“Pak Batagor, tunggu...!!! Nek, Caca beli batagor ya..”
“Boleh cu.., beli saja. Nenek masih punya sedikit uang, sisa jual ayam kemarin.”
Nek Darsih, janda tua berusia delapan puluh tahun. Beliau hidup seorang diri. Caca, yang dianggapnya sebagai cucu, sebenarnya anak tetangga samping rumah. Sifatnya yang lugu, wajahnya yang riang dan senyumnya yang manis selalu mengingatkan Nek Darsih pada.....
Ah, sudahlah.
“Neekk, caca sudah beli batagor tiga bungkus. Gak papa ya nek...”
“Iya cu.., tidak apa-apa”
Nek Darsih tersenyum saat melihat Caca berlalu sambil tertawa riang, lalu menggigit sepotong batagor dan berlari sembari memainkan rambutnya yang dikepang dua. Anak kecil itu terlihat bahagia. Ah, mungkin hanya usia saja yang bisa mengingatkan kita akan indahnya masa kecil yang pernah dilewati. Lagi-lagi nek Darsih tersenyum.
Perlahan beliau merogoh lipatan selendang yang menutupi jarit kumalnya, akan tetapi..
Tunggu.., uang itu.., kenapa baru teringat sekarang..?Bukankah kemarin Yu Kaijem datang untuk meminjam uang, sebagai tambahan untuk mencukupi biaya sunatan anaknya. Dan Nek Darsih ingat betul bahwa uang yang beliau punya dipinjamkan semuanya..? Duh gusti.., kenapa kok bisa lupa..?
Detik berganti, waktu terus berlalu. Bapak penjual batagor tampak tidak sabar. Tapi tampaknya dia merasa segan untuk menagih Sang Nenek, kasihan. Nek Darsih pun bingung.
Cara.., cara.., bagaimana caranya...?
Ah, iya. Rutinitas itu.., rutinitas yang sering dilakoninya jika sedang tidak punya uang.
“Tunggu sebentar ya pak.., saya ambil uang dulu”
Beliaupun minta ijin untuk pergi sebentar lalu menuju ke warung sebelah, ke tempat ibu Sukemi, ibu Caca.
“Bu tadi Caca beli batagor tiga bungkus, harganya seribu lima ratus dan belum dibayar. Itu penjualnya sudah menunggu.”
“Beli batagor..? Kok yang nagih nenek, bukan si penjual?”
“Inggih Bu. Sebenarnya tadi Caca bilang pada saya, minta dibelikan batagor dan saya sanggupi. Tapi nuwunsewu bu, ternyata saya lupa bahwa semua uang saya dipinjam Yu Kaijem.”
“Lho, yang beli batagor kan Caca, yang mau mbayarin kan nenek, kenapa yang ngeluarin uang harus saya..? Kenapa bukan Yu Kaijem..? Bukankah uang nenek dipinjam sama dia..? Lagipula, kenapa neneak langsung mengijinkan...? Bukankah seharusnya Nenek atau Caca minta ijin dulu sama saya..? Gimana sih..? Lagian gini ya Nek, Cari duit dari buka warung itu untungnya sedikit, tidak seberapa. Kalau sebentar-sebentar harus keluar duit buat jajan anak, kapan kami bisa menabung..? Memangnya cari duit itu gampang apa...?”
Ah, benar juga, sekarang cari uang memang susah. Buktinya, sang nenek pun dari hari ke hari terus saja berhutang.
“Ya sudah. Kalau begitu saya pinjam uang lima ribu lagi bu, sama beras setengah kilo. Beras di rumah hampir habis.”
“Ooh, boleh nek. Maaf kalau omongan saya menyinggung hati nenek. Tapi Nek Darsih pasti tahu kan bahwa sangat sulit untuk bertahan hidup di jaman seperti ini. Saya harap nenek maklum. Oh iya, nanti tagihannya dicatat di buku kredit ya. Dibayarnya kapan-kapan saja. Gak papa kok..”
“Inggih bu, matur nuwun..”
Nek Darsih pun melangkah pergi, menghampiri penjual batagor. Setelah membayar beliau pulang ke rumah, mungkin mau menanak nasi, mandi, atau apalah. Tak seorangpun tahu.
Matahari memerah jingga, burung kuntul hinggap di pucuk bambu, angin sore berhembus, menebarkan bau tanah dan sebait nyanyian kupu-kupu. Di sebuah desa yang sepi, seorang nenek sedang merenung, matanya menatap kosong pada sebingkai foto usang. Seuntai senyum mengembang di bibirnya, lalu berubah menjadi muramnya duka cita. Sore itu dia berbaring di kamarnya, merenung sambil mendekap foto anak dan cucunya. Ya, anak yang baik dan berbakti serta cucu yang lugu, dengan wajah yang riang dan senyum yang manis, seperti... Caca. Ya, mereka mati tenggelam di laut, belasan tahun lalu.
Dan airmatapun tumpah, membasahi pipi, menetes ke kasur, meresap, dan jatuh ditelan bumi.
Di Purwokerto, di lantai dua sebuah rumah, seorang mahasiswa teknik elektro malah asik-asikan mengarang kisah ini. Sayangnya di akhir cerita dia baru berpikir :
“Lho, kok neneknya berhutang..? Apa nanti dia sanggup membayar..? Bukankah dia sudah tua..? Tidak bisa bekerja..?”
“Yup, memang. Tapi walaupun begitu dia sudah berwasiat pada Pak RT agar kelak jika meninggal nanti, tanah yang sempit dan rumah yang cukup sederhana dijual untuk membayar hutang. Sisanya diinfakkan.”
“Loh, kamu tahu darimana..?”
“Ya ngarang sajalah. Wong kisahnya saja juga karangan kok.”
