Saya suka makan masakan padang. Beberapa teman teknik juga suka masakan padang. Kami selalu makan siang di rumah makan padang dekat kampus. Bumbunya, kuahnya, dagingnya, amat menggugah selera. Hingga lama-lama kami ketagihan untuk selalu makan disana. Ibarat kata, bagi kami, makan masakan padang menjadi rutinitas yang tidak boleh dilewatkan.
Sayangnya, suatu hari harga masakan padang mengalami kenaikan. Tentu saja kami protes. Kenapa..? Karena sebagai mahasiswa, uang saku kami amat terbatas. tidak cukup untuk membeli masakan padang kalau harganya naik. Memang, kami bisa saja mencari tambahan uang dari kerja sambilan, tapi kami tidak mau repot. Waktu kami sudah habis oleh praktikum dan setumpuk tugas kuliah. Dan walaupun ada beberapa diantara kami yang sebenarnya punya waktu luang karena hanya mengambil beberapa SKS, dia pun ikut-ikutan sibuk. Lho, sibuk apa..? Ya sibuk untuk berpura-pura sibuk, agar terlihat sesibuk mahasiswa lain yang memang sedang sibuk.
Karena itulah, kami sepakat untuk melakukan demonstrasi besar-besaran ke rumah makan padang dekat kampus. Berbagai spanduk dan poster kami usung selama demo. Bunyinya cukup sangar dan bikin merinding : "Turunkan Harga Masakan Padang", "Kami tidak bisa hidup tanpa masakan padang", "Menaikkan harga masakan padang berarti menindas rakyat kecil". Dan berhubung demo yang kami lakukan tidak diindahkan oleh pemilik rumah makan, akhirnya kami bertindak anarkis. Kami mencoret-coret taplak meja, melubangi panci, membanting sendok, bahkan sempat pula mencomot remah-remah rendang dan paru goreng yang tersisa diatas wajan lalu memasukannya ke mulut - HUP..!!
Melihat hal itu, sang pemilik rumah makan akhirnya sudi turun tangan. Beliau mengajak kami berdiskusi. Beliau menjelaskan bahwa untuk membuat satu porsi masakan padang, dibutuhkan modal sebanyak enam ribu rupiah. Tapi masakan tersebut dijual kepada kami seharga empat ribu limaratus. Jadi kalau dihitung, untuk setiap porsinya beliau menderita kerugian sebanyak duaribu limaratus perak. Selain itu, beliau juga berkata bahwa alasan kenapa dulu makanan disana dijual dengan harga murah adalah karena beliau merasa prihatin terhadap nasib kami, para maniak masakan padang. Beliau tidak mau kami merana karena tidak bisa makan masakan padang, karena itulah beliau pasrah menderita kerugian. Demi kami.
Tapi masalahnya, kalau harga tersebut dipertahankan, hampir bisa dipastikan bahwa tidak lama lagi beliau akan bangkrut. Sebagai bos rumah makan padang, beliau butuh banyak uang untuk membeli bahan, menggaji pekerja, membayar transportasi, membayar perbaikan kompor dan panci, serta biaya lain. Jadi beliau memutuskan untuk menaikkan harga. Tidak untung ya tidak apa-apa, cukup impas sajalah. Dijualnya sesuai dengan harga produksi.
Di akhir diskusi, beliau menambahkan bahwa setelah berkonsultasi kepada para ahli, maka beliau menyimpulkan bahwa kenaikan harga yang beliau lakukan adalah suatu hal yang wajar. Sedangkan kami, kalau memang tidak punya uang, toh masih bisa mengkonsumsi makanan selain masakan padang..? Ada nasi rames seharga duaribu limaratus (pake telor goreng), ada gado-gado (duaribu perak), bahkan kalau perlu silahkan beli mie instan saja (delapanratus lima puluh rupiah). Kalau sudah punya uang, barulah kami bisa makan lagi disana.
Ah, pandangan yang picik. Sebab bagi kami, makan bukanlah sekedar makan. Makan adalah urusan selera, tatacara, dan kebiasaan. Memang, dulu kami biasa makan seadanya. Kalau ada nasi ya dicomot, ada ubi ya diembat, bahkan kerap kali kami berpuasa. Bukan karena ajaran agama, tapi karena tidak ada makanan. Tapi itu kan dulu. Sekarang keadaannya sudah berbeda.
Sebabnya..? Karena bos pemilik rumah makan dekat kampus telah mengenalkan masakan padang kepada kami. Beliau sengaja menjual masakan padang sesuai dengan harga yang mampu kami beli. Oleh karena itu, makan masakan padang yang semula adalah hobi, berubah menjadi kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Sehingga bagi kami, berhenti atau mengurangi konsumsi masakan padang berarti malapetaka.
Tapi berhubung duit yang kami punya amat minim, maka harga masakan padang tidak boleh dinaikkan. Kalau toh harus naik, maka si Bos pemilik rumah makan harus memberi kami uang. Lho, bukankah kasihan si Bos..? Memang, tapi kami tak peduli. Pokoknya tak ada makanan selain masakan padang, tak ada hari tanpa masakan padang. Siapapun yang menghalangi kami akan kami tendang. Kami hajar, kami buang ke selokan. Entah itu si Bos, dia, mereka, bahkan anda.
Hidup masakan padang..!! hidup masakan padang..!! hidup masakan padang..!!
Purwokerto, dinihari
Saat mendengar obrolan bapak-bapak yang melayat ke rumah si gadis manis dari RT sebelah
Rabu, 29 Agustus 2007
[Kritik] Masyarakat Manja - semoga nyambung
[Dead] Aku tak takut mati

Mati, sebenarnya apa itu mati..? Kenapa banyak orang yang takut mati..? Padahal bagiku, kematian hanyalah sebatas perpindahan alam, perpindahan jiwa dari alam dunia menuju alam kekal, setelah transit sebentar di alam barzah. Tak lebih. Karena itulah, sebenarnya, yang aku takuti bukanlah kematian itu sendiri, tapi ketidak-jelasan nasibku setelah nanti mati.
