Jumat, 13 Oktober 2006

Soto Sufi dari Madura

Rating:★★★★
Category:Books
Genre: Religion & Spirituality
Author:D. Zamawi Imron
Prolog :
Oleh, K.H.A. Mustofa Bisri


Meski punya rumah yang apik dan teduh, D. Zamawi Imron adalah seorang yang suka - atau dipaksa - berkelana. Karenanya dia banyak bertemu dan berkenalan dengan orang dengan berbagai ragam perilakunya. Dia bertemu dan berkenalan dengan berbagai kalangan dan lapisan; mulai dari kyai, seniman, penyanyi, artis, pengusaha, hingga tukang ngarit dan pemetik daun tembakau. Kelebihan dan sekaligus keuntungan penyair alam ini ialah: dia dianugerahi Tuhan tabiat suka bergaul dan semangat untuk belajar kepada dan dari siapa dan apa saja. Itulah barangkali sebabnya dia tidak pernah merasa rendah diri atau sebaliknya sombong dan tinggi hati. Maka diapun 'kaya' tanpa orang mengetahui darimana dia 'memperoleh' kekayaannya. Min haitsu la yahtasib istilah santrinya.

Kebiasaan lain penyair pemegang rekor pencipta puisi termahal ini, ialah membagi kekayaannya kepada orang lain. Salah satu kekayaannya yang dibagikan kepada kita sekarang ini adalah hasil 'pengelanaannya'. Cerita-cerita sangat pendek tentang manusia, tentang kita.

Dari yang sederhana, Zamawi pun menyuguhkan secara sederhana, nilai-nilai yang tidak sederhana. Misalnya harga diri yang disuguhkan melalui kisah Lurah Sukma (kehormatan semu) dan tukang becak (Jam Bersejarah); keikhlasan yang disuguhkan lewat cerita orang sederhana macam Cong Mat (Memudahkan Jalan). Meskipun ada juga yang boleh disebut tidak sederhana seperti dalam Hakikat Bunga dan Tabligh.

Seperti diketahui, D. Zamawi Imron aslinya adalah penyair. Penyair alam yang hidup dan akrab - kalau tidak menyatu - dengan alam. Rata-rata puisinya, jika lukisan, ibarat lukisan-lukisan Picasso. Terlalu dalam untuk orang awam. Namun seperti diketahui pula, Zamawi sangat akrab - kalau tidak menyatu - dengan orang-orang awam. Maka saya menduga, dia ingin membagi 'kekayaan'nya tidak hanya kepada dirinya sendiri dan orang-orang khas semisalnya, tapi juga 'orang-orang awam'. Maka sebagai penyair, dia hanya bersyair. Selebihnya, dia adalah da'i; baik secara lisan maupun tulisan seperti melalui buku soto sufi-nya ini. Hematnya dalam kata, tidak terlepas dari pengaruh kebiasaannya bersyair. Dan ini tentu menguntungkan para pembaca zaman akhir yang 'sibuk' dan hampir tak mempunyai waktu untuk membaca.

Mengingat kebiasaan Zamawi berkelana dan bergaul serta keahliannya menulis dan bertutur, saya menduga buku soto sufi dari madura ini akan terus disusul dengan buku soto sufi dari madura II, II, IV, dan seterusnya. Semogalah demikian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar