Setiap orang harus punya tujuan. Kenapa..? Karena pada dasarnya manusia memang harus punya tujuan. Dan kalau seseorang sudah terlanjur hidup di dunia ini tapi kok tidak tahu tujuan hidupnya, lebih baik dia jadi hewan saja. Biar rada pantes.
Bicara tentang tujuan hidup. Sebenarnya, apa sih tujuan kita dihidupkan di dunia ini..? Jawabannya ada banyak, tergantung siapa yang menjawab pertanyaan tersebut. Bila bertanya pada sang raja bejat hina dina miskin cinta George Bush JR, mungkin dia akan menjawab bahwa tujuan hidupnya adalah untuk membantai rakyat irak dan afghanistan. Namun bila kita memposisikan diri sebagai muslim, lalu harus menjawab sesuai ajaran islam, maka ada satu jawaban yang patut kita berikan, yaitu "Untuk beribadah pada Allah". Kenapa harus kepada Allah..? Tentu karena kita adalah umat islam, dan tidaklah pantas kalau ibadah kita kok diniatkan untuk pohon mangga di depan rumah. Aneh
Ok, itulah teorinya. Tapi apakah hal itu sudah sesuai dengan realitas yang kita hadapi..? Rasanya belum.
Lho, kenapa..?
Bah, berhubung anda sudah bertanya, jadi lebih baik kita jadikan diri anda sebagai contoh.
Begini, mari kita kembali ke masa kecil. Dulu, saat ditanya tentang cita-cita yang dimiliki, jawaban apa yang anda beri..? Paling-paling berkisar antara jadi dokter, astronot, pramugari, orang kaya, atau yang sejenisnya. Yang pasti, tak mungkin ada yang bercita-cita untuk menikah dengan george W bush. Dari beragam cita-cita tersebut, sebenarnya hanya berorientasi pada materi semata. Pada "Jadi dokter itu enak, bisa nyuntik pasien". "Wuiih, pramugari bisa pergi ke luar negeri". "Astronot malah piknik ke bulan". Atau yang rada cerdas dikit "Mending jadi orang kaya saja. Dokter, pramugari, astronot, nanti bisa kita bayar semuanya, hahaha"
Nah, pasti begitu kan..? Ayolah jujur saja, jangan malu-malu. Buat apa anda malu, toh cita-cita seperti itu memang sudah ditanamkan secara sadar oleh lingkungan kita. Baik orang tua, keluarga, teman, tetangga, bahkan televisi. Jadi, dont ever mind bin anyminding lah. Itu wajar kok.., wajar..
Tapi masalahnya, kewajaran inilah yang patut dikoreksi. Sebagai muslim, seharusnya, cita-cita kita adalah agar bisa mencapai tujuan diciptakannya kita ke dunia, yaitu untuk beribadah. Titik. Sedangkan dokter, astronot, pramugari atau orang kaya, seharusnya hanya dijadikan alat untuk mencapai tujuan hidup kita, bukan cita-cita final. Namun sayangnya, kok jarang yang berpikir sampai kesitu.
Orang tua kita, sejak kecil selalu mendiktekan sekolah, belajar, matematika, berhitung, IPA, IPS, dan balatentaranya. Kenapa..? Alasannya amat standar. Agar kita pintar lalu bisa menjadi dokter, astronot dan lainnya. Titik. Amat jarang yang melanjutkannya dengan : "Agar dengan menjadi dokter saya bisa intens beribadah". Jarang...
Karena itu, mumpung anda sudah terlanjur membaca tulisan ini, mumpung saya baru saja memposting tulisan ini, mumpung kita masih dibiarkan hidup tidak dibikin mati, dan mumpung kita sedang menghadapi bulan ramadhan, alangkah baiknya kalau sejak saat ini kita merubah pola pikir yang terlanjur tertanam jauh di lubuk otak. Kalau sekarang anda sudah terlanjur mencapai cita-cita sebagai dokter, astronot, pramugari, orang kaya atau yang sejenisnya, maka pada cita-cita anda, tambahkanlah kata-kata sebagai berikut : "agar dengan profesi ini saya dapat mencapai tujuan hidup saya untuk senantiasa beribadah kepada Allah".
Akan tetapi kalau toh anda belum secuilpun mencapai cita-cita berorientasi materi semacam itu, jangan putus asa, tetaplah berusaha. Yang penting tak peduli berhasil atau gagal, asalkan kita bisa menunaikan tugas kita untuk beribadah, itu sudah cukup. Sedangkan rizki kita di dunia, itu urusan Allah. Nanti biar Dia saja yang menentukan pekerjaan apa yang baik untuk kita.
Bicara tentang tujuan hidup. Sebenarnya, apa sih tujuan kita dihidupkan di dunia ini..? Jawabannya ada banyak, tergantung siapa yang menjawab pertanyaan tersebut. Bila bertanya pada sang raja bejat hina dina miskin cinta George Bush JR, mungkin dia akan menjawab bahwa tujuan hidupnya adalah untuk membantai rakyat irak dan afghanistan. Namun bila kita memposisikan diri sebagai muslim, lalu harus menjawab sesuai ajaran islam, maka ada satu jawaban yang patut kita berikan, yaitu "Untuk beribadah pada Allah". Kenapa harus kepada Allah..? Tentu karena kita adalah umat islam, dan tidaklah pantas kalau ibadah kita kok diniatkan untuk pohon mangga di depan rumah. Aneh
Ok, itulah teorinya. Tapi apakah hal itu sudah sesuai dengan realitas yang kita hadapi..? Rasanya belum.
Lho, kenapa..?
Bah, berhubung anda sudah bertanya, jadi lebih baik kita jadikan diri anda sebagai contoh.
Begini, mari kita kembali ke masa kecil. Dulu, saat ditanya tentang cita-cita yang dimiliki, jawaban apa yang anda beri..? Paling-paling berkisar antara jadi dokter, astronot, pramugari, orang kaya, atau yang sejenisnya. Yang pasti, tak mungkin ada yang bercita-cita untuk menikah dengan george W bush. Dari beragam cita-cita tersebut, sebenarnya hanya berorientasi pada materi semata. Pada "Jadi dokter itu enak, bisa nyuntik pasien". "Wuiih, pramugari bisa pergi ke luar negeri". "Astronot malah piknik ke bulan". Atau yang rada cerdas dikit "Mending jadi orang kaya saja. Dokter, pramugari, astronot, nanti bisa kita bayar semuanya, hahaha"
Nah, pasti begitu kan..? Ayolah jujur saja, jangan malu-malu. Buat apa anda malu, toh cita-cita seperti itu memang sudah ditanamkan secara sadar oleh lingkungan kita. Baik orang tua, keluarga, teman, tetangga, bahkan televisi. Jadi, dont ever mind bin anyminding lah. Itu wajar kok.., wajar..
Tapi masalahnya, kewajaran inilah yang patut dikoreksi. Sebagai muslim, seharusnya, cita-cita kita adalah agar bisa mencapai tujuan diciptakannya kita ke dunia, yaitu untuk beribadah. Titik. Sedangkan dokter, astronot, pramugari atau orang kaya, seharusnya hanya dijadikan alat untuk mencapai tujuan hidup kita, bukan cita-cita final. Namun sayangnya, kok jarang yang berpikir sampai kesitu.
Orang tua kita, sejak kecil selalu mendiktekan sekolah, belajar, matematika, berhitung, IPA, IPS, dan balatentaranya. Kenapa..? Alasannya amat standar. Agar kita pintar lalu bisa menjadi dokter, astronot dan lainnya. Titik. Amat jarang yang melanjutkannya dengan : "Agar dengan menjadi dokter saya bisa intens beribadah". Jarang...
Karena itu, mumpung anda sudah terlanjur membaca tulisan ini, mumpung saya baru saja memposting tulisan ini, mumpung kita masih dibiarkan hidup tidak dibikin mati, dan mumpung kita sedang menghadapi bulan ramadhan, alangkah baiknya kalau sejak saat ini kita merubah pola pikir yang terlanjur tertanam jauh di lubuk otak. Kalau sekarang anda sudah terlanjur mencapai cita-cita sebagai dokter, astronot, pramugari, orang kaya atau yang sejenisnya, maka pada cita-cita anda, tambahkanlah kata-kata sebagai berikut : "agar dengan profesi ini saya dapat mencapai tujuan hidup saya untuk senantiasa beribadah kepada Allah".
Akan tetapi kalau toh anda belum secuilpun mencapai cita-cita berorientasi materi semacam itu, jangan putus asa, tetaplah berusaha. Yang penting tak peduli berhasil atau gagal, asalkan kita bisa menunaikan tugas kita untuk beribadah, itu sudah cukup. Sedangkan rizki kita di dunia, itu urusan Allah. Nanti biar Dia saja yang menentukan pekerjaan apa yang baik untuk kita.
SETUJU. :-)
BalasHapusurip kuwi mung kanggo ngabdi marang Sing Kuoso... :)
BalasHapusNah.., iya kan mbak...
BalasHapusbahkan menikah pun, sebaiknya diniatkan untuk beribadah
:P
Yup.., setujuuh...
BalasHapusSoal cita2 menjadi insinyur (misalnya) ada unsur kesenangan, kesukaan, atau cinta yg positif yg tidak harus pasti berlawanan dgn mengabdi kepada Tuhan. Kalo dilawankan, akan timbul pemisahan yang sepertinya malah saya pikir mengarah ke "sekuler".
BalasHapusO ya, kenapa ya Tuhan perlu diabdi? Kan Tuhan tidak butuh manusia? Kenapa Tuhan menciptakan pengabdian pada manusia?
Lagi belajar kepada mas Togie nih.
"tidak aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah"
BalasHapuskalo gak salah, di alquran ada ayat yang bunyinya gitu
so, daku sih cuma pingin menjabarkan apa yang sudah ditentukan
lalu dibandingkan dengan realitas sehari-hari
hasilnya kayak apa? gimana? dll
btw, memang tidak berlawanan, tapi, ditaruh diurutan ke berapakah niat kita untuk beribadah melalui profesi tersebut..?
nah, disini masalahnya
Surah 51 ayat 56.
BalasHapusYa kalo saya sih berpikir bahwa dengan menjadi dokter / insinyur atau yg lain, itu sudah termasuk di dalamnya. Secara umum, instingtif manusia itu maunya ya yg baik2 dalam menentukan profesi dan bekerja di dalam profesi itu. Jadi ketika banyak orang memilih cita2 berdasarkan profesi itu sebenarnya sudah termasuk niat berbuat baik / ibadah. Kecuali kasus khusus bahwa menjadi dokter/insinyur/lainnya itu untuk niat jahat.
Mirip logika iklan-iklan pendidikan yang mengatakan bahwa lulusannya cepat dapat kerja. Saya pikir-pikir kan tujuannya itu cari duit, bukan cari kerja. Bahkan ada kerja yg tidak menghasilkan duit/penghasilan. Tapi saya tidak menyalahkan 100% bahwa yang penting adalah dapat kerja, bukan langsung mengataan dapat duit. Karena memang secara umum, untuk dapat duit ya lewat kerja.
Tulisan oom Togie juga tidak salah. Tentunya masing-masing ada kelebihan dan kelemahan.
Saya cuma berpikir bahwa ternyata ada bagian2 yang ada di masyarakat itu sudah benar.
berikhtiar... duit/materi adalah bonus. duit bisa dikatakan rizki yang disimbolkan. dan nyari rizki untuk keluarga, bangsa dan agama adalah ibadah. bener. jarang orang tua yang mendidik anak meraih cita2 untuk berjihad untuk keluarga, bangsa dan agamanya.