Andai saja tak ada akhirat atau alam kubur, tentu tak ada lagi yang perlu ditakuti dari mati. Jasadku, silahkan saja ditanam sebagai pupuk bumi. Hartaku, gunakan untuk membantu orang lain, atau mencukupi kebutuhan keluarga. Fotoku..? pajang di kamar atau meja kerja anda, untuk menghilangkan suntuk atau menghibur lara. Dan ruh ku..? Apa yang perlu dikhawatirkan..? Bukankah dia tak harus mengalami siksa neraka..?
Namun sayangnya, akhirat itu ada. Dari perhitungan amal yang kulakukan secara asal, kecil kemungkinannya bahwa aku bakal terhindar dari siksa neraka. Duapuluh tiga tahun sudah aku hidup di muka bumi, tapi shalat yang aku lakukan hanya nol koma sekian persen dari seharusnya. Puasa ramadhan memang jalan, tapi masih ada bolongnya. Zakat..? Bah, paling cuma zakat fitrah saja. Sedekah, ilmu berguna, amal soleh..? Hanya sedikit. Sialnya lagi, aku bahkan tak bisa mengandalkan doa dari anak yang berbakti. Kenapa..? Tentu karena aku belum punya anak..!!! Gimana sih..?
Entahlah, saat ini aku merasa bahwa para malaikat sedang melihatku, mengawasi gerak-gerikku, mencatat apa yang sedang kulakukan. Bahkan mungkin ada diantara mereka yang sedang bersiap-siap mencabut nyawaku, sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Ya, benar. Ajal hanyalah sederet antrean di buku absensi, dan kita hanya bisa menunggu giliran kita dipanggil. Kita tak pernah tahu tepatnya kapan. Karena itu diatur secara sepihak oleh Tuhan, tidak didiskusikan dulu dengan kita.
Ah, ternyata mengingat mati itu ada gunanya juga. Mau tidak mau aku harus berpikir agar siap mati. Baik dengan memperbanyak amal, mengurangi resiko dosa, bahkan keduanya. Seberat apapun perjuangan yang nanti kulakukan, pasti akan terasa lebih ringan, lebih nikmat, dan lebih menyenangkan. Kenapa..? Karena di neraka, perjuanganku tentu jauh lebih berat lagi. Yaah, tapi sayang. Seringkali, keinginan itu hanya tinggal keinginan saja, tanpa ada aplikasinya. Tapi masih mendinglah, daripada tidak pernah punya keinginan sama sekali.
Hingga kemudian, kusimpulkan bahwa saat ini aku belum siap mati. Bukan karena aku takut mati, tapi karena aku tidak ingin masuk neraka. Buktinya, kalau harus mati syahid, aku rela menyongsongnya dengan tangan terbuka. Kenapa..? Karena pada prinsipnya, mati itu sama. Tinggal mencabut nyawa dari tubuh kita. Yang beda adalah caranya. Mau mati konyol, atau mati dengan penuh gaya. Mau memilih jalan menuju surga, atau terjun bebas ke dasar neraka.
Haha..!! mati.., mati.., mati. Dengan cara apa aku akan mati..? Bagiku, itu masih misteri.
Jumat, 10 Agustus 2007
[Berbagi Cerita] Saat Membolos Kerja Praktek
Kehidupan kadang mengherankan, aneh dan bikin takjub. Seringkali, seolah-olah, tanpa sadar, kita merasa dituntun pada suatu jalan yang harus dilalui, dimana jalan tersebut bisa merubah hidup kita. Minimal, memberikan sudut pandang baru
Contoh riil yang saya alami adalah, saat dengan sengaja dan penuh rasa-tidak-bertanggung-jawab saya ijin membolos dari kerja praktek di PLTA ketenger. Alasannya sederhana, karena minggu ini adalah saatnya Annual Inspection (inspeksi tahunan) terhadap generator PLTA unit I. Dan saat itu kami diharuskan untuk membuka, membersihkan, memeriksa, mereparasi atau mengganti komponen generator pembangkit. Sayangnya, komponen tersebut berukuran besar sekaligus berat, dimana saya tidak kuat untuk ikut angkat-mengangkat. Jadi, saat Annual Inspection generator unit I hampir selesai dilakukan, dan kami disuruh memasangnya kembali seperti sediakala, mental saya langsung turun ke tingkat terendah. Hal itu dikarenakan, selain karena tubuh saya yang berukuran kecil (tidak bisa dibandingkan dengan alat yang lebih gede dari timbunan gajah itu), juga karena kaki saya sedang menderita cidera. Dan sayangnya lagi, cidera tersebut diakibatkan oleh dua orang senior Lembaga Seni Beladiri Hikmatul-Iman tidak bertanggungjawab dimana mereka merupakan penghuni setia warung mie yang memerintahkan saya untuk latihan berkelahi. Dan saat kaki saya terluka lalu saya menyuruh mereka untuk ikut latihan agar terluka juga, dengan entengnya mereka menjawab "OGAH". Sialan.
Begitulah, dengan luka seperti itu, untuk berjalan pun saya harus terpincang-pincang, apalagi kalau harus ikut mengangkat dan memasang alat yang segede gaban. Jangan-jangan dalam Kerja Praktek kali ini, yang saya dapatkan bukan cuma ilmu, tapi pingsan sepanjang hari akibat mengangkat alat dengan kaki snut-snutan. Tapi bukan itu inti tulisan ini, yang jadi bahasan utama adalah peristiwa yang terjadi setelah saya pulang dari lokasi PLTA.
Begini, saat kerja praktek, ibu saya yang baik hati (walaupun galak) itu memberikan uang saku lebih, bukan hanya lima ribu perak yang niscaya akan habis buat beli bensin satu liter. Uang lebih itu sedianya digunakan untuk biaya makan saya disana, agar tubuh ini tidak terkapar loyo di PLTA. Nah, tapi berhubung saat itu saya membolos dan pulang lebih cepat, uangnya saya gunakan buat Online saja, makan siangnya kan bisa dirumah. Haha, cerdas ya..?
