
Jum'at, 21-Juli-2006
Ruang 06.
Ujian Matematika Diskrit
Sifat : Opensheet
Satu setengah jam telah berlalu dan dari sepuluh soal yang diberikan, enam diantaranya sudah selesai dijawab. Hanya tinggal empat buah yang masih terbengkalai, tanpa pernah tersentuh. Untuk kesekian kalinya mahasiswa kurus nan tampan itu mencoba membuka sheet ekstra yang tersembunyi di saku celana sebelah kanan. Dan untuk kesekian kalinya pula dia mengurungkan niatnya.
"Jangan Gie, cukuplah dengan sheet yang sekarang ada didepanmu"
Ya, tadi bisikan itu terdengar lagi. Bahkan lebih jelas daripada sebelumnya.
Suasana kembali hening, hanya terdengar gesekan pena dan kertas. Di ruangan itu terdapat sekitar 40 mahasiswa yang sedang berkonsentrasi penuh untuk menjawab pertanyaan, ataupun untuk mendapatkan jawaban dari mahasiswa lain. Sebagian diantara mereka juga mempunyai sheet ekstra, yang tampaknya sudah berhasil digunakan dengan baik.
Sekarang kita kembali ke mahasiswa kurus itu. Lihatlah, Keringat dingin mulai menetes dari dahinya yang lebar, kemudian mengalir ke pipi kanannya yang berjerawat dan jatuh membasahi jaket biru tua di pangkuannya. Perlahan dia mulai memejamkan mata, menarik nafas panjang dan berkata pada diri sendiri :
"Kalau berusaha, aku pasti bisa. Soal ini pasti aku selesaikan, seperti soal-soal sebelumnya."
Ya, setelah itu perasaan optimis mulai tumbuh di hatinya. Rasa percaya diri (yang biasanya cenderung narsis) pun berkobar-kobar, seiring makin bergejolaknya semangat di dalam dada.
"Aku pasti bisa"
Kata-kata tersebut kian bergema memenuhi sanubarinya.
Namun itu tak berlangsung lama, semangat yang hebat itu surut dengan tiba-tiba. Ternyata kemauan kuat harus dibarengi pula dengan kemampuan yang memadai. Saat melihat lembar soal yang tergeletak dihadapannya, mental yang tadinya kokoh seakan-akan luntur dan terkikis habis. Dia merasa bahwa pertanyaan yang tertulis disana memang mustahil untuk dijawab. Apalagi setelah itu dia teringat perkataan para seniornya :
"Saat ini mau tidak mau kita harus mengakui bahwa pada kenyataannya, Indeks Prestasi lebih dihargai daripada kejujuran yang kita miliki."
Teringat pula nasehat dari seorang pemabuk kharismatik yang dulu pernah dia temui :
"Berbuat dosa itu boleh-boleh saja, asalkan kita langsung bertaubat. Itulah wujud dari kemurah-hatian yang Tuhan miliki. Kalau kita tidak menghargai kemurahan tersebut, maka kita bukan termasuk golongan orang-orang yang bersyukur."
Dan entah karena bisikan syetan yang terlalu kuat atau karena hati yang terlalu lemah maka dengan rela, ikhlas dan lapang dada, mahasiswa tersebut memutuskan untuk membuka senjata rahasia yang tersimpan rapi di saku celananya. Dalam waktu singkat, sheet semula pun telah tergantikan oleh sheet baru yang "mungkin" lebih lengkap. Tidak sulit untuk melakukan penggantian tersebut, hanya diperlukan sedikit kehati-hatian serta intuisi yang tajam. Semua orang pasti bisa melakukannya.
Tapi..., Apa yang terjadi selanjutnya...?
Dasar sial, ternyata sheet itupun tidaklah selengkap seperti yang dibayangkan, dia tetap tidak bisa menjawab sisa pertanyaan yang ada. Dosa sudah dilakukan, namun pertolongan tidak juga datang. Duh gusti, cobaan apa pula ini. Trenyuh, menyesal, marah, dan putus asa perlahan-lahan hinggap di hatinya yang rapuh. Seolah-olah segerombolan syetan sedang tertawa dan bersenang-senang didalam lubuk hatinya.
Namun entah karena mukjizat atau entah karena apa, dalam sekejap perasaan itu hilang, berganti dengan rasa kagum dan takjub yang hinggap di dalam dada. Pertanyaan yang tadi terasa begitu sulit seakan-akan menjadi biasa saja, sama seperti soal sebelumnya. Bahkan dengan lancarnya, dia berhasil menjawabnya satu per satu (walaupun persentase kebenarannya sangat pantas untuk diragukan). Dan di lima menit terakhir hanya tinggal satu pertanyaan yang perlu dijawab.
