Hari selasa, tanggal 12-Desember-2006 saya mengikuti pembekalan KKN yang dilaksanakan oleh LPM UNSOED PURWOKERTO. Sesi pertama, kedua dan ketiga diisi dengan presentasi tentang hak dan kewajiban mahasiswa, peluang, tantangan, dan hal lain yang kurang begitu menarik. Untungnya di sesi ke empat tema yang dibahas sedikit berbeda, yaitu tentang permasalahan gender. Sang pembicara menyampaikan teori gender, permasalahan yang dihadapi dan selanjutnya beliau memaparkan ketidakadilan yang menimpa perempuan, salah satunya adalah poligami.
Beliau berkata bahwa poligami merupakan salah satu contoh superioritas pria terhadap wanita yang sudah dianggap sebagai kebenaran oleh masyarakat, padahal superioritas tersebut terbentuk karena faktor yang ternyata sangat kondisional. Dahulu lelaki lebih superior karena merekalah yang menjadi tulang punggung keluarga. Mereka yang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup, menjamin adanya perlindungan terhadap istri dan anak, terjun ke medan perang, dan lain sebagainya. Tapi faktor tersebut sekarang sudah tidak relevan lagi. Contohnya dari segi prestasi kaum wanita lebih unggul, buktinya IPK rata-rata kaum wanita di universitas lebih tinggi dari pria. Soal keamanan sudah tidak perlu dipersoalkan lagi. Sekarang sudah ada polisi yang akan menindak para pelaku kejahatan, jadi “tanggung jawab” seorang suami dalam memberikan perlindungan kepada istri sudah jauh berkurang. Karena itulah jika poligami diperbolehkan dengan alasan bahwa laki-laki lebih superior dari wanita maka sudah sepantasnya jika poliandri pun tidak dilarang karena sekarang banyak wanita yang ternyata lebih superior dari laki-laki.
Beliau juga mempersoalkan tentang dalil yang terdapat dalam kitab suci. Memang Alquran memperbolehkan adanya poligami akan tetapi alasan dibolehkannya poligami juga sangat kondisional. Dahulu saat Islam baru mulai berkembang, banyak laki-laki yang pergi berperang, banyak pula yang akhirnya gugur sehingga istrinya menjadi janda. Saat itu jazirah arab hanyalah berupa padang pasir yang kering kerontang, bahan pangan hanya bisa didatangkan dari daerah lain sehingga untuk mendapatkannya kita harus mengeluarkan uang dalam jumlah besar. Di padang pasir tersebut hanya laki-laki yang kuat untuk mencari nafkah. Sedangkan kaum wanitanya hanya bisa berdiam diri di rumah. Maka tak ayal jika wanita tersebut menjanda tak ada lagi yang bisa diharapkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan mereka. Nah, Islam memberikan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan membolehkan adanya poligami. Tapi situasi sekarang sudah jauh berbeda. Bahan pangan tidak lagi sulit didapat, para janda sudah bisa mencukupi kebutuhannya sendiri. Dengan kata lain, poligami sudah tidak lagi menjadi solusi yang relevan untuk diterapkan.
Dan pada detik-detik terakhir beliau mengutarakan berbagai persoalan yang terdapat pada poligami. Tentang tidak adanya keadilan terhadap para istri, kekerasan rumah tangga, serta imbasnya pada faktor psikologis sang anak. Pada saat inilah sel-sel kelabu di otak saya mulai tergelitik, berpikir keras tentang berbagai hal yang ada hubungannya dengan poligami. Salah satunya adalah alasan klasik yang membolehkan poligami yaitu tentang para lelaki yang mempunyai libido tinggi sehingga tidak cukup jika hanya mempunyai satu istri, atau tentang laki-laki yang ingin mempunyai anak tetapi sang istri ternyata mengalami kemandulan. Jika poligami diperbolehkan hanya karena alasan yang sederhana seperti itu lalu kenapa poliandri dilarang dan dianggap tabu…? Bagaimana jika si suami yang impoten..? Apakah sang istri boleh mempunyai suami satu lagi…? Ternyata tidak. Dia harus bercerai dulu, baru boleh menikah lagi. Benar-benar tidak adil.