Nah, masalahnya, sesampainya di warnet (entah kenapa ada dorongan amat kuat yang seakan menuntun saya untuk pergi ke warnet) dan membuka YM, tampaklah tiga ID yang saya kenal. MP'er dari yogya yang jago bikin puisi, MP'er sumatera yang lagi cidera kaki, serta MP'er Purwokerto yang lama tidak menunjukkan diri. Itukah yang istimewa..? Ya. Karena MP'er yogya yang biasanya nongol hari senin dan selasa kok tiba-tiba muncul hari rabu. MP'er Purwokerto muncul tak terduga, dan MP'er Sumatera (yang sejak di add YM nya gak pernah nongol sekalipun) tiba-tiba statusnya jadi available, bukan I'am on SMS seperti biasanya.
Dan hebatnya lagi, obrolan yang dilakukan, biarpun awalnya membahas hal yang amat berbeda, ujung-ujungnya kok mengarah ke pokok bahasan yang sama :
1. Dengan MP'er Jogja saya memamerkan kehebatan saya dalam mendapatkan ijin membolos Kerja Praktek, lalu tentang libur kuliah, lalu tentang shift kerja dan entah kenapa mengarah ke pokok bahasan tentang fenomena menggombal. Yang seperti telah diketahui bahwa gombal-menggombal biasa digunakan untuk melakukan PDKT yang niscaya ujung-ujungnya mengarah ke pencarian JODOH.
2. Dengan MP'er Purwokerto, awalnya tentang warnet, lalu mengarah ke puisi, lalu ke pacar, lalu kalau seandainya diteruskan mengarah ke JODOH juga
3. Dengan MP'er Sumatera malah lebih aneh lagi. Dari obrolan bisnis, usaha, cidera kaki (ternyata kaki kami sedang sama-sama cidera lho, kompak ya..?), lulus dan wisuda, tapi kok bisa-bisanya mentok ke pertanyaan "Kapan Nikah?". Ck, lagi-lagi soal JODOH
Nah, anda lihat sendiri kan..? Seolah-olah Tuhan telah memberi rambu-rambu teramat jelas bagi saya untuk mengikuti arah yang ditunjukan-Nya agar saya bisa membolos Kerja Praktek (sebenarnya bukan membolos, tapi meminta ijin untuk pulang lebih awal yang hukumnya legal), disuruh mengorbankan uang saku untuk ke warnet, lalu bertemu dengan teman-teman MP'ers tercinta dan setelah ngobrol ngalor-ngidul entah kemana, ujung-ujungnya dimentokkan ke urusan JODOH.
Akibatnya, sepulangnya, sepanjang perjalanan, saya meresapi obrolan tersebut di atas motor jupiter-Z merah buatan tahun duaribu empat yang Alhamdulillah cicilannya sudah lunas. Dari hasil proses peresapan tersebut (yang jujur saja, prosesnya amat ngawur dan amburadul), saya menemukan sudut pandang baru berkaitan dengan jodoh. Meliputi PDKT (gombal-gombalan), pacar, serta istri.
Kehebatan lainnya adalah, tepat jam tiga, saat duit di kantong sudah menipis, secara serentak kami berpamitan. MP'er jogja jadwal OL nya hanya sampai jam tiga. MP'er Sumatera ada pekerjaan lain. Sedangkan MP'er purwokerto entah lagi sibuk apa. Dan ketika saya membayar ke kasir sebanyak empat ribu tiga ratus perak (tadi pagi juga ol dan habis dua ribu dua ratus) yang bila dijumlahkan tepat enam ribu limaratus, tapi kok tumben-tumbennya uang itu saya serahkan dengan lapang dada. Padahal biasanya kalau harus membayar lebih dari tigaribu, hati kecil saya ngomel-ngomel gak karuan.
Bahkan, kalau mau yang lebih hebat, tulisan di alinea yang ini, sebenarnya hanya tambahan saja. Kenapa..? Karena semalam, saat saya sedang menuliskan hal ini, bumi tiba-tiba berguncang sehingga saya harus melarikan diri dengan kabur ke lantai bawah, memperingatkan seluruh keluarga bahwa sedang ada gempa, lalu lari keluar rumah. Jadi, andaikan saat itu saya sedang tidur (bukan memelototi monitor) mungkin saya tidak akan merasakan gempa bumi.
Fyuuhh, hari ini memang hari yang hebat. Tapi anu, pak supervisor PLTA Ketenger, maaf ya.., nanti kalo kaki saya sudah sembuh saya gak akan ijin-ijin lagi kok, bener deh pak..
Purwokerto, rabu delapan Agustus nol tujuh
Saat sisa uang di kantong tinggal dua ribu perak
togie de lonelie
Kamis, 09 Agustus 2007
LongRoad to Heaven

Rating: | ★ |
Category: | Movies |
Genre: | Action & Adventure |
Film ini berkisah tentang tragedi bom bali tahun 2002. Mengambil sudut pandang tiga kelompok: yaitu umat islam, penduduk lokal, dan turis asing. Tiga kelompok ini kemudian dikelompokkan lagi. Umat islam dibagi menjadi dua, yang teroris dan bukan teroris. Penduduk lokal dibagi dua, yang menerima tragedi dengan lapang dada dan yang menumpuk dendam. Turis asingpun dibagi menjadi dua, yaitu mereka yang membenci bali dan masih mencintai bali.
Dengan sudut pandang seperti itu, seharusnya film ini bisa mempunyai mutu yang patut diacungi jempol. Namun kenyataannya, acungan jempol saya hanya tertuju pada aktingnya alex komang saja. Karena cerita yang disuguhkan, seolah-olah menurunkan derajat penalaran kita.
Saya mengharapkan sebuah film yang kompleks. Menceritakan tentang kenapa, apa, bagaimana, dan semacamnya. Namun film ini hanya menyuguhkan potongan-potongan kecilnya saja, dimana potongan tersebut ternyata dipotong-potong dengan sesuka hati.
