Senin, 09 April 2007

Hikayat Negeri Konon




Alkisah, terdapat sebuah negeri yang bernama negeri konon. Negeri ini mempunyai kekayaan alam yang melimpah ruah, dengan penduduk yang ramah tamah. Seperti negeri-negeri lain, negeri konon juga mempunyai dasar negara, yang diberi nama pancakonon. Yaitu :

1. Konon Berketuhanan
2. Konon Berperikemanusiaan
3. Konon Selalu bersatu
4. Konon Mengutamakan musyawarah
5. Konon Berkeadilan

Menurut kesepakatan para pejabat, pancakonon harus disakralkan. Kebenaran yang terkandung didalamnya bernilai mutlak. Tidak boleh diganggu gugat.

Sesuai dengan namanya, negeri ini menjunjung tinggi apa yang dinamakan kononisme. Yaitu metode untuk meng-kononkan segala hal yang ditemui. Contohnya saja para guru di sekolah rajin mengajari siswanya bahwa negeri tersebut sangatlah kaya. Tak ada penduduk yang kelaparan. Kekayaan alam yang terkandung didalamnya dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, konon digunakan untuk meningkatkan kemakmuran rakyat. Dan para siswa pun manggut-manggut saja. Tidak peduli bahwa perut mereka keroncongan karena kurang makan. Penduduk pun seakan lupa bahwa berbagai sektor penting di negeri tersebut sudah dikuasai oleh bangsa asing. Bukan oleh negara. saking pentingnya kononisme di negeri ini, maka segala hal yang bertentangan dengan "konon" akan dianggap tidak logis dan harus ditolak.

Sudah tak terhitung lagi manusia yang berusaha untuk mengkritik kebijakan yang diambil pemerintah, tapi usaha mereka selalu mental ditengah jalan. Contohnya, dalam kononisme ada statement yang menyebutkan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Tapi kenyataannya, mereka dibiarkan tidak terurus. Jumlah gelandangan dan pengemis semakin bertambah, banyak warga miskin yang tertindas, banyak anak kecil yang menderita kekurangan gizi. Dan tahukah apa yang negeri konon katakan tentang hal ini..? Mereka bilang bahwa setelah diteliti secara konon, dapat diketahui bahwa para gelandangan dan pengemis sebenarnya terlalu mencintai keindahan alam. Mereka tidur beralas lantai, beratap langit dan berselimut koran agar dapat merasa "manunggal" dengan alam. Jadi bukan karena tidak mampu. Orang miskin pun banyak yang menawarkan diri untuk ditindas penguasa. Konon agar dengan penindasan itu, mereka dapat belajar untuk lebih berlapang dada. Sedangkan balita yang kekurangan gizi, katanya sih gara-gara orang tua mereka sedari-awal ingin mengajari anaknya tentang pola hidup sederhana, menjauhi gaya hidup boros.

Bicara tentang ketuhanan. Sebenarnya dinegeri ini, nilai-nilai religius sangat dijunjung tinggi. Saking tingginya jadi sering tidak kelihatan. Dari lima agama yang ada, semua mengharamkan perbuatan zina. Tapi saat warga memprotes maraknya pelacuran dan seks bebas, pornografi dan pornoaksi, gambar seksi dan goyang birahi, para tokoh malah mencibir. Konon katanya negeri ini ber-bhinneka, berbeda tapi satu jua. Jadi mau berbuat apa pun ya tak apa. Walaupun itu bertentangan dengan agama. Bagaimana dengan konon berketuhanan..? Memang warga negara harus percaya pada tuhan, tapi tuhan yang menghargai perbedaan. Bukan tuhan yang otoriter. Itulah ketuhanan versi konon.

Bicara tentang kemanusiaan (atau HAM). Konon HAM adalah hak yang dimiliki manusia sejak lahir, tidak boleh diganggu gugat. Sayangnya rakyat dan pejabat negeri konon tidak sadar bahwa hak tiap manusia terkadang saling bertentangan. Ada bapak-bapak yang protes saat melihat ibu-ibu gendut melenggang dengan kaos singlet dan rok mini. Bikin sepet mata, katanya. Tapi dengan seenaknya si ibu menjawab "Loch, itu kan Hak Azazi Saya..!!". Walhasil, sang bapak pun harus mual terus-terusan karena tiap hari melihat ibu-ibu gendut yang sok seksi dan kecentilan. Tapi bukankah si bapak punya hak untuk tidak melihat..? Memang, tapi setelah dikononkan, hak tersebut jadi hilang.