Hm, bicara tentang ketidakadilan, saya pun teringat pada kabar angin yang menyebutkan bahwa konon jumlah wanita ternyata tiga kali lebih banyak dari laki-laki sehingga jika setiap laki-laki mempunyai seorang istri maka akan ada dua orang wanita yang tidak mempunyai pasangan, menghabiskan hidup dengan merana sebagai perawan tua. Karena itulah poligami diperbolehkan, agar setiap wanita bisa memperoleh pasangan.
Mulanya saya tidak percaya pada kabar ini hingga akhirnya saya iseng melemparkan pandangan ke sekeliling ruang pertemuan. Sebagai seorang mahasiwa saya ingin tahu siapa saja yang ikut KKN kali ini, dan sebagai seorang laki-laki tampan yang masih single saya pun mulai “berburu” dan menerka secantik apa para mahasiswi yang nanti akan sekelompok dengan saya. Nah saat itulah saya tersadar bahwa ternyata pada KKN kali ini jumlah mahasiswi lebih banyak dari mahasiswa. Ada yang cantik, ada pula yang biasa. Lalu jika kami, para mahasiswa peserta KKN ini disuruh untuk memilih satu orang sebagai istri tentu mahasiswi berwajah cantiklah yang menempati prioritas utama dan yang berwajah biasa akan berpeluang menjadi perawan tua.
Saat itu otak ini pun berpikir lebih jauh lagi yaitu tentang emansipasi. Jika dahulu laki-laki dianggap lebih superior sehingga diberi tanggung jawab untuk mengeluarkan tenaga, memeras keringat dan bermandi darah hanya demi mendapatkan calon istri, kenapa sekarang hal itu tidak dirubah saja. Jumlah wanita lebih banyak, persaingan mereka dalam memperoleh suami tentu juga lebih ketat, lalu kenapa tidak mereka saja yang bersusah payah untuk memperebutkan laki-laki..? Bukankah sudah menjadi hak kami, para laki-laki, untuk berselonjor kaki, merokok, dan minum kopi sambil melihat para wanita saling berlomba untuk berkata “tolong jadi suamiku ya, saya tidak ingin menjadi perawan tua” Ha.. Ha.. Ha.. !!!
Lalu bagaimana dengan wanita yang sudah mengabiskan banyak tenaga dan biaya tapi tetap gagal mendapatkan pasangan..? Hm, ada solusinya kok. Mereka kan bisa menjadi istri kedua atau ketiga. Tapi…, poligami kan tidak boleh ya…? Jadi bagaimana dong…?
Tenang, semua masalah pasti diciptakan lengkap dengan solusinya. Poligami memang dilarang, tapi bukan berarti mereka tidak bisa memperoleh pasangan. Banyak jalan menuju roma, banyak cara untuk bermain akal-akalan. Ada banyak cara untuk mengatasi hal ini, tanpa perlu melakukan poligami. Diantaranya adalah:
1.Menjadi wanita simpanan
Poligami yang sah menurut hukum atau agama mungkin nanti dilarang, tapi tidak begitu dengan wanita simpanan. Jika menjadi istri kedua, maka kita akan dianggap sebagai perebut suami orang. Tapi kalau menjadi wanita simpanan, nama kita akan tetap bersih. Kenapa…? Karena wanita simpanan bisa dianggap seperti istri yang dirahasiakan, jadi hanya di ketahui oleh segelintir orang. Kalau tidak ada yang membocorkan, maka tidak akan ketahuan. Salah satu keuntungan dari status ini adalah, terkadang wanita simpanan mempunyai hak yang hampir sama dengan istri resmi. Disediakan rumah, dicukupi segala kebutuhan, bahkan jika mempunyai anak pun dia akan tetap diperhatikan. Hanya ada satu kelemahannya, wanita simpanan tidak bisa menuntut agar haknya disamakan dengan istri resmi. Hak tersebut tergantung pada kebaikan hati si laki-laki.
