Daku sering berpikir bahwa daku telah berbuat dosa menggunakan multiply. Yaitu dengan melakukan ghibah. Menceritakan berbagai kejelekan, ketidakwajaran, dan kengawuran yang daku temui. Yang menghinggapi berbagai macam orang. Baik saudara, teman, tetangga, atau mereka yang entah siapa namanya.
Ghibah sendiri, menurut islam, berarti menceritakan kejelekan orang lain. Merupakan salah satu perbuatan buruk yang berujung dosa. Hampir sama berdosanya seperti melakukan fitnah. Bahkan, orang yang melakukan ghibah diumpamakan seperti memakan daging/bangkai saudara sendiri.
Lalu, apakah sekarang ini daku telah berubah menjadi sesosok kanibal menyeramkan yang mempunyai gigi taring, mulutnya berleleran darah dan tubuhnya menyebarkan aroma bangkai..? Ternyata, setelah daku pikirkan dengan matang, jawabannya adalah TIDAK.
Begini, kerapkali, yang daku ceritakan di multiply diambil dari obrolan dengan berbagai macam orang yang pola pikirnya telah terkontaminasi nafsu duniawi dan libidoni. Obrolan tersebut, tentu saja, didasarkan atas asas saling percaya. Agar yang tahu obrolan kami hanyalah segerombol jin kebetulan sedang nongkrong disitu, malaikat yang selalu rajin mencatat tingkah laku kami berdua, serta Gusti Allah yang memang Maha Mengetahui segala sesuatu.
Oleh karena itu, daku menceritakan isi obrolan tersebut dalam bentuk yang berbeda. Tanpa menyebut nama si pelaku. Daku harap, dengan begitu, walau sudah dituangkan dalam bentuk tulisan dan diceritakan ke orang lain, tetap tidak ada yang mengetahui bahwa daku punya sisi jelek begini, dia begitu, si anu jeleknya suka menganu-anu. Intinya, daku berusaha memfokuskan diri pada kejelekan tersebut, bukan pada si empunya kejelekan.
Selanjutnya, dan yang paling penting, daku tidak menyebut nama. Daku hanya menyebut : "Manusia ngawur, error, atau semacamnya". Hal itu tidak bisa digunakan untuk melacak identitas pelaku yang sebenarnya. Karena daku punya banyak teman yang terkadang error pula. Kalau nekat mencari, sama seperti mencari jarum di tumpukan jerami.
Alangkah mengenaskannya bila kita tidak boleh mengungkapkan ketidak-setujuan kita karena takut dianggap ghibah. Lagipula, bukankah segala sesuatu dinilai oleh Allah berdasarkan niatnya..? Daku tidak berniat untuk menjelek-jelekkan dia. Daku hanya menjelek-jelekkan pola pikirnya. Daku tidak pernah menikmati hal ini. Karena terus terang saja, tidak ada nikmat-nikmatnya sama sekali. Tiap kali memencet keyboard untuk menulis, perut daku langsung mual. Dan dalam setiap kata yang daku tulis, terkandung kelamnya aura mual. Belum lagi kalau harus meneruskan rasa mual itu sampai menjadi paragraf, alinea, lalu berlanjut terus hingga titik terakhir.
Ingat, hukum alam mengajarkan bahwa jika suatu perbuatan nyleneh dibiarkan berlangsung terus tanpa ada yang mencegah, tanpa ada yang mengkritik, maka lama-lama perbuatan tersebut akan dianggap sebagai sebuah kewajaran. Yang tidak perlu dirisaukan. Akibatnya, berhubung sudah dianggap wajar, akan ada yang mencoba menirunya. Dan bila menyenangkan, diceritakan kepada orang lain. Ditiru lagi. Kesenangan lagi. Diceritakan lagi. Ditiru lagi. Begitu seterusnya sedemikian hingga perbuatan tersebut menjadi trend umum. Ramai-ramai dinikmati. Digilai.
Nah, begitu. Makanya daku nekat menuliskan kisah-kisah yang terjadi disekitar daku. Walaupun tentu dengan menyamarkan identitas si pelaku. Sebab di tempat lain mungkin sedang terjadi kisah yang sama, keanehan serupa. Semoga kisah tersebut dianggap aneh pula. Agar kita menyadari mana yang boleh, mana yang tidak boleh. Mana yang dilarang atau dianjurkan. Mana pahala, mana dosa. Mana orang biasa dan mana mahasiswa yang sudah terkenal ketampanannya.
Semoga alasan ini bisa diterima.
