Minggu, 27 Mei 2007

Hikayat Tarmo - Dakwah Alternatif..?


 

Walaupun suka bertindak ngawur, sebenarnya Tarmo pemuda yang baik. Ilmu agamanya juga lumayan kuat. Karena itulah jika bulan romadhon tiba, tarmo sering diminta untuk mengisi pengajian di surau kami.

Dalam memberi materi, dia tidak pernah bersikap menggurui. Dia tidak pernah menyuruh apa yang tidak dia kuasai. Dengan kata lain, dia hanya memberikan materi yang telah dia praktekkan sendiri, walaupun mungkin tidak di praktekkan dengan maksimal.

Satu hal yang membedakannya dari guru ngaji lain adalah cara dia dalam berdakwah. Dia sangat tidak sabaran. Salah satu contohnya adalah saat para remaja yang rutin mengaji di surau kami ditimpa masalah.

Seperti surau-surau lain, remaja yang mengaji di surau kampung kami terdiri dari remaja putra dan putri. Tapi berbeda dengan surau lainnya, suatu saat remaja disini saling berpacaran. Singkatnya, si A berpacaran dengan B, si C dengan D, si E dengan F, begitu seterusnya. Dan berhubung persentase remaja putra dan putri seimbang, maka hampir semua remaja sudah punya pacar.

Parahnya, ternyata remaja-remaja tersebut punya ilmu "malih rupa". Yaitu, saat mengaji mereka terlihat begitu alim, sangat antusias. Tapi saat pengajian usai mereka langsung membentuk kelompok sendiri-sendiri, sesuai dengan pasangan masing-masing. Selanjutnya mereka pun mahsyuk berdua-duaan sampai malam, diterangi sinar rembulan. Baik di surau, maupun di hutan bambu sekeliling surau.

Ada ustadz senior yang menasehati mereka agar menghentikan aktifitas rutinnya sebab mulai timbul aroma tidak sedap di benak masyarakat. Apalagi tidaklah pantas jika surau yang seharusnya menjadi tempat beribadah kok dijadikan sebagai ajang berpacaran. Apalagi jika ternyata remaja-remaja di tempat kami berangkat mengaji hanya agar dapat bertemu dengan pacar masing-masing, bukan murni untuk beribadah. Sayangnya, nasehat ustadz tersebut tidak dituruti. Seperti remaja pada umumnya, mereka mendengarkan nasehat tersebut dari telinga kanan, lalu langsung dikeluarkan dari telinga kiri. Buuussshhhh....

Tentu saja Tarmo dan saya merasa gerah. Kami berdua sudah gede, sudah lulus SMA, tapi belum juga punya pacar. Kami merasa dikalahkan oleh remaja-remaja bau kencur itu. Masa kami harus belajar cara mencari pacar pada mereka..? Akhirnya kami memberi masukan pada ustadz tersebut agar bersikap tegas. Tapi beliau berkata bahwa islam tidak mengajarkan kekerasan. Islam mengajarkan kelemah-lembutan. Islam mengajarkan kita agar menyayangi anak kecil, termasuk para remaja. Dan sebagai orang biasa (bukan ustadz) kami berdua hanya bisa menurut dan membiarkan remaja-remaja tersebut bertindak sesuka hati.

Tapi lama-lama, kami berdua kok tambah gerah saja. Tidak kuasa menahan marah. Tidak puas dengan sikap sang ustadz. Maka kami putuskan  untuk bertindak menurut cara kami sendiri. Toh kami bukan ustadz jadi tidak perlu senantiasa bersikap lemah-lembut. Singkat cerita, kami pun melakukan apa yang kami anggap tepat.


Setiap pengajian usai dan para remaja mulai berdua-duaan kami mulai berkeliling menemui mereka, baik di suaru maupun di hutan bambu sekeliling surau. Mulanya kami hanya menasehati mereka dan jika mereka tidak menurut maka :

"PLETAAAKK...!!!"

"ADUUHH...!!"