2.Menjadi seorang Lesbian
Saat ini kaum homoseksual (laki-laki) dan lesbian (wanita) sudah melimpah ruah. Di Amerika jumlah mereka sudah tak terhitung lagi karena homoseksual dianggap sebagai sebuah kewajaran, sebuah gaya hidup yang keren dan trendi. Dengan jumlah wanita yang lebih banyak padahal laki-lakinya banyak pula yang mengidap homoseksual, maka bisa dipastikan bahwa peluang wanita untuk bisa memperoleh pasangan akan semakin kecil. Satu-satunya jalan bagi para wanita tersisih (wanita yang kalah bersaing) untuk mengatasi hal ini adalah dengan berhubungan sesama jenis, menjadi seorang lesbian. Kenapa harus seperti itu…? Karena dengan menjadi lesbian mereka dapat memperoleh dua keuntungan sekaligus. Pertama, mereka bisa sama-sama mencari nafkah lalu hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup secara bersama-sama, seperti halnya sepasang suami istri. Kedua, mereka bisa memenuhi kebutuhan biologisnya dengan leluasa, tanpa takut hamil. Kalau toh ingin mempunyai anak, mereka bisa memperoleh dengan cara adopsi (yang illegal sekalipun) atau pergi ke bank sperma.
3.Berdoa, berdoa dan terus berdoa
Jika wanita tersisih ini tidak ingin menjadi wanita simpanan atau menjadi lesbian, artinya ingin menjadi seorang istri yang normal, legal, dan sah, maka ada jalan terakhir yang bisa ditempuh, yaitu dengan berdoa. Doa seperti apa…? Ya berdoa agar banyak pasangan suami istri yang bercerai agar si laki-laki menjadi duda lalu wanita tersebut mempunyai satu kesempatan lagi untuk bersaing dengan wanita tersisih lainnya (juga para janda) untuk memperebutkan sang pria.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, sang pembicara pun mengeluarkan kata-kata penutup. Para peserta yang sudah lelah dan mengantuk mulai ribut, ingin segera pulang dan istirahat. Namun ada seorang mahasiswa yang untuk beberapa saat masih terdiam dan terus berpikir tentang berbagai aspek dalam poligami. Lambat laun dia pun merasa puas akan solusi yang berhasil ditemukan. Bersama dengan mahasiswa lain dia beranjak pulang, menaiki motor merahnya lalu bergumam : “Solusi saya memang jenius, betul-betul cerdas. Seperti Newton yang menemukan teori gravitasi hanya dengan melihat apel jatuh, saya pun berhasil menemukan solusi untuk mengatasi poligami hanya dengan mengikuti pembekalan KKN. Saya memang istimewa, bukan laki-kali biasa”.
Beliau berkata bahwa poligami merupakan salah satu contoh superioritas pria terhadap wanita yang sudah dianggap sebagai kebenaran oleh masyarakat, padahal superioritas tersebut terbentuk karena faktor yang ternyata sangat kondisional. Dahulu lelaki lebih superior karena merekalah yang menjadi tulang punggung keluarga. Mereka yang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup, menjamin adanya perlindungan terhadap istri dan anak, terjun ke medan perang, dan lain sebagainya. Tapi faktor tersebut sekarang sudah tidak relevan lagi. Contohnya dari segi prestasi kaum wanita lebih unggul, buktinya IPK rata-rata kaum wanita di universitas lebih tinggi dari pria. Soal keamanan sudah tidak perlu dipersoalkan lagi. Sekarang sudah ada polisi yang akan menindak para pelaku kejahatan, jadi “tanggung jawab” seorang suami dalam memberikan perlindungan kepada istri sudah jauh berkurang. Karena itulah jika poligami diperbolehkan dengan alasan bahwa laki-laki lebih superior dari wanita maka sudah sepantasnya jika poliandri pun tidak dilarang karena sekarang banyak wanita yang ternyata lebih superior dari laki-laki.
