Rabu, 20 Desember 2006

Sebenarnya Aku Seorang Pembunuh



Kuambil golok yang tergeletak diatas meja, sudah berkarat tapi masih terlihat tajam. Lalu kubawa ke dapur dan kuasah disana. Srek.. srek.., begitu bunyinya. Terdengar begitu ritmis, bak penyanyi muda yang melantunkan lagu melankolis. Selesai kuasah, kugoreskan mata golok ke ujung jari untuk memastikan bahwa senjata ini sudah cukup tajam. Tapi akibatnya...

"SRAAKKK…!!!"

Uhh, jariku tergores. darah mengalir deras. Perih, sakit, tapi kutahan. "Mangsamu kali ini akan lebih sakit Gie, paling tidak kamu harus tahu apa yang mereka rasakan". Ku coba tuk pejamkan mata. Terbayang tubuh mereka yang terbacok berlumur darah. Menggeliat menahan sakit. Berusaha lari agar tetap hidup dan akhirnya mati. Untuk sesaat muncul rasa kasihan, lalu kutepis. Mereka harus mati oleh tanganku sendiri. Sadis..? Memang. Tapi itulah aku, Togie.

Perlahan-lahan darah hanya tinggal tetesan, dan golok pun kusimpan. Kuhabiskan hari di beranda rumah, merenung, menguatkan hati. Paling tidak ada puluhan nyawa yang harus melayang malam ini, dan itu cukup membebani. Bagi seorang pembunuh sekalipun.

Malam menjelang, gerimis turun tidak begitu deras lalu berhenti. Kuambil golok, senter, penutup kepala dan peralatan lainnya. Setelah kegelapan menyelimuti bumi aku berkumpul dengan rekan-rekan yang lain, rekan yang akan bermandi darah sama sepertiku.

Dari jembatan di perbatasan desa kami berangkat, menyusuri pematang sawah, menerobos kebun, menyeberang sungai, lalu mendaki gundukan tanah yang cukup tinggi. Tibalah kami ditempat pembantaian. Sawah yang begitu luas membentang dihadapan kami. Dalam kegelapan terlihat puluhan korban yang sedang bersenda gurau, tanpa sadar bahwa ajal sedang menanti. Kami pun membagi tugas. Mereka dibawah sana jumlahnya jauh lebih banyak, jika kami menyerang sekaligus banyak diantara mereka yang dapat menyelamatkan diri. Karena itu kami harus berpencar, menghadang, membacok, membinasakan, dan mencabut nyawa siapa pun yang berusaha lari. Ha..ha.., mahluk tak berdaya seperti mereka bisa apa..? Tak mungkin dapat menghadapi kami. Selanjutnya kami pun berpencar.

Tiga puluh menit kemudian golok yang diasah tajam sejak pagi sudah berwarna merah oleh darah, amis, anyir. Seperti yang telah diduga, para mahluk tak berdaya ini hanya bisa meratap, tanpa sedikitpun memberikan perlawanan. Karena itulah tugasku jadi semakin mudah, hanya tinggal mencari mangsa yang sedang bersembunyi, mengendap-endap lalu "CROOTTT" nyawa pun melayang.

Akan tetapi lambat laun mulai timbul keanehan, mangsa yang tadinya begitu banyak seakan-akan menghilang. Sepertinya mereka telah mempersiapkan tempat persembunyian atau markas rahasia dan menunggu kesempatan untuk melawan kami. Ah, ini tak boleh terjadi. Mereka harus dibinasakan sebelum sempat mempersiapkan perlawanan. Akupun berjalan dengan tergesa-gesa, menyeruak lumpur sedalam lutut sambil mengamati keadaan sekeliling. Hingga kulihat sosok itu, sosok yang hampir membuatku berteriak terkejut.

