngawur, lha wong cuma mengambil sample dari empat orang saja kok sudah berani menyimpulkan macam-macam. Anda pasti berpikir seperti itu kan..? Tapi percayalah, bukan saat reuni saja saya mengajukan pertanyaan ini. Di kampus, di MIRC, di YM atau dimanapun juga saya selalu menyempatkan diri untuk bertanya. Dan hasilnya tidak jauh berbeda. Walaupun memang saya akui ada beberapa wanita/pria istimewa yang memberikan jawaban istimewa pula. Misalnya saja saat via YM ada teman yang berkata "Kalau kamu suka daku tapi belum punya persiapan apa-apa, berarti dikau harus sering-sering berpuasa" GUBRAK...!!!. Juga saat Tarmo dengan garang membentak saya "Keterlaluan, penampilan itu bukan yang nomor satu Gie...!!!". Tapi jujur saja, hanya sedikit yang seperti itu.
Jadi kesimpulannya : Janganlah tersinggung kalau anda dicap sebagai wanita yang matre, karena memang begitulah kenyataannya. Jangan pula marah bila anda dicap sebagai pria mata keranjang, karena itu sesuatu yang normal-normal saja. Namun harap dicatat pula bahwa semua ada aturannya. Matre boleh saja, asal jangan berlebihan. Lirik sana-sini juga sah asal tidak melanggar batas yang ada.
Note : Sayang ada seorang MP-er beserta beberapa temannya yang datang terlambat, jadi tidak sempat mengikusi diskusi aneh ini. Tapi ada untungnya juga ding, soalnya kalau peserta wanitanya bertambah bisa-bisa kesimpulan yang saya ambil nanti berbeda. Dan tulisan inipun tidak akan pernah tercipta.
Gambar diambil dari sini
Purwokerto, 29 Oktober 2006
Togie de Lonelie