Beliau juga mempersoalkan tentang dalil yang terdapat dalam kitab suci. Memang Alquran memperbolehkan adanya poligami akan tetapi alasan dibolehkannya poligami juga sangat kondisional. Dahulu saat Islam baru mulai berkembang, banyak laki-laki yang pergi berperang, banyak pula yang akhirnya gugur sehingga istrinya menjadi janda. Saat itu jazirah arab hanyalah berupa padang pasir yang kering kerontang, bahan pangan hanya bisa didatangkan dari daerah lain sehingga untuk mendapatkannya kita harus mengeluarkan uang dalam jumlah besar. Di padang pasir tersebut hanya laki-laki yang kuat untuk mencari nafkah. Sedangkan kaum wanitanya hanya bisa berdiam diri di rumah. Maka tak ayal jika wanita tersebut menjanda tak ada lagi yang bisa diharapkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan mereka. Nah, Islam memberikan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan membolehkan adanya poligami. Tapi situasi sekarang sudah jauh berbeda. Bahan pangan tidak lagi sulit didapat, para janda sudah bisa mencukupi kebutuhannya sendiri. Dengan kata lain, poligami sudah tidak lagi menjadi solusi yang relevan untuk diterapkan.
Dan pada detik-detik terakhir beliau mengutarakan berbagai persoalan yang terdapat pada poligami. Tentang tidak adanya keadilan terhadap para istri, kekerasan rumah tangga, serta imbasnya pada faktor psikologis sang anak. Pada saat inilah sel-sel kelabu di otak saya mulai tergelitik, berpikir keras tentang berbagai hal yang ada hubungannya dengan poligami. Salah satunya adalah alasan klasik yang membolehkan poligami yaitu tentang para lelaki yang mempunyai libido tinggi sehingga tidak cukup jika hanya mempunyai satu istri, atau tentang laki-laki yang ingin mempunyai anak tetapi sang istri ternyata mengalami kemandulan. Jika poligami diperbolehkan hanya karena alasan yang sederhana seperti itu lalu kenapa poliandri dilarang dan dianggap tabu…? Bagaimana jika si suami yang impoten..? Apakah sang istri boleh mempunyai suami satu lagi…? Ternyata tidak. Dia harus bercerai dulu, baru boleh menikah lagi. Benar-benar tidak adil.
Hm, bicara tentang ketidakadilan, saya pun teringat pada kabar angin yang menyebutkan bahwa konon jumlah wanita ternyata tiga kali lebih banyak dari laki-laki sehingga jika setiap laki-laki mempunyai seorang istri maka akan ada dua orang wanita yang tidak mempunyai pasangan, menghabiskan hidup dengan merana sebagai perawan tua. Karena itulah poligami diperbolehkan, agar setiap wanita bisa memperoleh pasangan.
Mulanya saya tidak percaya pada kabar ini hingga akhirnya saya iseng melemparkan pandangan ke sekeliling ruang pertemuan. Sebagai seorang mahasiwa saya ingin tahu siapa saja yang ikut KKN kali ini, dan sebagai seorang laki-laki tampan yang masih single saya pun mulai “berburu” dan menerka secantik apa para mahasiswi yang nanti akan sekelompok dengan saya. Nah saat itulah saya tersadar bahwa ternyata pada KKN kali ini jumlah mahasiswi lebih banyak dari mahasiswa. Ada yang cantik, ada pula yang biasa. Lalu jika kami, para mahasiswa peserta KKN ini disuruh untuk memilih satu orang sebagai istri tentu mahasiswi berwajah cantiklah yang menempati prioritas utama dan yang berwajah biasa akan berpeluang menjadi perawan tua.