BalasHapusyang pasti berjuang sekecil apapun. untuk kebaikan keluarga, bangsa dan agama adalah ibadah.
Belajar dari kasus :
BalasHapus1. Ada seseorang yg bercita-cita jadi pejabat. Konon katanya pejabat harus menyalurkan aspirasi rakyat. Suatu hari, ditemukan cadangan minyak bumi yang cukup besar di blok C. Pertamina menyatakan bersedia dan bisa mengelolanya. Tapi berhubung Menlu negara XXX berkunjung ke indonesia, bawa oleh-oleh sekeranjang, akhirnya tuh minyak dikasihkan ke dia saja. Kenapa..? Sebab dia datangnya bawa oleh-oleh. Walaupun rakyat tidak setuju, dan si pejabat gagal menjalankan fungsinya, ya gak papa. Sebab sang menlu bawa oleh-oleh.
2. Ada seorang polisi. Dia hobinya berpatroli. Konon katanya, sebagai polantas, dia harus menertibkan pada pengendara di jalur lalu-lintas. Ada undang-undang dan peraturan yang jelas mengenai sanksi yang harus diterapkan. Tapi entah kenapa, setiap sebelum mengeluarkan surat tilang, terlebih dahulu dia akan berkata "Mau pengadilan atau damai, SIM dendanya segini, STNK segini, dan Helm segini". Memang melanggar peraturan, tp tak apa.
So, kalau motif utamanya lebih didasari pada hal duniawi, mungkin nantinya, bisa terjadi hal seperti itu. Lain halnya kalau motifnya untuk beribadah, hal yang lain cuma sampingan saja, mungkin tindak-tanduk kita lebih bisa dikendalikan.
Hiks..., pendapat yang bagus bang.., daku setuju..
BalasHapusTapi masalahnya.., daku kan belum menikah.., hiks
Belum punya anak..
Jadi.., harus mendidik anaknya siapa ya..?
hiks
Kalo saya lebih memilih kata "hal negatif" dibanding dgn "hal duniawi", karena duniawi itu tidak serta merta negatif, dan masih bagian penting. Bukan sekuler kan?
BalasHapusSebenarnya dari ayat di atas itu, manusia sudah secara instingtif (hardwired) untuk mengabdi. Secara mendasar, manusia yg baik/fitrah, motifnya itu pasti yg baik / mengabdi, sadar atau tidak sadar.
Untuk kasus khusus itu, ya setuju dgn oom Togie deh.
Yaah.., hal duniawi yang negatif ^_^.
BalasHapus*ngotot.com
Tapi masalahnya ya bang.., dari dulu sampai sekarang, belum pernah ada temen yang bercita-cita pingin jadi pejabat agar bisa korupsi, atau pingin jadi guru biar bisa njewerin kuping anak2 kecil. Sebagian besar dari mereka cita-citanya positif tuh, kayaknya yang lain pun juga. Nah, jadi, biarpun nantinya mereka korupsi atau apalah, itu tidak menyimpang dari cita-cita mereka. Logikanya gitu kan..?
Lain halnya, jika cita2 utama mereka dirubah. Jika memang bertujuan untuk beribadah, maka jika mereka korupsi, berarti mereka sudah tidak sejalan dengan apa yang sebelumnya telah mereka cita-citakan. Kayaknya sih gitu
Iya oom Togie ada betulnya koq. Memang walau mereka korupsi tapi mereka tidak menyimpang dari cita2, karena keadaan masyarakat kita yg sedemikian rupa membuat lingkungan seperti itu.
BalasHapusProfesi dokter kan ada sumpah dokter, yang tentunya isinya itu luhur. Tentu memang kuat2an antara fungsi lingkungan dan fungsi sumpah dokter alias niat baik itu. Kalo perlu memperkuat dgn ditambahkan niat beribadah tadi, ya betul koq.
^_^
BalasHapus