Ghibah sendiri, menurut islam, berarti menceritakan kejelekan orang lain. Merupakan salah satu perbuatan buruk yang berujung dosa. Hampir sama berdosanya seperti melakukan fitnah. Bahkan, orang yang melakukan ghibah diumpamakan seperti memakan daging/bangkai saudara sendiri.
Lalu, apakah sekarang ini daku telah berubah menjadi sesosok kanibal menyeramkan yang mempunyai gigi taring, mulutnya berleleran darah dan tubuhnya menyebarkan aroma bangkai..? Ternyata, setelah daku pikirkan dengan matang, jawabannya adalah TIDAK.
Begini, kerapkali, yang daku ceritakan di multiply diambil dari obrolan dengan berbagai macam orang yang pola pikirnya telah terkontaminasi nafsu duniawi dan libidoni. Obrolan tersebut, tentu saja, didasarkan atas asas saling percaya. Agar yang tahu obrolan kami hanyalah segerombol jin kebetulan sedang nongkrong disitu, malaikat yang selalu rajin mencatat tingkah laku kami berdua, serta Gusti Allah yang memang Maha Mengetahui segala sesuatu.
Oleh karena itu, daku menceritakan isi obrolan tersebut dalam bentuk yang berbeda. Tanpa menyebut nama si pelaku. Daku harap, dengan begitu, walau sudah dituangkan dalam bentuk tulisan dan diceritakan ke orang lain, tetap tidak ada yang mengetahui bahwa daku punya sisi jelek begini, dia begitu, si anu jeleknya suka menganu-anu. Intinya, daku berusaha memfokuskan diri pada kejelekan tersebut, bukan pada si empunya kejelekan.
Selanjutnya, dan yang paling penting, daku tidak menyebut nama. Daku hanya menyebut : "Manusia ngawur, error, atau semacamnya". Hal itu tidak bisa digunakan untuk melacak identitas pelaku yang sebenarnya. Karena daku punya banyak teman yang terkadang error pula. Kalau nekat mencari, sama seperti mencari jarum di tumpukan jerami.
Alangkah mengenaskannya bila kita tidak boleh mengungkapkan ketidak-setujuan kita karena takut dianggap ghibah. Lagipula, bukankah segala sesuatu dinilai oleh Allah berdasarkan niatnya..? Daku tidak berniat untuk menjelek-jelekkan dia. Daku hanya menjelek-jelekkan pola pikirnya. Daku tidak pernah menikmati hal ini. Karena terus terang saja, tidak ada nikmat-nikmatnya sama sekali. Tiap kali memencet keyboard untuk menulis, perut daku langsung mual. Dan dalam setiap kata yang daku tulis, terkandung kelamnya aura mual. Belum lagi kalau harus meneruskan rasa mual itu sampai menjadi paragraf, alinea, lalu berlanjut terus hingga titik terakhir.
Ingat, hukum alam mengajarkan bahwa jika suatu perbuatan nyleneh dibiarkan berlangsung terus tanpa ada yang mencegah, tanpa ada yang mengkritik, maka lama-lama perbuatan tersebut akan dianggap sebagai sebuah kewajaran. Yang tidak perlu dirisaukan. Akibatnya, berhubung sudah dianggap wajar, akan ada yang mencoba menirunya. Dan bila menyenangkan, diceritakan kepada orang lain. Ditiru lagi. Kesenangan lagi. Diceritakan lagi. Ditiru lagi. Begitu seterusnya sedemikian hingga perbuatan tersebut menjadi trend umum. Ramai-ramai dinikmati. Digilai.
Nah, begitu. Makanya daku nekat menuliskan kisah-kisah yang terjadi disekitar daku. Walaupun tentu dengan menyamarkan identitas si pelaku. Sebab di tempat lain mungkin sedang terjadi kisah yang sama, keanehan serupa. Semoga kisah tersebut dianggap aneh pula. Agar kita menyadari mana yang boleh, mana yang tidak boleh. Mana yang dilarang atau dianjurkan. Mana pahala, mana dosa. Mana orang biasa dan mana mahasiswa yang sudah terkenal ketampanannya.
Semoga alasan ini bisa diterima.
gila..gila....he he he..^^;
BalasHapusyup setuju ama judulnya !
BalasHapusho oh! pitulllllllllllllll!
BalasHapusSebenere awalnya gak rencana nge-link kesitu lho mbak
BalasHapusTapi pas surfing sana-sini kok nemu yang kayaknya bisa di sambung-sambungin
kalo isinya..?
BalasHapusThanks
BalasHapus^_^