Bicara tentang persatuan. Konon negeri ini memang hobi bersatu. Penguasa bersatu padu membohongi rakyat. Rakyat bersatu untuk menindas rakyat lain. Di negeri konon, seperti itulah yang disebut persatuan.

Tentang musyawarah. Hal sekecil apapun memang harus dimusyawarahkan. Kalau ada pencuri tertangkap, boleh disiksa atau dibunuh. Asalkan setelah itu diadakan musyawarah untuk menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah. Kalau sudah ketemu ya sudah. Tidak perlu diapa-apakan. Koruptor dan penegak keadilan pun juga bermusyawarah. Dalam menentukan seberapa besar uang sogok yang harus dibayar agar para koruptor dibebaskan, atau minimal dikurangi hukumannya.

Lalu tentang keadilan. Lihatlah wakil rakyat disana. Komposisinya sungguh adil. Mewakili aspirasi tiap kelompok. Ada yang suka berzina, mewakili para hidung belang. Ada yang korupsi, mewakili kaum pencuri. Ada yang gemar mabok dan berjudi. Ada pula yang sikapnya lurus-lurus saja. Pokoknya tiap golongan terwakili. Adil bukan..?

Bagaimana dengan korupsi..? hal ini pun dikononkan juga. Dulu negeri konon pernah dilanda gempa dan tsunami. Ratusan ribu rakyat tewas, sisanya luntang-lantung gak jelas. Untuk membantu mereka, negeri konon dan negeri-negeri lain memberikan sumbangan yang tak ternilai besarnya. Kalau dihitung-hitung, cukup untuk merehabilitasi seluruh sarana dan prasarana, bahkan itupun masih sisa. Tapi apa dinyana, ternyata sampai sekarang masih banyak warga yang belum kebagian rumah. Kalau toh ada, rumahnya bermasalah. Berdinding triplek kek, atapnya bocor kek, gak ada listrik kek. Ibarat kata, dana yang seharusnya bisa untuk membeli mobil, ternyata cuma cukup untuk membeli sepeda mini di tukang loak. Lalu dimana sisa uangnya..? Nah, itu dia. Konon uang tersebut habis untuk membayar administrasi dan untuk menggaji pekerja. Sebanyak itukah..? Sebetulnya sih tidak. Tapi kalau sudah dikononkan, kita bisa apa..?

Entahlah, bahkan di kampus yang notabene gudangnya kaum intelektual, paham konon pun telah mendarah daging. Contohnya saat ujian skripsi. Pertanyaan yang diajukan oleh para dosen penguji bukanlah "Seberapa valid argumen anda..?" tapi "Seberapa kononkah logika yang anda gunakan..?".

Ah, negeri konon. negeri yang indah, rakyatnya ramah, penuh dengan konon.


10 komentar:

  1. buah dari pemikiran yang brylian...
    menyindir tapi dengan tabir.

    BalasHapus
  2. konon kabarnya sakitnya karena diguna2
    *haiyahh jadi nyanyi mbah dukun hehehhe
    hebat gie..telak bgt buat negeri konon

    BalasHapus
  3. hihihihihihi......lucu tapi tepat mengena...

    BalasHapus
  4. Maaf mbak, rasanya kata-kata ini terlalu berlebihan
    Mahasiswa yang kuliahnya nggak lulus-lulus, tidak mungkin berotak brillian

    *Ah, mahasiswa yang atu ini. Gak tau mau lulus kapan.

    BalasHapus
  5. Iya, untunglah indonesia tidak seperti ini
    Kalau daku harus ikut berkonon, lama-lama daku bisa gila

    BalasHapus
  6. Terimakasih mbak.
    Bagaimana dengan negeri sana..? Apakah ada konon-mengkonon juga..?

    *buat perbandingan

    BalasHapus
  7. selamat datang dinegeri konon yang tak memiliki kanon!
    tulisanlo keren bro!
    gue suka tulsn yg kaya gini.
    bikin kita berpikir kritis!
    tulisanlo ini tar gue pake buat zine perspekitif ganjil gue vol 3 yup?
    tp ga ada honor. hehehe...
    konon zine itu bukan untuk profit!
    gimana?tulisanlo ini gue curi ya, tenang, namalo akan gue sertakan disitu!
    okeh?

    BalasHapus
  8. Boleh rex, silahkan...
    Tapi, zine belum sampai purwokerto ya..?

    *Jadi penasaran

    BalasHapus
  9. dapat inspirasi dr mana Gie?
    bagus nih...

    BalasHapus
  10. Dari kunjungannya paduka BUSH
    Sama pas denger logika jongkoknya pemerintah RI pas mbahas kasus iran

    BalasHapus