1. Muslim
Begini, mari kita lihat para teroris di film ini. Imam samudera, yang katanya lumayan pandai di bidang informatika, sekaligus sebagai ketua kelompok, di film cuma bisa surfing dan ngetik di microsoft word. Bahkan dia tidak terlihat sebagai seorang kepala kelompok yang pandai mengorganisir bawahannya. Di film ini, hanya satu yang dia kuasai. Ngomeli amrozi. Itu saja
Ali imron, ditampilkan sebagai sosok goblok yang rela diomeli, bahkan kadang penjilat. Sayangnya kegoblokkan itu terlihat dibuat-buat. Seharusnya, para pembuat film bisa menampilkan kegoblokan yang lebih wajar.
Amrozi, dia yang paling sial. Kebenciannya pada kaum kafir hanya ditampilkan lewat umpatan dan sumpah serapah. Yang malah terlihat aneh.
Hambali CS..? Haha. Dalam rapat (atau lebih tepat disebut pertengkaran) yang membahas peledakan bom bali, kita pasti bingung pada logat bicara mereka. Campuran antara melayu dan gaya bahasa indonesia yang disempurnakan. Campur aduk tak beraturan. Sialnya lagi, mereka tidak memerlukan dalil naqli apapun saat mengambil keputusan. Pokoknya, rapatnya seperti rapat kenegaraan lah. Tak ada mirip-miripnya dengan rapat yang biasa dilakukan organisasi muslim.
Bagaimana dengan bom yang digunakan..? Anda jangan berharap bisa mengetahui cara mereka membuat bom. Pokoknya, biar tidak repot-repot mikir, film ini hanya menyuguhkan bahwa para teroris ingin membuat bom yang beda dari bom biasa. Bagaimana cara membuatnya, bahan apa yang digunakan, kenapa bisa berbeda, bagaimana cara mendatangkan bahan tersebut, tak ada disini. Bah, adik saya pun bisa membuat film yang bercerita tentang pembuatan bom atom menggunakan telor mentah lalu bom tersebut bisa meledak dahsyat tanpa perlu berpikir "membuatnya nanti bagaimana"
Untunglah, untuk muslim yang bukan teroris (pak haji), dibuat rada mendingan. Karena walaupun aktingnya tidak bisa disebut istimewa, namun kita bisa tahu bahwa peledakan bom bali itu salah. Bahwa tidak ada jalan pintas menuju surga, yang ada hanyalah usaha dan kerja keras. Namun ya itu tadi, kata-katanya kadang kurang dalem. Seperti didapat dari buku pemacu motivasi, bukan dari buku agama islam.
2. Turis asing.
Mereka digambarkan sebagai pihak yang ingin bersenang-senang di pulau bali, lalu di bom oleh imam samudera CS. Reaksi mereka berbeda-beda. Ada yang langsung menyalahkan umat islam, ada yang menyalahkan siapapun yang bukan berkulit putih, ada pula yang bijaksana. Lagi-lagi, tanpa diceritakan alasannya. Kita cuma bisa terima jadi saja.
3. Penduduk lokal.
Ada yang bersikap optimis terhadap masa depan, ada yang memendam kebencian besar pada komplotan teroris, ada pula yang memprotes karena pemerintah hanya mau merawat korban dari turis asing, bukan orang lokal. Untuk cerita yang ini sudah cukup bagus. Apalagi ada adegan dimana polisi lokal yang mau menerima salam tempel dari ali imron. Tumben lho, ada film yang menceritakan bahwa polisi pun mau menerima salam tempel.
Ooh, anda tahu kenapa bali yang dijadikan sasaran bom..? Konon katanya karena saat mau masuk lift, sang perencana serangann (Muchlas) tidak boleh ikut masuk oleh seorang bule yang mengenakan kaos bertuliskan i love bali. Yang mungkin bila yang ditemui olehnya adalah saya saat mengenakan kaos bertuliskan i love jomblo, mungkin yang di bom adalah para jomblo sedunia.
Jadi intinya, amat lucu kalau film seperti ini dibuat konon "untuk mengenang para korban bom bali".
Purwokerto, saat empat ribu perak yang daku punya, melayang tak berguna
Jomblozone, Rutinitas yang sudah tidak rutin lagi
Bagi kaum jomblo, malam minggu bisa berubah menjadi malam yang amat membosankan. Apalagi jika jomblo tersebut berteman dengan orang yang sudah melepaskan diri dari status kejombloan. Dan walaupun berkumpul dengan sesama jomblo pun, kebosanan tersebut tetap muncul, kalau tidak diisi dengan kegiatan positif atau menyenangkan. Hal ini bisa diamati di sebuah warung sederhana di pojok kota Purwokerto.
Warung ini dimiliki oleh seorang jomblo yang pembelinya adalah para jomblo yang tinggal di sekitar warung. Saat malam minggu tiba, warung ini dipenuhi oleh manusia kurang kerjaan yang bingung mau melakukan apa. Pacar tidak punya, motorpun tidak ada, sehingga mereka berharap agar disana mereka dapat mengisi malamnya dengan lebih berguna.
Ada bermacam alasan yang mereka beri jika ditanya tentang kenapa mereka berkumpul disitu. Namun bila kita sudi untuk bertanya terus-menerus, jawaban mereka bisa disimpulkan menjadi satu. Karena mereka adalah manusia tersisih yang tidak laku di pasaran sehingga untuk menutupi kekurangannya terpaksa melarikan diri dengan berkumpul di warung. Yang bila diumpamakan sebagai barang dagangan, mereka adalah barang sortiran yang walau dijual eceran dengan harga murah pun tetap tidak ada yang mau beli. Buktinya, sudah ada beberapa diantara mereka yang mencoba pergi ke pasar malam atau alun-alun kota untuk mencari gandengan namun pulangnya tetap membawa tangan kosong. Tak ada hasil berarti.
Ada seorang mahasiswa tampan yang tertarik melihat hal ini. Dia adalah seorang jomblo yang bertekad untuk tidak berpacaran karena berbagai macam alasan. Dia suka melihat orang lain hidup menjomblo. Dia ingin agar mereka setia pada gaya hidup jomblo. Dia ingin menunjukkan bahwa jomblo pun bisa menikmati hidupnya dengan menyenangkan, lebih menyenangkan dari mereka yang asyik berpacaran. Namun dia ingin agar kesenangan tersebut didapat dengan cara yang wajar, tidak nganeh-anehi.