Saat itu otak ini pun berpikir lebih jauh lagi yaitu tentang emansipasi. Jika dahulu laki-laki dianggap lebih superior sehingga diberi tanggung jawab untuk mengeluarkan tenaga, memeras keringat dan bermandi darah hanya demi mendapatkan calon istri, kenapa sekarang hal itu tidak dirubah saja. Jumlah wanita lebih banyak, persaingan mereka dalam memperoleh suami tentu juga lebih ketat, lalu kenapa tidak mereka saja yang bersusah payah untuk memperebutkan laki-laki..? Bukankah sudah menjadi hak kami, para laki-laki, untuk berselonjor kaki, merokok, dan minum kopi sambil melihat para wanita saling berlomba untuk berkata “tolong jadi suamiku ya, saya tidak ingin menjadi perawan tua” Ha.. Ha.. Ha.. !!!
Lalu bagaimana dengan wanita yang sudah mengabiskan banyak tenaga dan biaya tapi tetap gagal mendapatkan pasangan..? Hm, ada solusinya kok. Mereka kan bisa menjadi istri kedua atau ketiga. Tapi…, poligami kan tidak boleh ya…? Jadi bagaimana dong…?
Tenang, semua masalah pasti diciptakan lengkap dengan solusinya. Poligami memang dilarang, tapi bukan berarti mereka tidak bisa memperoleh pasangan. Banyak jalan menuju roma, banyak cara untuk bermain akal-akalan. Ada banyak cara untuk mengatasi hal ini, tanpa perlu melakukan poligami. Diantaranya adalah:
1.Menjadi wanita simpanan
Poligami yang sah menurut hukum atau agama mungkin nanti dilarang, tapi tidak begitu dengan wanita simpanan. Jika menjadi istri kedua, maka kita akan dianggap sebagai perebut suami orang. Tapi kalau menjadi wanita simpanan, nama kita akan tetap bersih. Kenapa…? Karena wanita simpanan bisa dianggap seperti istri yang dirahasiakan, jadi hanya di ketahui oleh segelintir orang. Kalau tidak ada yang membocorkan, maka tidak akan ketahuan. Salah satu keuntungan dari status ini adalah, terkadang wanita simpanan mempunyai hak yang hampir sama dengan istri resmi. Disediakan rumah, dicukupi segala kebutuhan, bahkan jika mempunyai anak pun dia akan tetap diperhatikan. Hanya ada satu kelemahannya, wanita simpanan tidak bisa menuntut agar haknya disamakan dengan istri resmi. Hak tersebut tergantung pada kebaikan hati si laki-laki.
2.Menjadi seorang Lesbian
Saat ini kaum homoseksual (laki-laki) dan lesbian (wanita) sudah melimpah ruah. Di Amerika jumlah mereka sudah tak terhitung lagi karena homoseksual dianggap sebagai sebuah kewajaran, sebuah gaya hidup yang keren dan trendi. Dengan jumlah wanita yang lebih banyak padahal laki-lakinya banyak pula yang mengidap homoseksual, maka bisa dipastikan bahwa peluang wanita untuk bisa memperoleh pasangan akan semakin kecil. Satu-satunya jalan bagi para wanita tersisih (wanita yang kalah bersaing) untuk mengatasi hal ini adalah dengan berhubungan sesama jenis, menjadi seorang lesbian. Kenapa harus seperti itu…? Karena dengan menjadi lesbian mereka dapat memperoleh dua keuntungan sekaligus. Pertama, mereka bisa sama-sama mencari nafkah lalu hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup secara bersama-sama, seperti halnya sepasang suami istri. Kedua, mereka bisa memenuhi kebutuhan biologisnya dengan leluasa, tanpa takut hamil. Kalau toh ingin mempunyai anak, mereka bisa memperoleh dengan cara adopsi (yang illegal sekalipun) atau pergi ke bank sperma.