Kulihat satu mangsa yang akan kembali meregang nyawa. dan dia sedang bersembunyi, Membenamkan dirinya dalam lumpur, berhadap agar tak pernah ditemukan oleh kami. Tapi harapan itu sia-sia belaka. Pelan-pelan kudekati dia, kugenggam golok dengan erat, kuangkat tinggi-tinggi lalu kuayunkan sekuat-kuatnya, seakan-akan baju zirahpun pasti akan terbelah oleh ayunan ini. Ya, dia pasti mati, hingga kemudian :

“HAII, SEDANG APA KAMU...?"

Sial, pak tani. Aku kaget, ayunanku melenceng. Mangsa yang tadi bersembunyi pun tersadar, dan lari menyelamatkan diri. Sialnya lagi, pak tani berjalan menghampiri lalu bertanya :

"Kamu sedang apa malam-malam begini, pake bawa golok segala. Mau macam-macam hah..? Punya niatan tidak baik..?”

GRRHHH, gawat dia mulai curiga. jangan-jangan perbuatan kami diketahui.

Golok pun kugenggam semakin erat. Jarak kami hanya satu langkah. Dengan satu ayunan saja, golok ini pasti mengenai tubuhnya. Tapi, ah.. bukankah seorang pembunuh profesional hanya boleh menghabisi sasarannya, tanpa melibatkan pihak yang tak berdosa.

"Ma.. maaf pak.. tadi anu.., itu.. mm.."

"Ya sudah. pergi sana. besok sawah ini mau saya tanami, jadi jangan diinjak-injak"

Akupun pergi. Untung para korban sudah kami amankan, kami masukkan kedalam kantung-kantung yang telah disiapkan. kalau tidak...?

Menjelang subuh, kami, para pembunuh ini beranjak pulang. Melangkah lunglai, badan penuh lumpur, tangan berlumuran darah. Kami berjalan melewati rute yang tadi dilalui. Sesampainya dirumah, kuletakkan golok di tepi sumur, golok yang sudah berwarna merah. Besok saja aku cuci, aku capek, ingin istirahat. Tapi sebenarnya jiwaku lebih capek. Aku merasa berdosa.

Beberapa menit kemudian, saat masih merenung sambil menatap langit-langit dapur bapak datang menemui, menepuk bahu, menatapku dengan pandangan berwibawa. Ah, seorang bapak memang selalu mengerti apa yang dirasakan anak lelakinya. Dan tampaknya dugaan itu tepat. Terlebih lagi saat beliau bertanya :

“Istirahat dulu nak. mungkin kamu capek. Gimana ngobornya..? Dapat..? Seharusnya di musim seperti ini belut lagi banyak-banyaknya. Bapak denger di sawah deket terminal ada banyak.”

“Iya pak, tadi juga saya ngobor disana. Tuh dapet satu kantong kain. Ada dua kilo kali ya? Harusnya sih dapat lebih banyak lagi pak. Sayang tadi dimarahi pak tani. Katanya sawahnya mau ditanami jadi tidak boleh diinjak-injak.”

“Haha.., gak ada hubungannya gie. Sawah disitu memang banyak belutnya, kali aja pak tani pingin ngobor juga.”


Ah.., iya. Tapi tak apalah, cuekin saja. Apalagi sudah terbayang harumnya aroma belut goreng yang akan kusantap besok pagi. Gurihnya, renyahnya, KRIUUKKK... Hmm.., SEDAAAPPP...!!! Seorang pembunuh pun pasti pernah ingin makan belut goreng. Betul kan..?



*Cerita ini hanya fiksi belaka, sama sekali tidak bisa dipercaya

Purwokerto, 18 Desember 2006
Togie de Lonelie





24 komentar:

  1. belut bakar enak ga yah?
    tapi serem sih belut... jadi inget "sesuatu"

    BalasHapus
  2. Inget apa mas..? Kalau ular lebih serem.
    Daku pernah ngobor belut tp dikejar ular belang-belang yg gerakannya secepat kilat
    Walhasil hanya bisa lari pontang-panting meninggalkan golok, obor, tas serta sandal jepit

    BalasHapus
  3. tau ga? pertamanya saya pikir mangsanya Togie and the gank itu ayam...
    eh ternyata belut,
    bagi dong?