Sebelum warung berdiri, para jomblo ini (yang sebagian besar sudah bekerja) biasa mengisi malam minggunya dengan menenggak berbotol-botol anggur merah atau anggur putih. Kalau kebetulan duitnya sedikit terpaksa lari ke ciu. Tapi kalo banyak terkadang setelah minum, mereka minggat ke gang sadar - kompleks pelacuran di baturaden. Namun untungnya, setelah ada warung, mereka lebih suka untuk mengumpulkan diri dengan bermain kartu atau catur, tanpa taruhan uang. Bukan karena bokek. Buktinya, uang yang mereka hamburkan di warung ini bisa amat banyak, bahkan ada yang mencapai rekor mendekati angka enam puluh ribu perak.
Karena itulah, maka sang mahasiswa tampan mengusulkan agar mengadakan acara bakar ayam setiap malam minggu atau tiap ada waktu senggang. Acara ini hanya boleh dihadiri oleh para jomblo yang ikut patungan. Kalo tidak ada duit, maka harus rela menjadi seksi penyembelih dan pembedah perut ayam. Bagi mereka yang tidak menjomblo hanya ada dua pilihan. Ikut dengan membayar lebih mahal, atau dengan membayar pas-pasan tapi harus mau turut membedah perut. Kalau para jomblo sedang mengidap penyakit kere, dengan terpaksa mahluk yang bernama ayam mereka ganti dengan singkong.
Dalam hal bermain kartu. Si mahasiswa ternyata mudah bosan. Main kartu tidak ada gunanya, tidak begitu mengasah otak. Karena itulah, dia lebih suka mengajak mereka main catur yang walaupun bikin pusing tapi terasa lebih menyenangkan. Dan mereka suka. Hingga mereka menelantarkan kartu remi, kartu domino dan kartu ceki lalu beralih memelototi biji catur di papan kotak.
Kalau kebosanan mulai memuncak, mereka memutuskan untuk berdiskusi, atau lebih tepatnya bila disebut sebagai ngerumpi. Tema-nya bebas, tapi yang paling sering adalah tentang pekerjaan dan jodoh. Dari sini bisa diketahui bahwa Tuhan telah menyediakan banyak peluang untuk kita ambil, banyak uang halal yang sebenarnya bisa kita dapat dengan mudah, asalkan mau mengakal-akali kesempatan. Bahkan sebenarnya, uang yang didapat bisa lebih banyak dari gaji pegawai negeri kelas menengah, mencapai jutaan rupiah. Dan dalam hal jodoh, walaupun mereka tidak punya pengalaman sama sekali, tapi ternyata mereka cukup paham teori, bahkan paham dalil agamanya. Hingga mereka ini, pemuda kampung yang katanya tidak berpendidikan ini, dapat mengeluarkan seluruh isi kepalanya yang ternyata lebih berbobot bila dibandingkan dengan orang kuliahan.
Untuk beberapa waktu kegiatan ini menjadi rutinitas yang selalu dilakoni. Walaupun sang mahasiswa sering ketiban sial. Saat dia datang, tak ada yang punya uang untuk beli ayam. Tapi saat dia pulang, tiba-tiba ada donatur yang membawa ayam lumayan besar yang dengan serta merta bisa mereka bakar.
Sayangnya, untuk beberapa lama sang mahasiswa harus menghadapi ujian sehingga tidak bisa berkumpul lagi. Hingga suatu hari, setelah ujiannya selesai, dia datang lagi ke warung ini. Namun sayangnya, disana dia melihat para jomblo itu sedang asyik menghadapi kartu domino dengan berlembar uang berserakan disekitarnya. Bahkan dia sempat mendengar ada seorang pemuda (tepatnya remaja SMP) yang mengusulkan untuk membeli ciu di terminal purwokerto.
Hh, dia putus asa. Tapi tak apalah. Toh, selama beberapa minggu ini sudah tak ada lagi bau alkohol yang bikin mual, tak ada pula penghamburan uang lewat kartu domino. Jadi, kalau sesekali mereka kembali seperti dulu, masih bisa ditoleransi. Masih bisa. Ma.. sih.. bi.. sa..
AARRGGHH....
Gombalisme Gombal-Gambil
Bila anda bosan mengamati keanehan pemerintah dan ingin melihat sesuatu yang lebih aneh lagi, anda bisa meluangkan waktu barang sejenak untuk mengamati tindak-tanduk manusia yang sedang dilanda cinta dan berusaha mendapatkan orang yang diidamkan, terutama untuk menjadikannya sebagai pacar. Niscaya anda akan melihat bermacam taktik gombalisme yang bikin takjub.
Saat sedang melakukan PDKT, ada beberapa taktik picisan yang biasa dilakukan, diantaranya adalah :
1. Kirim SMS
PDKT menggunakan surat cinta sudah mendekati masa kehancuran, digantikan oleh trend baru menggunakan SMS. Biasanya, saat jatuh cinta, kita jadi ingin berkomunikasi dengan si do'i. Apa yang dibicarakan tidaklah penting, asalkan ada nama dia di inbox kita, dan nama kita di inbox dia, itu sudah cukup. Namun sayangnya, hal ini terkadang terbentur pada pembicaraan tidak penting yang buang-buang pulsa. Seperti sms yang berisi "dah makan belum..?", "Met mimpi indah", "Selamat menyambut pagi", ataupun puisi cinta yang kadang tidak jelas apakah bisa dikategorikan sebagai puisi atau tidak, saking hancurnya diksi.
Yang lebih mengenaskan lagi adalah, trend sms terkadang membuat seseorang jadi sakti, bisa melakukan beberapa hal sekaligus dalam satu waktu. Misalkan ada seseorang yang baru santai merokok sambil nonton tv tiba-tiba mengirim sms pada si do'i "Lagi apa mbak, kalo daku baru saja shalat, khusyuk banget deh". Atau saat dia baru bangun tidur karena begadang semalaman bareng teman dipinggir jalan, lalu dapet sms dari doi menanyakan sedang apa, lalu dijawab seenaknya "Baru saja mengkhatamkan alquran". Busyeet.