3.Berdoa, berdoa dan terus berdoa
Jika wanita tersisih ini tidak ingin menjadi wanita simpanan atau menjadi lesbian, artinya ingin menjadi seorang istri yang normal, legal, dan sah, maka ada jalan terakhir yang bisa ditempuh, yaitu dengan berdoa. Doa seperti apa…? Ya berdoa agar banyak pasangan suami istri yang bercerai agar si laki-laki menjadi duda lalu wanita tersebut mempunyai satu kesempatan lagi untuk bersaing dengan wanita tersisih lainnya (juga para janda) untuk memperebutkan sang pria.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, sang pembicara pun mengeluarkan kata-kata penutup. Para peserta yang sudah lelah dan mengantuk mulai ribut, ingin segera pulang dan istirahat. Namun ada seorang mahasiswa yang untuk beberapa saat masih terdiam dan terus berpikir tentang berbagai aspek dalam poligami. Lambat laun dia pun merasa puas akan solusi yang berhasil ditemukan. Bersama dengan mahasiswa lain dia beranjak pulang, menaiki motor merahnya lalu bergumam : “Solusi saya memang jenius, betul-betul cerdas. Seperti Newton yang menemukan teori gravitasi hanya dengan melihat apel jatuh, saya pun berhasil menemukan solusi untuk mengatasi poligami hanya dengan mengikuti pembekalan KKN. Saya memang istimewa, bukan laki-kali biasa”.
haduh solusinya kok ya serem...
BalasHapusHabis bingung mbak.., kalo misalnya saja perbandingan pria dan wanita 2:1, terus prianya banyak yang "MENJALIN HUBUNGAN" dengan sesama jenis, padahal kaum wanita ingin mempunyai pasangan, lalu solusinya gimana...?
BalasHapusSudah daku hitung-hitung, diutak-atik pake kalkulator, tapi tetep saja kalo monogami masih ada yg gak kebagian pasangan.
Padahal dulu kan katanya poligami mau dibatasi, atau dilarang.
ck...ck..ck..solusinya masih harus membutuhkan solusi lagi tuh:P
BalasHapusWah apaan ya mbak...?
BalasHapusKasih tau dong..
Otak daku dah mentok nih
ce ile.....
BalasHapusyang mo KKN?
mo tak jengukin g?
Asal bawa jajan pin
BalasHapusNanti daku mo ijin satu hari
Terus kita main bareng-bareng
Sama temen2 SMA daku
Mereka juga mo jenguk
setuju aja deh...
BalasHapus*biar togie senang dan cepet lulus kuliah...
tu kan kalau soal makanan, togie pasti mau bgt!
BalasHapusInsya4JJI ya, kl ada kesempatan
& km ksh kbr ke aku kl tmn2mu mo jenguk jg
kalau aku punya 3 usulan yang mungkin bisa dibilang solusi yaitu :
BalasHapus1. Evolusi
jadi biarkan saja semua masalah yang ada tentang masalah poligamikah ataukah melarang poligami toh seiring bertambah masa, pertentangan itupun akan hilang dengan sendirinya...atau yang lebih ekstrem biarkan saja yang janda mah tetap janda, yang gadis akan jadi perawan tua dan lapuk dimakan usia...
2. Transisi
Artinya bisa jadi kemungkinan besar, solusi ala Mas Togie bisa diterima, dengan Transisi masyarakat yang sudah tidak lagi memperhatikan Aturan dan Hukum-hukum Nya..namun bersiap-siaplah karena Azab akan menanti pada Masyarakat yang se-model itu, ga usah jauh-jauhlah tengoklah sekarang bencana yang terjadwal di Jakarta :P
Atau bisa saja Transisi untuk menerima Poligami, walapun ada sebagian orang yang mungkin tidak sudi dan tidak rela dengan pernikahan Poligami
3. Revolusi Edukasi Poligami *_^
Nah...kalau yang ini sih solusi yang paling saya sukai Nih..."apaan tuh?"
Artinya kita memberikan Edukasi dtentang esensi sebuah pernikahan baik itu Poligamikah? atau Monogamikah, artinya Pernikahan baik Poli/ Monogami harus dilandasi Keimanan dan Ketakwaan, kalau landasan pernikahannya itu, Insya Allah saya yakin ga ada lg "kasus2" seperti yang disebutkan di atas..karena sebenarnya bukan (hukum) Poligaminya yang salah atau tidak menjadi relevan di zaman ini, namun bila ada "kasus" dalam perkawinan poligami maka orang yang melakukan poligami tsb harus Introspeksi diri, Apakah dia sudah Adil terhadap Istri2 nya? ataukah ada kesalahan dalam tataran praksisnya, karena kalau mau Fair..banyak juga tuh perkawinan Monogami yang kandas ditengah jalan bahkan menimbulkan ketidak adilan bagi kaum wanita kalau gitu bisa-bisa kedepan ada RUU yang mengatur Menikah (Monogami) sama sekali dilarang lagi :P...so Bukan Poli/Monogaminya kan yang Salah?....