Hikmah :
- Kalau ruang tengah sedang dipakai untuk senam sore oleh ibu-ibu dari satu RT lebih baik segera keluar kamar, agar nanti tidak terkurung seperti saya.
- Wah meminjamkan uang pada orang lain untuk membayar jajan anak-anak kita..? Hm, kalau dikembangkan bisa jadi bisnis bagus tuh
Togie de lonelie
Dibuat di purwokerto, diketik di lemahjaya, di edit di atas sofa
horeeee togie ganti hedsot !!!!!!!!!!!!!!!!!
BalasHapus
BalasHapushahaha
imajinasi tentang koperasi simpan pinjam di lemahjaya
menarik juga mas!
ayoo...wujudkan
-tapi jangan jadi renternir ya-
togie..nih
BalasHapusbikin cerita sedih amat..kasihan kan nenek itu
pada ganti hedsot nih ya (togie and sendu)
BalasHapus....
nenek yang malang...kalo milih peran.. saya mo jadi caca aja deh...
enak bisa makan batagor.
Kok malah senang ndah.., harusnya dikau sedih..
BalasHapusHeadshot daku dulu yang manis itu
Yang ganteng itu
Yang tampan itu
Dan sendu berdiri dengan gagah, diatas pintu gerbang benteng
Bendera kemenangan berkibar disebelahnya
Para prajurit Bersorak gembira
Namun ada seorang ksatria yang terkapar, bangkit perlahan, lalu berjalan terseok-seok
Sambil menyeret pedangnya yang retak dan hampir patah
Baju zirah yang terkoyak
Dan luka yang setengah menganga
Kok malah senang ndah.., harusnya dikau sedih..
BalasHapusHeadshot daku dulu yang manis itu
Yang ganteng itu
Yang tampan itu
Hiks...
***************************************************************************
Dan sendu berdiri dengan gagah, diatas pintu gerbang benteng
Bendera kemenangan berkibar disebelahnya
Para prajurit Bersorak gembira
Namun ada seorang ksatria yang terkapar, bangkit perlahan, lalu berjalan terseok-seok
Sambil menyeret pedangnya yang retak dan hampir patah
Baju zirah yang terkoyak
Dan luka yang setengah menganga
Itu sudah ada mas
BalasHapustapi kemaren waktu ngajuin proposal permohonan dana ke kantor pusat dan kantor cabang
Ditolak dua-duanya
*sedih
Yaa.., kan cuma cerita ndu..
BalasHapusLagipula daku pernah nemuin pengalaman yang mirip dengan cerita ini kok
Tapi si neneknya masih punya keluarga
Jadi biar bagus daku dramatisir saja
Dan masuk kategori cerita fiksi
Bukan kisah nyata
aku turut berduka cita gie...
BalasHapuskalau disana ada seorang lelaki yang...
Mengaku2 sebagai ksatria, sudah KALAH
Kalau ditinjau dari segi untung rugi, saya lebih memilih ibu pemilik warung
BalasHapusBtw, mbak lys headshotnya juga sudah sedikit diutak-atik kan..?
Jadi rada hijau
Koreksi ndu
BalasHapusDalam ilmu perang, mundur tidak sama dengan kalah
Keduanya berbeda
Toyotomi Hideyoshi saja, bisa menang setelah kehilangan sekian banyak pasukan
Karena dia mundur sejenak
Untuk mempersiapkan kekuatan baru
Koreksi ndu
BalasHapusDalam ilmu perang, mundur tidak sama dengan kalah
Keduanya berbeda
Toyotomi Hideyoshi saja, bisa menang setelah kehilangan sekian banyak pasukan
Karena dia mundur sejenak
Untuk mempersiapkan kekuatan baru
tapi Togie bukan Toyotomi Hideyoshi...
BalasHapusjadi kalah..ya kalah...
pin (absen32)...............kita menang...
:))
menang atau kalah, yang menilai adalah dewan keamanan PBB
BalasHapusBukan dikau
Bukan pipin
Bukan kita
?????????????????
BalasHapusEfek dari kekalahan, STRESS
Efek dari kesulitan???????
BalasHapusMembuat kita beberapa tingkat lebih dewasa
Dan lebih lihai menghadapi rintangan
Mau diapain aja, nanti tetep togie pemenangnya
huuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu
BalasHapuskayaknya yang diatas dah bilang kalah deh
:P
Togie....togie..... kasihan sekali...
Ndu, bukankah mudur berbeda dengan kalah..?
BalasHapusItu ada di ilmu tentang perang gerilya
emang kamu pernah perang gerilya ???
BalasHapuskamu tuh hidup di zaman apa sih???
Tentang gerilya bisa dibaca di buku kesaksian sandera GAM (yang diculik bersama ferry siregar dll (wartawan RCTI). sayang judulnya lupa. Disitu bisa dilihat bahwa yang namanya gerilya itu penuh dengan taktik mundur dan bersembunyi
BalasHapusdasar. emang kamu kira aku tuh penjajah...
BalasHapuspakai dihadapi dengan perang gerilya..
manusia yang aneh...
tak kusangka efek dari kekalahan bisa separah ini
:P
TNI bukan penjajah kok ndu..
BalasHapusGAM juga bukan penjajah
So..?
aku juga bukan TNI
BalasHapusjuga bukan GAM
so ...???
Gie... mending kamu jadi manusia tuh yang nrimo...
jadi kan gak separah ini akibatnya
kalo nrimo, indonesia gak akan pernah merdeka dari penjajahan belanda
BalasHapuskalau nrimo, rakyat akan terus kelaparan dibawah naungan slogan gemah ripah loh jinawi toto tentrem karta raharja
kalau nrimo, timur tengah hanya bisa pasrah sambil telanjang dada saat dijatuhi ribuan ton bom oleh amerika