Apalagi bila ternyata saat itu si penggombal sedang kangen berat lalu mengirim sms banyak-banyak tepat pukul 12 malam. Ck, malah mengganggu tidur nyenyak si doi yang mungkin sedang bermimpi bertemu idamannya sendiri, bukan bertemu dengan si penggombal laknat.
2. Miscall
Dulu, saat kalau miscall dibawah 3 detik pulsa kita masih belum kena sikat, miscall jadi sesuatu yang amat digandrungi. Dengan miscall bolak-balik, kita bisa melakukan gombal-gambil sesuka hati, tanpa modal besar. Namun saat penyedia layanan selular bersikap tegas, miscall hanyalah menjadi sesuatu yang tidak begitu bermutu, dilakukan hanya agar ada nama kita di HP si doi, agar dia tahu bahwa kita merindukan dia. Dengan harapan agar dia pun ingat atau rindu pada kita.
3. Berduaan dengan alasan yang amat dibuat-buat
Kasus ini baru saja saya jumpai. Saat seorang teman di PDKT oleh lawan jenis dengan cara mengajaknya mendiskusikan skripsi si penggombal, berdua. Mungkin hal ini rada masuk akal, andai saja kedua insan tersebut tidak kuliah di fakultas berbeda, membahas skripsi yang ilmunya berbeda, hal yang diteliti pun berbeda pula. Padahal si penggombal punya belasan teman lain yang lebih bisa diandalkan untuk ditanyai tentang skripsi, karena kuliah di fakultas yang sama, dan sedang mengerjakan skripsi juga.
Ah, sebenarnya masih banyak gombalisme yang lain, namun saya hanya ingin membahas ketiga hal ini saja. Mungkin kelak, jika saya menjadi presiden RI, lalu ingin agar rakyat saya tidak dibingungkan oleh gombal-gombalan, saya akan mengusulkan agar dibuat undang-undang khusus agar para penggombal dihukum gantung, tapi tidak sampai mati. Cukup digantung terbalik dengan ketek menghadap sang mentari. Biar terbakar, berkobar-kobar, menimbulkan luka hangus yang menganga lebar.
Btw, gimana dengan gombal via reply MP atau YM Gie..?
Haha, kalo itu sih harus diberi toleransi
Ta.., tapi kan..?
Pokoknya harus ditoleransi
Ta.., tapi..
PLETAK..!!! Daku bilang, harus ditoleransi, tidak ada tapi-tapian. Ngerti..?
Catur dan Peluang
Tiga puluh dua biji catur diatas petak-petak berwarna hitam putih terpampang di depanku. Deretan pion berdiri susul menyusul, tak bisa ditembus lawan. Kalaupun dia mau mengorbankan pionnya untuk membuka jalan, petak bagian belakang akan terbuka, dan menteri yang kuletakkan di depan sudah siap mengancam raja. Didukung oleh benteng dan gajah yang akan bergerak bebas. Kulihat keringat dingin membasahi dahi, dia tampak bingung memikirkan langkah yang harus diambil. Aku duduk dengan tenang, kemenanganku sudah bisa dipastikan. Namun, tak terlihat sorot putus asa di matanya, dia tetap berusaha melawan. Ck, usaha yang tampaknya sia-sia saja.
Amat jarang kutemukan lawan yang bersemangat seperti dia. Lawanku sebelumnya pasti sudah panik dan tak bisa berpikir jernih. Disusul oleh langkah-langkah konyol yang hanya mendekatkan mereka pada kekalahan. Dan biasanya, tak kubiarkan mereka kalah dengan mudah. Terlebih dahulu, akan kugerogoti menteri, gajah, kuda dan benteng yang mereka punya. Setelah itu, barulah aku incar rajanya. Haha, kekalahan yang menyedihkan. Aku tahu betapa tersiksanya kalau harus melihat biji catur andalan kita terambil satu-persatu. Akan lebih baik bila kita langsung di skak-mat. Namun, aku tak mau memberikan kekalahan senyaman itu. Aku ingin melihat lawanku putus asa terlebih dulu. Begitu pula lawanku kali ini. Akan kugerogoti biji catur miliknya. Bukankah dia sudah tak bisa menyerangku..?
Sebagian pemain catur terlalu mengandalkan menteri. Mereka akan melakukan apapun untuk menyelamatkan menterinya, dan lupa bahwa yang paling harus dijaga dalam permainan catur adalah sang raja. Ironis memang. Menteri adalah senjata yang amat ampuh, bisa digunakan untuk menyerang atau bertahan. Namun sayangnya, hal itu menyebabkan para pemain terlalu menyayangi sang menteri. Mereka tak berdaya bila menterinya bisa kita ambil. Lalu menganggap bahwa biji catur lainnya amat tak berguna. Dengan kata lain, walaupun masih melakukan perlawanan, sebenarnya mereka sudah menyerah. Sudah optimis untuk kalah. Dan, sebentar lagi menteri miliknya akan kukirim ke alam baka. Hahaha
Terlepas dari permainan catur, banyak dari kita yang terlalu bergantung pada "senjata andalan" kita. Kita menggantungkan diri pada harta, pada jabatan, pada kepintaran, pada teman dan yang lainnya. Sering kita lihat, betapa mereka yang sebelumnya hidup nyaman dibawah buaian harta, menjadi frustasi tatkala jatuh miskin. Dilanjutkan dengan sederet keputus-asaan. Banyak pula pasangan yang depresi jika putus cinta, lalu bunuh diri. Mereka lupa, bahwa cinta dan harta yang mereka miliki sebenarnya hanya merupakan alat untuk mencapai kebahagiaan. Baik di dunia maupun di alam selanjutnya. Kebahagiaanlah yang seharusnya menjadi raja yang terus dimiliki, bukan harta atau pasangan.
