Ustadz mahasiswa melajukan mobilnya dengan cukup kencang, dia akan memberikan ceramah di kampung yang terletak jauh di pedalaman hutan. Setumpuk catatan tergenggam erat di tangannya, berisi materi yang akan dia sampaikan. Yup, materi khas mahasiswa, dosen dan kaum terpelajar lainnya. Mengenai Fiqh Kontemporer, Tafsir Hermenutika Modern, Teori Konspirasi, dan Ambiguitas Konsep Liberal.
"Masyarakat pedalaman harus berpikiran terbuka dan berwawasan luas, agar dapat lebih mengenal dunia". Itulah pikiran yang tertanam di kepalanya.
Detik berlalu, menit berganti. Walaupun mobil sedan tidak mungkin dapat menjangkau daerah pedalaman, tapi kita anggap saja bahwa ceramah sudah dimulai. Surau kecil yang biasanya penuh semakin bertambah sesak saja. Kaum muda dan bapak-bapak duduk di barisan depan, kagum atas kefasihan bertutur sang mahasiswa. Para gadis duduk berjejer tepat dibelakang barisan bapak, entah karena alasan apa. Mungkin tertarik pada isi ceramah, ataukah pada si pemberi ceramah itu sendiri. Dan kaum yang lain terpaksa terpinggirkan di halaman surau karena kapasitas tempat yang tidak mencukupi.
Ditengah suasana khidmat, untaian kata mutiara mengalun dengan indah. Sayangnya, mutiara tersebut diimpor dari luar negeri, dikemas dalam kemasan berlabel english serta berbau western. Yang lebih parah lagi, mutiara tersebut ternyata belum sempat di nasionalisasi sehingga ceramah tersebut seakan-akan berlangsung di negeri seberang, bukan di tanah sendiri.
Dua jam kemudian, ceramah pun usai. Para bapak yang masih punya waktu senggang menyempatkan diri untuk berkumpul di warung kopi. Mengobrol ngalor-ngidul tentang materi ceramah yang baru saja diikuti.
"Jadi kesimpulannya kita harus bersikap kontemporer, jangan semi-otoriter, mbok nanti di cap sebagai in-disipliner". Bapak berjenggot lebat angkat bicara.
"Yup, betul itu. Apalagi di jaman protokoler ini, sistem egaliter harus dijunjung tinggi, agar kehidupan semi-permanen dan post-modernisme dapat berkembang dan terejawantahkan dalam sistem birokrasi". Bapak berkumis lebat menimpali.
"Memang, saya juga setuju. Apalagi kapitalisme global sedang deras-derasnya melaju. Tapi ngomong-ngomong, kontemporer sih apa ya...?" Bapak berkepala botak lalu bertanya.
""Hush, jangan tanya macam-macam, itu namanya kontra-revolusioner. Nanti kamu masuk kedalam kategori hermenutika lho.." Bapak berkaos oblong memberikan solusi.
Dan obrolan pun bertambah hangat, seiring bertambah kuatnya penantian akan kembalinya sang ustadz mahasiswa yang berceramah dengan penuh semangat.
Ditempat lain sang mahasiswa telah selesai mengoreksi materi yang baru disampaikan. Dia tersenyum puas dan kemudian berkata :
"Saya telah memberi pencerahan kepada kaum pedalaman".
Hikmah : Jangan nulis-nulis sehabis ujian Sistem Komunikasi
Edisi : Fiktif, tapi serius
Hehehehe...
BalasHapusGie, ente bisaaa aja kalo kasih tulisan...
Menarik sekali dibacanya...dan bikin tersenyum...
Tulisannya aja gini...gimana penulisnya yach...
:D
jgan tanya penulisnya ky apa?
BalasHapusdiriku aja kl liat gya dia, lgsng ketawa....
apalagi kl ngobrol bareng
wissss.....
pokoke mak nyossss.........
