"Gie, aku takut", bisikmu lirih padaku. Pukul dua dinihari, saat ayam jantan masih enggan berkokok, kau menatapku dari pojok sana. Matamu yang bening semakin terlihat basah oleh airmata. Tetes demi tetes berjatuhan membanjiri pipi. Sebenarnya saat itu kau tak bersuara. Namun matamu seakan berbisik padaku, dalam bisu.
Sebenarnya aku ingin berkata bahwa sebenarnya ajal itu pasti datang. Tanpa perlu diundang. Kamu, aku, kita, akan berjumpa dengannya. Entah sekarang, besok, lusa atau entah kapan. Dan saat ini, saat aku melihat matamu, lalu kau menatap sendu padaku, para malaikat itu mungkin sedang melihat kita, sambil melihat dan mengoreksi tentang kapan mereka akan memanggil kita. Ya, benar. Ajal hanyalah sederet antrean di buku absensi, dan kita hanya bisa menunggu giliran kita dipanggil. Jadi, buat apa takut pada kematian..? Toh nyatanya kita semua akan mampus juga, entah dengan cara apa. Itu terserah tuhan, bukan urusan kita. Yang perlu kita takuti adalah mau bagaimana Tuhan akan memperlakukan kita setelah mati, dimasukkan kedalam surga atau atau dijebloskan ke neraka.
Lalu tentang kehilangan..? Saat ini memang kau merasa kehilangan, besok mungkin aku, besoknya lagi dia, lalu mereka. Intinya kita semua akan mengalami pahitnya ditinggalkan, tergantung waktunya kapan. Jadi, maaf kalau saat ini aku tidak bisa, atau tepatnya tidak mau menghiburmu. Bukan berarti aku tidak berperasaan atau tidak punya perhatian, bukan itu.
Coba kau jujur kepadaku, sekarang pasti kau merasa sedih..? Iya kan..? Nah, sebenarnya kesedihanmu itu hanyalah ditujukan padamu semata, bukan untuk beliau. Mari realistis saja, beliau yang ada di alam sana tidak akan terbantu dengan airmata yang sedang kau tumpahkan, tak peduli berapa banyak airmata itu. Yang bisa membantu dia hanyalah amal ibadahnya, amal jariyahnya, ilmu yang dia bagi, serta doamu sebagai anak yang berbakti. Dan airmata yang sedang kau tumpahkan, itu adalah anugerah Tuhan untukmu, agar bebanmu dapat berkurang, agar kesedihanmu dapat tersalurkan. Jadi, tak tegalah aku kalau harus membendung airmatamu.
Dan kau tahu..? saat ini, saat aku melihatmu membasuh telapak kaki ayahmu, saat saudara-saudaramu membersihkan perut dan punggung ayahmu, saat ibumu membasuh ubun-ubun beliau, seolah-olah aku bisa melihat dan mendengar harapan terakhir beliau padamu. Bukan agar kau bersekolah yang tinggi, bukan agar kau semakin bertambah manis, bukan agar kau hidup bergelimang harta, tapi agar kau menjadi anak yang sholehah serta berbakti pada orang tua.
Karena itulah, saat ini, silahkan menangis sepuasnya. Tumpahkan semua air matamu. Sampai kering hingga tak bisa menangis lagi. Tapi aku harap, setelah ini, kau bisa terus mendoakan beliau. Menjelang tidurmu, saat kau terbangun, saat merenung, dan saat selesai sembahyang. Semoga saat itu, dengan hati yang lapang, dengan kepala tertunduk, dengan penuh rasa khusyu, kau dapat berbisik lirih :
"Rabbighfirli waliwalidaya warhamhumma kama robbayani shohiroo..". Ya Allah, kasihilah kedua orang tuaku sebagaimana mereka mengasihiku sewaktu kecil, amiin.
Aku masih melihat wajah manismu, dihiasi beberapa butir airmata menetes membasahi pipi. Tak ada suara, kecuali guyuran air membasahi tubuh kaku.
Purwokerto
Rumahnya jutek, malam hari
Hutan bambunya Tarmo, sore hari
Rumah si gadis manis dari RT sebelah, dini hari
Semoga mereka diberi kesabaran, amin
Togie de Lonelie
pa kabar purwokerto?
BalasHapusaku kmren dr sana Gie....
amiin.. moga diberi ketabahan....
BalasHapusamiiiin
BalasHapusBaik-baik saja bang, tapi katanya lagi rada mual dikit. Gara2 ada kampanye calon bupati
BalasHapusBtw, ke pwt berapa lama bang? acara apa..?
hiks, kok bang nichsan gak kasih kabar..?
hiks
Amiin..
BalasHapusAmiin, terimakasih banyak mbak..
BalasHapus