Keringat dingin di dahi lawanku sudah menetes, beberapa langkah lagi aku pasti menang. Biji catur miliknya menjadi tak berguna. Namun dia masih berusaha menempatkan mereka di petak yang dianggap paling stategis. Tak tampak adanya rasa putus asa.
Banyak pula manusia yang tidak menyerah sampai akhir. Seperti lawan saya itu. Kalah-tidak nya permainan catur, ditentukan jika raja kita terambil oleh lawan. Kalah-tidaknya perjuangan dalam menapaki hidup, ditentukan oleh terambilnya nyawa dari tubuh kita. Sebelum hal itu ditemui, berarti kita masih harus berjuang, melakukan apapun yang bisa kita lakukan, dengan pikiran jernih, dengan sebaik mungkin.
Akhirnya, aku kena skak-mat. Deretan pion yang kugunakan sebagai pertahanan ternyata bisa dijebol. Menteriku terjebak di petak milik lawan. Kedua benteng punyaku sudah diambil. Gajahku tinggal satu. Dan kuda milikku tinggal menunggu waktu sebelum dihabisi pion lawan. Itulah keajaiban sebuah perjuangan. Jika kita menghadapi jalan buntu, dan kita sudah tidak bisa berbalik lagi, bukan berarti kita harus berhenti berusaha. Kita harus terus mencari peluang. Kalau tidak ada, berarti kita harus membuatnya. Kalau tetap tidak bisa, kita harus menunggu peluang itu dimunculkan oleh Tuhan. Dengan prinsip itulah lawanku bisa menang. Saat dia sudah menemui jalan buntu, dia berusaha mencari jalan. Saat jalan tak ditemui, dia berusaha membuatnya. Saat itupun tak berhasil, dia menunggu sambil terus berusaha. Hingga peluang itupun muncul, saat aku melakukan sebuah langkah konyol yang berakibat fatal.
Purwokerto, Togie de lonelie
kalah dua kali, remis 0 kali, tidak menang sekalipun.
Kamis, 02 Agustus 2007
[Mungkin Cerpen] MR-R - Maklumi aku
*****
"WOOOOOUUUUUUUU, LELAKIII TAK MAUUU DIMADUUUU....!!!! BEGITULAH DIRIKUUUU, WAHAHAHAHA...!!!"
******
Teriakan itu terdengar lagi dari balik jendela kamar. Teriakan yang sudah beberapa malam meriuhkan sepi. Setiap menjelang subuh dia selalu menyusuri jalan, lewat depan rumah, berbelok ke samping mushalla, lalu berputar-putar keliling RT, hingga besok paginya ditemukan terkapar di pos ronda dekat kebun singkong.
Namanya, Mr-R. Pemuda umur tiga-puluhan yang lima tahun terakhir ini berprofesi sebagai pemabuk ulung. Hampir tiap malam dia menemani dirinya dengan berbotol anggur hitam, anggur merah, anggur putih, ciu, maupun minuman sekelas jack-D. Namun biasanya dia selalu tenang dalam mabuknya. Tak pernah seribut ini.
Ah, bukan. Dia bukannya tidak mau bikin ribut, tapi tidak bisa. Polio telah membengkokkan kedua kakinya. Tubuh yang seharusnya tumbuh gagah dan perkasa, ternyata tak pernah berkembang sejak usia delapan tahun. Hingga dia lebih terlihat sebagai anak SD bermuka tua daripada sebagai pemuda usia tigapuluhan. Dengan tubuh seperti itu, dia tidak akan berani bikin ribut.
******
"AKUUU HIDUP SEENDIRIIII...!!! DALAAM SEPIII, TAK DITEMANII... OH INDAHNYAA...!!!
******
Kerapkali dia meneriakkan sajak kesepian. Berkisah tentang kesendirian seorang pemuda yang tak bisa hidup sebagaimana layaknya pemuda. Disaat teman-temannya bermalam minggu naik motor, dia hanya bisa duduk bersandar di dinding rumah. Menonton sinetron yang jalan ceritanya tak bisa di logika, atau sesekali menikmati film biru tatkala orang tua dan saudara-saudaranya sedang pergi.
Pacar..? Sesuatu yang tak mungkin bisa didapatkan. Di kampung ini tak ada wanita buta. Wanita melek pasti akan berpikir sejuta kali sebelum menerimanya sebagai pacar.
Ah, ternyata aku salah lagi. Mereka itu, para wanita itu, bahkan tak perlu merepotkan diri. Mereka hanya perlu berkata "OGAH" tanpa harus berpikir dulu. Kejam..? Mungkin. Tapi jujur saja, aku sendiri pun, jika memposisikan diri sebagai wanita, lalu diminta untuk hidup bersama dengan laki-laki seperti itu, aku tak akan mau.
Yaah, memang, ada orang bijak yang berkata bahwa jodoh ada di tangan Tuhan. Sebelum lahir, sudah ditentukan siapa jodoh kita. Bahkan sebenarnya, jodoh yang Tuhan sediakan sudah ada, kita hanya perlu mencarinya, atau menunggu. Begitu pula jodohnya. Dia hanya perlu menunggu agar cepat dipertemukan oleh Tuhan, kalau tidak sabar, dia boleh mulai mencari. Tapi ya itu tadi, andai aku adalah seorang wanita, aku pasti berharap bahwa bukan aku yang menjadi jodohnya. Hingga kemudian aku sempat berpikir bahwa kalaupun Tuhan telah menentukan jodoh setiap manusia, maka jodoh MR-R adalah untuk tidak berjodoh.
******
"JANGAN MELIHAT DIRIKUU, LIHATLAH HATIKUUU, YANG SLALU MENCINTAIMUUU..."
******
Apa yang kita nilai dari orang lain bukan hanya fisiknya saja, tapi juga hatinya. Hal ini benar. Tapi sayangnya, sebelum menilai hati seseorang, kita sering terbentur pada fisiknya terlebih dulu. Mungkin inilah yang pernah MR-R rasa.