Itu dulu deh masukan dari saya....ntar kalau ada lagi, saya tambahin lagi :D
semua solusi hidup kan ada di Al-Quran... gitu aja kok repot... :D
BalasHapusini solusi buat yang mau repot gitu Loh :D alias ga mau diatur sama Qur'an :-))))
BalasHapusMemangnya mereka yang sering protes itu mau ngeliat AL Quran..?
BalasHapusBukankah "Kitab Suci" mereka adalah HAM dan teorema Gender..?
Konon Al Quran mah buat pelengkap aja.
Yups.., betul
BalasHapusBiar mereka bingung lalu ikut garuk-garuk kepala
Saya setuju dengan usul ketiga.
BalasHapusUsul kedua, bisa dicoba oleh mereka yang berjiwa ksatria (azab euy)
Usul pertama.., kan kasihan mereka
*Ditunggu masukan selanjutnya
Yups.., ditunggu jajannya pin
BalasHapusTerimakasih mbak. Sekarang daku sudah KKN, sebulan kemudian Kerja Praktek, lalu ngurusin skripsi, selanjutnya...?
BalasHapusENG... ING... ENG.....!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
*Telah muncul seorang sarjana yang lulus dengan anggun dan mempesona. Bahkan terlihat begitu gagahnya
hehehe..nantikan komentar saya di Blog Anda :-))))
BalasHapus
BalasHapushahaha
saluut...
liar sekali ide anda!
karena kadang kalo disikapi dengan akal sehat dan budi pekerti yang luhur
SEMUA GAK ADA HABISNYA!
semua saling punya pandangan yang sama2 kuat
sama2 ga mau kalah
dan sama2 merasa paling bner
Jadiii...memang perlu sekali2 berpikir liar, subcersif dan imajinatif
wekekekekek!
salut bro!
wahh kacaw nh solusinya.... ;p
BalasHapusSolusi lain:
BalasHapusPara wanita disarankan saling bunuh, hingga tersisa sepersekian dari jumlah pria... Tuh... kan enak tuh wanita jadi direbutin lagi...... *yang ngangguk-ngangguk saya acungkan jempol....
Wah.., masuk akal juga tuh
BalasHapusNanti ditunggu apakah setelah jumlah pria sudah terlalu banyak, "ORANG-ORANG INTELEK" yang sering ribut itu berkoar-koar tentang "dampak poliandri terhadap meningkatnya kekerasan terhadap kaum pria dalam kehidupan berumah tangga"
*Daku ngangguk-ngangguk lho mas.., bener lho..
Bukan kacau mbak, tapi seperti yang daku katakan di akhir tulisan :
BalasHapus"Pemikiran jenius yang lahir dari benak mahasiswa istimewa yang tiada duanya"
Bukan kacau mbak, tapi seperti yang daku katakan di akhir tulisan :
BalasHapus"Pemikiran jenius yang lahir dari benak mahasiswa istimewa yang tiada duanya"
Yup, tapi rasanya tidak mungkin rasanya untuk mengeluarkan argumen tanpa ada sikap memihak. Jadi lebih baik dibuat kedalam bentuk lain saja, yang berbeda dari biasanya. Biar nanti gak muter-muter lagi tanpa ada ujungnya
BalasHapusSaya tunggu komentarnya mbak. Tapi mungkin nanti saya reply sambil makan duren ya.., asli dari banjarnegara. Yang matang dan baru metik dari pohonnya. Yang satu buah lima ribu rupiah harganya. Pesta euy.., pesta
BalasHapus