    BalasHapus
  4. gie daripada capek2 ngobor beli aja tuh di getuk asli di sokaraja! dijamin gurih

    BalasHapus
  5. oalahhh mas togie... ada2 aja aku pikir beneran!!!

    BalasHapus
  6. cerita fiktifnya mendalam banget..
    belut sawah emang uuueeennaaaakkkkk... tp skrg jrg dijumpai lg loh. sawah2 di purwokerto msh byk belut yach?

    BalasHapus
  7. belut goreng??...hiiii.iiii..... kayak cacing...

    BalasHapus
  8. Kayanya aku tertipu deh.....yang aku kira itu adalah ayam eh terus setelah ada kata sawah aku pikir ular....mas gie2...ceritanya bisa menipu juga.....he..he...he...

    BalasHapus
  9. iya nih anak...kok bisa siy bikin cerita kaya gitu????
    tapi lucu lho gaya penulisannya..bikin aku ketawa...

    BalasHapus
  10. Wah.., setelah baca reply mbak, daku malah baru kepikiran kalo golok itu pun bisa buat nyembelih ayam. Bukan cuma buat nangkep belut.
    btw, dalam satu hari belut gorengnya habis mbak.

    *tapi yg ngobor bokap, bukan daku

    BalasHapus
  11. Belut goreng kemasan biasanya hasil ternak ndah, masih kalah enak dibandingkan belut sawah
    anu, sebenarnya sih bukan masalah enak-nggak nya. tapi harganya itu lho..
    bisa buat OL di warnet teknik belasan jam lamanya

    BalasHapus
  12. Sebenarnya gini mas. Kemaren tiba-tiba saja bapak bikin obor buat cari belut. Tapi daku gak diajak ikut. Daku sebel. Jadi biar sebelnya ilang daku nulis kaya gini deh.
    Di sawah deket terminal baru PWT masih banyak kok mas. Emang bener, enak..

    BalasHapus
  13. gak papa Ndu
    Nikmati saja

    *KARENA RASA ADALAH SEGALANYA

    BalasHapus
  14. Anu mbak.., nama saya togie..
    Status : single
    Umur : dua tiga
    Hobi : nulis dan baca
    Cita-cita : menikah secepatnya

    BalasHapus
  15. Gini ya rum, harap diingat baik-baik
    Daku ini bikin cerita horror plus thriller yang menyeramkan
    Bermaksud agar setiap orang yang membaca gemetar ketakutan
    Yang isinya cuma darah, senjata dan pembunuhan
    Kok bisa lucu sih...?
    Aneh..

    BalasHapus
  16. yee.. kalo gitu tuaan togie dong dibanding saya
    *teliti.com*

    BalasHapus
  17. Lho..? Apa iya..?
    Mbak sih umurnya berapa..?
    Kalau mbak udah lulus, kok daku masih jadi mahasiswa..?

    *BingungMode = ON

    BalasHapus
  18. Ada yang mau ditanyakan ndu..?
    Katakan saja padaku... :)

    BalasHapus
  19. saya lahir 28 Januari 1985 (siap-siap ngasih kado ya)
    kenapa udah lulus? Ada kaitannya ama cerbung...
    (yang rajin ya ngunjungi blog saya)

    btw, tapi gapapa kok dipanggil mba juga
    kesannya lebih dewasa gitu...

    *PercayaDiri MODE= ON

    BalasHapus
  20. OK mbak...
    Ditunggu lanjutan cerbungnya

    BalasHapus
  21. Gw udah ancer2 mo ngelaporin togie ke pulisi nih padahal.. Ughhh.. gak seru deh ceritanya! *gebukinTogieeee!!*

    BalasHapus
  22. LARIIIIII...............!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

    #togie manjat pohon kelapa

    BalasHapus