Terimakasih banyak mas..., daku lg blajar bikin kritikan yang tidak pedas
BalasHapusYang tidak bikin telinga panas
Makanya, adain writing school dong mas
Biar bisa lebih banyak belajar
*usul, saran, permohonan, tapi kalau bisa sih juga paksaan
Daku tidak menyangka pin
BalasHapusTernyata dikau begitu kagum padaku
Bahkan konon, sampai terbawa kedalam mimpimu
Tapi sayang pin, daku masih suka wanita
*DEZIGGHH..
kesimpulan:
BalasHapusdari tulisan2nya... saya bisa bayangkan karakter togie seperti apa.
(mama laurent merasa tersaingi ga ya?)
kalo kebiasaannya sih saya udah tahu soalnya sering di jadiin headshot. ^_^
jangan GR dulu donk?
BalasHapusdiriku jg masih normal (suka wanita) ko?
toh kl wanita g ada mending ky gni aja, dari pd ma km
Terkadang manusia ingin menampakkan satu sisi
BalasHapusDan menyembunyikan sisi yang lain
Sisi berkilau dan bercahaya, akan dia pamerkan ke seluruh alam raya
Sisi yang kusam dan gelap, dia simpan dan selipkan ke lipatan kasur
soal kebiasaan ;
Ngadepin sendu aja udah repot, kalo mbak lys ikut2an juga.., bisa2 daku ganti headshot
Wah, syukurlah pin
BalasHapusTadi daku sempat khawatir
Jangan-jangan daku bikin orang patah hati lagi
*WAKAKAKAK
ya...bagus gie biar ilang ditelan kutu kasur...
BalasHapus*btw. togie tahu kutu yang ada di lipatan kasur kan?
sungguh 'kontemplasi' sehingga 'signifikan'... hehehe...
BalasHapushei...ketombe ( biar langsung ganti hedsot )
BalasHapusternyata kau masih menyebut-nyebut namaku...
ehem...jangan dibawa dalam mimpi ya....
:P
Lagi ????
BalasHapusemang kamu dah bikin orang patah hati berapa kali ?
Tapi akibatnya orang akan menyangka bahwa sisi yang dia punya berwarna putih semua mbak
BalasHapusSeperti para nabi
Itu tidak baik, bisa menimbulkan salah persepsi
*Kutu kasur..? Kalau tidak salah disini namanya "ketinggi"
Yup, sedikit diselingi reboisasi tentang makna asimilasi
BalasHapusSemoga saja ndu
BalasHapusDaku sudah terlalu sering mengalami mimpi buruk
Tak mau tambah sering lagi
:P
Tidak sampai belasan kali kok ndu..,
BalasHapusLaki-lakinya ada satu orang
Tapi itu dulu
apa ???????
BalasHapus?????????
membuat patah hati laki-laki ????
wah...ada yang aneh nih
*bingung*
makanya...kalau tidur itu dikamar..
BalasHapuskamu sih, kebiasaan tidur dikuburan
:P
Yang patah hati kan dia ndu, bukan daku
BalasHapusMakanya daku sebenernya juga bingung
Sama seperti dikau
Kata bapak, salah satu cara paling efisien agar kita bisa mengingat kematian
BalasHapusAdalah dengan berlama-lama di kuburan
Pada waktu malam
Sambil membayangkan kalau kelak, kitapun tergeletak juga
Disana
Tanpa nyawa
jaka sembung nih...
BalasHapusoooh...kamu jaka sembung ya??? kirain mona
BalasHapus:D
Sayangnya banyak yang tidak menyadari bahwa dia adalah Jaka Sembung
BalasHapusJakamona Sembungwati
BalasHapus*Kalo ngawur-mengawur, daku jagonya
Btw, si Bapak tau ga apa itu masa Post Modernisme? "-)
BalasHapusI am not sure..,
BalasHapusit so glad to see that donut's eating the lion on the table
Sophisticated by post-modernisme or something like that
I'm confused