Dengan bersemangat, dia mulai menulis, menganalisa dan menghitung. Langkah demi langkah, rumus demi rumus, angka demi angka.
"Ya, sebentar lagi aku selesai".
Itu yang dia katakan dalam hati.
Namun, hampir sama seperti cerita sinetron dimana klimaksnya terkadang tidak seperti yang kita duga, begitu pula peristiwa yang terjadi saat itu. Dengan tiba-tiba pak pengawas ujian berkata :
"Waktu habis, ujian sudah selesai. Kumpulkan lembar jawab kalian"
#GUBRAK... APA....?
Tunggu sebentar, tidak salah nih pak..? Nanti dulu, masih kurang sedikit lagi nih. Tanggung, tinggal beberapa persamaan lagi. Tolonglah pak, saya hanya butuh waktu sepuluh menit. Ya, tidak lebih. Saat itu pertanyaan ini pasti sudah selesai saya jawab. Apalah sulitnya memberi tambahan waktu sepuluh menit...
Ayolah pak.., tolong mulai dari mahasiswa yang lain saja pak. Lihat mahasiswa kurus yang kurang tampan itu...? Matanya dari tadi melirik kesana-kemari pak, mulai dari dia dulu deh. Atau mahasiswa yang berkumis tebal itu..? Tadi dia bersin sampai contekannya jatuh. Bener deh pak. Duh, bapak tidak lihat sih. saya mohon pak...
Namun sebelum kekagetannya hilang, kertas yang tadi tergeletak di atas meja telah diambil. Sudah tak ada lagi yang bisa dilakukan. Ya, memang begitulah seharusnya. Kita harus taat pada peraturan.
Dua jam kemudian, diruangan yang berbeda :
Mahasiswa kurus, berjerawat (tapi tampan) itu terlihat sedang merenung. Perlahan-lahan dia mulai berbisik, komat-kamit sambil merangkai untaian kata, yang tersusun rapi didalam kepalanya.
"Jangan bersedih. Bahkan sebaliknya, kamu harus bersyukur karna ini hanyalah sebuah ujian akhir biasa, yang bisa diulang lagi tahun depan. Yah, walaupun tadi sempat muncul perasaan tidak rela dan tidak puas. Ah, tapi bagaimana nanti kalau ternyata ajal sudah menanti didepan muka, dan kematian sudah tidak bisa ditawar lagi...? Apakah peristiwanya akan sama seperti tadi..? Apa kamu masih bisa protes, mengeluh sembari berkata :"
"Ya Tuhan, berilah daku waktu sepuluh menit lagi untuk menyesali dosa-dosa yang kuperbuat, serta untuk memohon ampunan kepadaMu. Berilah daku waktu sepuluh menit lagi untuk menggenapi shalat-shalat yang pernah daku tinggalkan. Berilah daku waktu untuk meminta maaf atas kesalahan yang daku perbuat pada orang tua, saudara, tetangga dan kawan-kawan. Berilah daku waktu untuk membuat ibu dan ayah tersenyum, untuk membahagiakan mereka."
"Ya Tuhan, telah kuhabiskan waktu ribuan menit untuk melakukan perbuatan yang sia-sia. Karna itu ijinkan daku hidup sepuluh menit lagi untuk melakukan hal yang berguna. Beri daku waktu ya Tuhan..."
Ah, andai saat itu kita masih bisa tawar menawar dengan Tuhan.
Diilhami dari kisah nyata, namun ada fiksinya juga.
Keterangan gambar : Adik daku yg dipaksa untuk berpose seolah-olah sedang mencontek.
Ruang 06.
Ujian Matematika Diskrit
Sifat : Opensheet
Satu setengah jam telah berlalu dan dari sepuluh soal yang diberikan, enam diantaranya sudah selesai dijawab. Hanya tinggal empat buah yang masih terbengkalai, tanpa pernah tersentuh. Untuk kesekian kalinya mahasiswa kurus nan tampan itu mencoba membuka sheet ekstra yang tersembunyi di saku celana sebelah kanan. Dan untuk kesekian kalinya pula dia mengurungkan niatnya.
"Jangan Gie, cukuplah dengan sheet yang sekarang ada didepanmu"
Ya, tadi bisikan itu terdengar lagi. Bahkan lebih jelas daripada sebelumnya.
Suasana kembali hening, hanya terdengar gesekan pena dan kertas. Di ruangan itu terdapat sekitar 40 mahasiswa yang sedang berkonsentrasi penuh untuk menjawab pertanyaan, ataupun untuk mendapatkan jawaban dari mahasiswa lain. Sebagian diantara mereka juga mempunyai sheet ekstra, yang tampaknya sudah berhasil digunakan dengan baik.