Jitakan Tarmo pun mendarat di kepala. Begitu pasangan yang satu bubar kami berdua langsung bergerak ke pasangan lain, menyuruh mereka pergi, menasehati, lalu :

"PLETAAAKK...!!!" Kami menjitak lagi. Tapi berhubung remaja-remaja tersebut banyak yang ngeyel maka hutan bambu pun terasa ramai oleh bunyi

"PLETAAKK..!! PLETAAKK...!!! PLETAAKKK..!!!"

Yang terdengar sampai ke luar angkasa.

Seperti yang telah disebutkan bahwa kami berdua bukan ustadz, kami hanya orang biasa. Jadi wajar kalau kegiatan yang awalnya bermaksud untuk menasehati lama-kelamaan berubah jadi hobi. Jadi selanjutnya, saat kami berdua berkeliling melakukan razia, tidak kami awali dengan memberi nasehat lagi. Pokoknya begitu ada remaja perpacaran langsung kami dekati, lalu tanpa aba-aba mereka langsung kami "PLETAAKK...!!!" sesuka hati. Hahaha, senangnya..

Memang ada orang tua yang protes, tidak terima kalau anaknya sering di "PLETAAKK..!!!". Mereka mendatangi Tarmo, ingin meminta klarifikasi. Tapi begitu mereka tahu kalau Tarmo melakukan aksinya berdua dengan saya, mereka tidak jadi protes. Kenapa..? Karena di kampung, saya dikenal sebagai pemuda pendiam, jarang bikin masalah. Jadi setiap kali bikin ulah, pasti ada alasannya dan alasan tersebut pasti masuk akal.

Walhasil, tak lama kemudian, mereka itu, para remaja itu, tak lagi menghabiskan waktu senggang seusai mengaji untuk berpacaran. Mungkin karena ubun-ubun mereka sudah sangat senut-senutan. Dan kami berdua, pemuda bukan ustadz yang mulai ketagihan menjitak remaja yang lebih muda, jadi merasa kehilangan. Kami sudah tidak punya alasan untuk menjitak lagi. Sepertinya separuh jiwa kami yang kabur entah kemana seiring hilangnya jitakan kami di kepala mereka

Bagaimana dengan sang ustadz..? Mulanya dia memang tidak setuju dengan sikap kami. Tapi saat Tarmo berkata :

"Lho, kami tidak sedang berdakwah kok.., kami cuma ingin menjitak kok..? Lagipula kami bukan ustadz, kami hanya orang biasa, jadi kalau sekali-kali bersikap bengal kan tidak apa-apa..!!!"

Sang ustadz cuma bisa geleng-geleng kepala.

Begitulah. Sekarang ini, mereka itu, para remaja itu, sudah besar-besar. Andaipun mereka kembali berpacaran di surau, mungkin kami sudah tidak bisa melakukan jitakan lagi. Tapi sayang, seperti di tempat lain, sekarang surau kami hanya diisi oleh orang tua dan remaja-remaja baru, sedangkan remaja-remaja lama yang sudah gede itu mulai meninggalkan surau. Hanya sedikit yang masih bertahan.


NB :
*Sebenarnya yang menjitak cuma tarmo saja, saya petantang-petenteng doang
*Tarmo disini adalah Tarmo yang asli, bukan Tarmo kebun duren


*Genre : Diangkat Dari Kisah Nyata

4 komentar:

  1. Klo dah brenti tinggal cari cara biar mrk sadar klo klakuan mrk itu salah ya Bang? :D

    BalasHapus
  2. Yaahh.., sekarang sih mereka sudah gak saling berpacaran antar sesama remaja masjid, gak pacaran di kompleks masjid, lha wong mereka sudah jarang banget pergi ke masjid. Soalnya sekarang mereka udah gede

    Intinya, mereka sudah punya pacar lain, di suatu entah. Dan pacar tersebut tidak pernah dibawa ke rumah.

    *Daku jadi bingung mo gmn

    BalasHapus