Dulu, menjelang subuh, selalu terlihat sosok yang berjalan terseok menuju mushalla. Sepuluh menit kemudian, terdengarlah suara Adzan yang merdu, bergema ke penjuru kampung. Dan kalau kita mau melangkahkan kaki untuk menengok siapa yang mengumandangkan panggilan subuh, niscaya kita akan melihat sesosok tubuh ringkih dengan kaki bengkok yang berdiri di samping mimbar, memegang microphon. Tapi itu dulu. Dan saat itu pun tetap tidak ada wanita yang bisa jatuh cinta kepadanya, sekalipun. Sama seperti sekarang. Kenapa..? Tak perlu lagi kukatakan alasannya.
Memang, suatu kali teman-temannya pernah merasa kasihan. Mereka membawanya pergi ke kompleks pelacuran di belakang terminal. Mereka ingin agar dia bisa menikmati tubuh wanita biarpun cuma satu kali, biarpun harus dengan berzina. Mereka sudah berusaha keras mencarikan wanita yang mau menikah dengannya, atau sebatas menjadi pacar. Tapi tak ada yang mau. Karena itulah, mereka mencari jalan pintas. Pelacur akan tunduk dihadapan uang, apalagi kalau jumlahnya sampai ratusan ribu, hasil patungan. Dengan optimis, mereka menggandengnya pergi, menaikkannya diatas motor, lalu melaju dengan sebungkus asa. Menuju ke tempat mamih, ibu-ibu gendut yang konon bisa menyediakan wanita jenis apapun. Yang mau berhubungan badan dengan laki-laki ber-uang, tanpa melihat bentuk fisiknya.
Sayang beribu sayang, malang selalu saja datang. Sesampainya disana bukan pelukan hangat wanita yang menyambutnya. Pelacur yang sebelumnya menanti dengan senyum berseri, berubah cemberut begitu melihat sosok laki-laki yang harus dia layani. Bukan hanya cemberut. Karena tak mau dipaksa, dia mulai berteriak dan mencaci maki. Mamih mencoba membujuk dan merayu dengan berlembar uang merah yang tergenggam di tangan. Tapi hal itu malah membuat cacian sang pelacur bertambah pedas. "JIJIIK, PERGIII..!!!". PRANG...!! Lalu diakhiri dengan lembaran sebotol anggur kolesom yang pecah membentur tembok.
******
"AKU HANYA INGIN DIRIMUU…, AKU HANYA INGIN MEMILIKIMUU…, AKU HANYA INGIN……"
******
Sejak saat itu, MR-R sering terlihat menyendiri sambil merenung. Menatap langit, menghirup sepi. Aku tak tahu apa saja yang dia lakukan saat sedang sendiri, apalagi jika dia mulai beranjak masuk kamar dan mengurung tubuhnya. Ada beberapa teman yang iseng masuk kedalam kamarnya, namun beberapa saat kemudian mereka keluar dengan muka jijik. Percikan lendir kental yang bertumpukan ditembok, dilengkapi VCD bergambar wanita telanjang yang berserakan memenuhi kamar, seakan berkata pada mereka tentang rutinitas yang selalu dilakoni MR-R. Ah, mungkin dia selalu memuaskan diri dengan cara seperti ini. Cara murahan yang entah kenapa tetap dimaklumi. Mereka mengerti, benar-benar mengerti apa yang dia rasakan.
Hingga kemudian, suatu malam aku melihat dia termenung di sudut gang. Memegang minuman ciu sekantong plastik, duduk diatas batu, bersandar pada sebatang pohon mangga. Disebelahnya tergeletak sebungkus rokok jarum super yang masih tertutup rapat, belum dibuka. Ah, uang di kantongku tinggal dua ratus perak, tak cukup untuk beli rokok biarpun cuma sebatang. Karena itulah, perlahan kudekati dia, siapa tahu aku boleh minta rokok yang dia punya, sebatang juga tak apa.
******
Dia duduk bersandar pada pohon mangga, sambil menenggak ciu yang hampir habis. Aku bersandar di pohon yang sama, menghisap sebatang rokok untuk mengusir hawa dingin. Aku ingin pamit pulang, tapi entah kenapa seperti ada yang menahanku untuk terus disini. Bukan untuk memberi nasehat, karena aku tak pintar menasehati. Bukan pula untuk mengantarnya pulang, karena aku tahu dia tidak suka tidur dirumah.
AH, malam sepi. Beribu kisah tiba-tiba tertuang di otak ini. Tentang harap, tentang cinta, tentang keindahan. Tapi, dia, MR-R yang sedang duduk bersamaku, mungkinkah masih bisa berharap tentang indahnya cinta..? Setelah segenap penolakan, sederet cacian, dan setumpuk rasa putus asa..? Entahlah. Sejenak, otak ini bisa memahami kenapa dia selalu melarutkan diri dalam kemabukan. Dia sudah tak bisa lagi mengharapkan cinta, dia kesepian. Dan alkohollah yang menjadi ajang pelarian. Hingga dalam mabuknya, sajak-sajak yang dia ucapkan bergema ke penjuru kampung. Sajak kejujuran yang tak terbantahkan
******
Rokok di tanganku hampir habis saat dia memindahkan badannya, duduk disampingku. Dia menawariku sebatang rokok lagi, yang aku jawab dengan gelengan kepala. Sejenak dia tersenyum, hingga kemudian mata kosongnya menatap langit malam. Setengah menit kemudian, saat masih menerawang, kulihat matanya mulai berlinang, lalu butiran air pun menetes. Setelah itu dia menatapku, benar-benar menatapku, lalu dengan terisak dia berkata : "Gie, kenapa tak ada wanita yang mau denganku..?"
Beku. Aku tahu di negeri ini tak ada salju. Tapi aku merasa beku. Tubuhku membeku. Hanya dua tetes air yang tak berubah menjadi es. Dua tetes air yang sebentar lagi tumpah dari mata ini.
Note :
Dari pengalaman teman dekatnya MR-R. Saya hanya menceritakan apa yang dia ceritakan di warung samping rumah. Tidak melihat dengan mata kepala sendiri.
Purwokerto, akhir juli
Togie de lonelie