Sekarang kita kembali ke mahasiswa kurus itu. Lihatlah, Keringat dingin mulai menetes dari dahinya yang lebar, kemudian mengalir ke pipi kanannya yang berjerawat dan jatuh membasahi jaket biru tua di pangkuannya. Perlahan dia mulai memejamkan mata, menarik nafas panjang dan berkata pada diri sendiri :
"Kalau berusaha, aku pasti bisa. Soal ini pasti aku selesaikan, seperti soal-soal sebelumnya."
Ya, setelah itu perasaan optimis mulai tumbuh di hatinya. Rasa percaya diri (yang biasanya cenderung narsis) pun berkobar-kobar, seiring makin bergejolaknya semangat di dalam dada.
"Aku pasti bisa"
Kata-kata tersebut kian bergema memenuhi sanubarinya.
Namun itu tak berlangsung lama, semangat yang hebat itu surut dengan tiba-tiba. Ternyata kemauan kuat harus dibarengi pula dengan kemampuan yang memadai. Saat melihat lembar soal yang tergeletak dihadapannya, mental yang tadinya kokoh seakan-akan luntur dan terkikis habis. Dia merasa bahwa pertanyaan yang tertulis disana memang mustahil untuk dijawab. Apalagi setelah itu dia teringat perkataan para seniornya :
"Saat ini mau tidak mau kita harus mengakui bahwa pada kenyataannya, Indeks Prestasi lebih dihargai daripada kejujuran yang kita miliki."
Teringat pula nasehat dari seorang pemabuk kharismatik yang dulu pernah dia temui :
"Berbuat dosa itu boleh-boleh saja, asalkan kita langsung bertaubat. Itulah wujud dari kemurah-hatian yang Tuhan miliki. Kalau kita tidak menghargai kemurahan tersebut, maka kita bukan termasuk golongan orang-orang yang bersyukur."
Dan entah karena bisikan syetan yang terlalu kuat atau karena hati yang terlalu lemah maka dengan rela, ikhlas dan lapang dada, mahasiswa tersebut memutuskan untuk membuka senjata rahasia yang tersimpan rapi di saku celananya. Dalam waktu singkat, sheet semula pun telah tergantikan oleh sheet baru yang "mungkin" lebih lengkap. Tidak sulit untuk melakukan penggantian tersebut, hanya diperlukan sedikit kehati-hatian serta intuisi yang tajam. Semua orang pasti bisa melakukannya.
Tapi..., Apa yang terjadi selanjutnya...?
Dasar sial, ternyata sheet itupun tidaklah selengkap seperti yang dibayangkan, dia tetap tidak bisa menjawab sisa pertanyaan yang ada. Dosa sudah dilakukan, namun pertolongan tidak juga datang. Duh gusti, cobaan apa pula ini. Trenyuh, menyesal, marah, dan putus asa perlahan-lahan hinggap di hatinya yang rapuh. Seolah-olah segerombolan syetan sedang tertawa dan bersenang-senang didalam lubuk hatinya.
Namun entah karena mukjizat atau entah karena apa, dalam sekejap perasaan itu hilang, berganti dengan rasa kagum dan takjub yang hinggap di dalam dada. Pertanyaan yang tadi terasa begitu sulit seakan-akan menjadi biasa saja, sama seperti soal sebelumnya. Bahkan dengan lancarnya, dia berhasil menjawabnya satu per satu (walaupun persentase kebenarannya sangat pantas untuk diragukan). Dan di lima menit terakhir hanya tinggal satu pertanyaan yang perlu dijawab.
Dengan bersemangat, dia mulai menulis, menganalisa dan menghitung. Langkah demi langkah, rumus demi rumus, angka demi angka.
"Ya, sebentar lagi aku selesai".
Itu yang dia katakan dalam hati.
Namun, hampir sama seperti cerita sinetron dimana klimaksnya terkadang tidak seperti yang kita duga, begitu pula peristiwa yang terjadi saat itu. Dengan tiba-tiba pak pengawas ujian berkata :
"Waktu habis, ujian sudah selesai. Kumpulkan lembar jawab kalian"
#GUBRAK... APA....?
Tunggu sebentar, tidak salah nih pak..? Nanti dulu, masih kurang sedikit lagi nih. Tanggung, tinggal beberapa persamaan lagi. Tolonglah pak, saya hanya butuh waktu sepuluh menit. Ya, tidak lebih. Saat itu pertanyaan ini pasti sudah selesai saya jawab. Apalah sulitnya memberi tambahan waktu sepuluh menit...
Ayolah pak.., tolong mulai dari mahasiswa yang lain saja pak. Lihat mahasiswa kurus yang kurang tampan itu...? Matanya dari tadi melirik kesana-kemari pak, mulai dari dia dulu deh. Atau mahasiswa yang berkumis tebal itu..? Tadi dia bersin sampai contekannya jatuh. Bener deh pak. Duh, bapak tidak lihat sih. saya mohon pak...
Namun sebelum kekagetannya hilang, kertas yang tadi tergeletak di atas meja telah diambil. Sudah tak ada lagi yang bisa dilakukan. Ya, memang begitulah seharusnya. Kita harus taat pada peraturan.
Dua jam kemudian, diruangan yang berbeda :
Mahasiswa kurus, berjerawat (tapi tampan) itu terlihat sedang merenung. Perlahan-lahan dia mulai berbisik, komat-kamit sambil merangkai untaian kata, yang tersusun rapi didalam kepalanya.
"Jangan bersedih. Bahkan sebaliknya, kamu harus bersyukur karna ini hanyalah sebuah ujian akhir biasa, yang bisa diulang lagi tahun depan. Yah, walaupun tadi sempat muncul perasaan tidak rela dan tidak puas. Ah, tapi bagaimana nanti kalau ternyata ajal sudah menanti didepan muka, dan kematian sudah tidak bisa ditawar lagi...? Apakah peristiwanya akan sama seperti tadi..? Apa kamu masih bisa protes, mengeluh sembari berkata :"
"Ya Tuhan, berilah daku waktu sepuluh menit lagi untuk menyesali dosa-dosa yang kuperbuat, serta untuk memohon ampunan kepadaMu. Berilah daku waktu sepuluh menit lagi untuk menggenapi shalat-shalat yang pernah daku tinggalkan. Berilah daku waktu untuk meminta maaf atas kesalahan yang daku perbuat pada orang tua, saudara, tetangga dan kawan-kawan. Berilah daku waktu untuk membuat ibu dan ayah tersenyum, untuk membahagiakan mereka."
"Ya Tuhan, telah kuhabiskan waktu ribuan menit untuk melakukan perbuatan yang sia-sia. Karna itu ijinkan daku hidup sepuluh menit lagi untuk melakukan hal yang berguna. Beri daku waktu ya Tuhan..."
Ah, andai saat itu kita masih bisa tawar menawar dengan Tuhan.
Diilhami dari kisah nyata, namun ada fiksinya juga.
Keterangan gambar : Adik daku yg dipaksa untuk berpose seolah-olah sedang mencontek.
haiyahhhhh
BalasHapushehehehe, emang gemes ya, kalo soal belom kejawab semua, tapi waktu udah habis.. :-)
BalasHapuskok nawar... kuberi dirimu 1 jam lagi!!! wikikikikkiik...
BalasHapusCIAATTTT!!!!!!!!!!!
BalasHapusBetul mbak...
BalasHapusApalagi hanya kurang satu nomor, itupun hanya point b
hiks..
waks..??
BalasHapusoh luch, andai semua pengawas ujian seperti kamu..
hiks..
jadi kamu nyontek gie ???
BalasHapuspertanyaanya: lelaki tampan itu udah pasti bukan kamu kan Gie? iya kan? bukan kan?
BalasHapushehe
BalasHapusItu masih dalam proses penyelidikan mbak, masih belum bisa dipastikan. Sedangkan sampai sekarang ini, badan intelejen yang berwenang pun belum juga berani mempublikasikan hasil yang mereka peroleh, terlalu banyak tekanan dari pihak asing mbak. Terutama menyangkut soal pengembangan teknologi nuklir dan pengayaan uranium.
BalasHapus(X-Files)
Gini ya mbak.., kenapa kalau ada kata-kata "mahasiswa tampan", "pemuda tampan", atau "si kurus yang tampan", mbak indah selalu mengkonotasikannya dengan saya..?
BalasHapus:p
BTW, rasanya nyontek dan menukar sheet itu beda deh.., konteksnya saja sudah beda
dari tadi nyari icon muntah belum nemu
BalasHapus*HUEEEEKSSSS
Yee, daku kan nanya baik-baik ndah.., kok reply-annya gitu..
BalasHapusHiks.., hiks..
BTW, dulu daku pernah liat icon muntah deh..
pas lagi asik googling
tp lupa alamatnya
Anu, iconnya mau dipake buat apaan sih?
klo udah dijemput izrail sih , minta satu detik aja buat tobat tetep gak dikasih ya..., trims udah mengingatkan nih :)
BalasHapusSama-sama mbak..
BalasHapus*manggutmanggut*
BalasHapusCk.. Ck.. Ck..
BalasHapus*Geleng-geleng*
*Geleng-geleng*
BalasHapusmb indah dan togie sesama wong jowo kowek dilarang saling bersiteru
BalasHapusjustru di jawa itu..
BalasHapusyang seperti inilah yang dibilang akrab
(haha, bo'ong ding)