Selasa, 31 Juli 2007

[Obrolan Warung Mie] Kristenisasi..?

Suatu hari di warung mie, saya berbincang dengan seorang teman yang terlihat depresi. Rambutnya acak-acakan, mukanya bingung, tiga gelas es teh membuat perutnya kembung. Tak terhitung berapa banyak rokok yang sudah habis dia hisap, yang pasti puntungnya tumpuk-menumpuk memenuhi asbak. Dengan penasaran, saya tanya dia. Siapa tahu dia sedang putus cinta, lalu bisa saya hina hingga makin menderita.

"Bro, lagi bingung mikirin apa..? Kok stress amat..?" Ujarku membuka pembicaraan

"Aku lagi ditimpa masalah gie, mau berbuat apapun, kok rasanya jadi serba salah"

"Lho, bukannya dari dulu kamu memang sering bermasalah? Daku kira kamu sudah terbiasa, gak perlu stress..?"

"Ck, kali ini beda gie. Kamu tahu kampung kecil di lereng gunung sana..? Yang banyak kandang sapinya..?"

"Oo, daku tahu. Kampung terbelakang itu kan..? Yang jalannya belum di aspal..? Yang kalau musim hujan beceknya gak ketulungan..? Tapi kalo musim kemarau debu-debu pada bertebaran..? Memang kenapa dengan kampung itu..? Tidak ada gadis cantiknya..?"

"Huh, ngaco kamu. Kemaren aku kasih bantuan kesana gie. Sembako plus beasiswa buat anak SD-SMP"

"Hm.., ya.., ya.., daku tahu. Dulu kan kamu pernah cerita"

"Memang gie, dulu sih baru rencana, yang harusnya berjalan lancar. Tapi sayang, pelaksanaannya gak semulus yang dibayangkan"

"Kenapa..? Karena kamu tidak memenuhi syarat kegantengan lalu diusir warga..?"

"Bukan.., serius dikit sih napa..?" Jawabnya dengan cemberut. Lalu mulai memberi penjelasan.

"Dulu kan aku sudah muter-muter nyari donatur, sebagai penyandang dana, sekaligus nyari sukarelawan juga. Nah, saat itu sih belum ada masalah gie. Tapi setelah donatur didapatkan, sembako habis dibagi, dan penerima beasiswa pun diumumkan, aku dituduh sebagai perusak ketentraman warga"

"Dituduh oleh penduduk sana..?"

"Kalau itu sih mending. Yang menuduh itu justru organisasi islam dan aktivis masjid yang kebetulan mengetahui kegiatan yang aku lakuin"

"Kok bisa..?". Tanyaku dengan heran

"Ya bisa gie. Sebab penyandang dananya adalah organisasi dari agama lain. Dan aku dituduh sedang berusaha melakukan penyebaran agama dengan motif bantuan kemanusiaan"

"Mm, bukankah memberi bantuan adalah hal yang wajar..? Kok bisa jadi rumit gitu..?"


"Iya. Soalnya disana dipasang spanduk yang bergambar logo organisasi tersebut. Yang dengan melihat logonya saja, siapapun pasti tahu agama apa yang ada di belakangnya. Nah itulah masalahnya gie. Padahal logo tersebut tidak hanya terpasang di spanduk saja, tapi juga di kantong plastik, kardus, karung, maupun amplop beasiswa yang diberikan pada warga."

"Oh, kalau begitu berarti kamu yang salah. Seharusnya saat memberi bantuan, jangan disertai dengan logo organisasi apapun. Biar semua berjalan lancar."

"Nggak bisa lah. Mana ada pemberian bantuan yang seperti itu. Lihat saja gie. Bantuan dari PBB, dari palang merah, dari partai, dari perusahaan, semua itu pasti ada logonya gie. Tapi tidak ada yang protes tuh. Jadi aku kira, gak papa dong kalau saat itu aku cantumin logo juga. Lagipula, bila organisasi dari agama kita memberikan bantuan, mereka juga memberi tahu darimana bantuan tersebut berasal kan..? Dari siapa, organisasi apa, dan semacamnya..?"

"Iya juga sih. Lalu solusinya..?"

"Akhirnya, bantuan itu aku stop saja gie. Padahal pinginnya sih bukan cuma diberikan satu kali, tapi berkesinambungan. Biar aku bisa tahu seberapa bermanfaat bantuan tersebut, apa kekurangannya, solusinya, dan lain sebagainya. Hingga desa tersebut bisa sedikit lebih maju gie. Tidak terbelakang terus"

"Oo, berarti masalahmu dah selesai dong..? Kok masih bingung..? Jangan-jangan tebakanku yang tadi bener..? Bahwa kamu ditimpa juga oleh masalah minimalistis wajah..?"

"PLETAKK..!!! Udah aku bilang kan gie..? Serius dikiitt gie...!!! Dikiiittt aja.., Huh..!!! Gini lho.., serius nih.., sebenernya setelah bantuan dihentikan, aku harap organisasi islam dan aktivis masjid sudi memberi bantuan pada warga, menggantikan kami. Sebab kalau kami yang membantu, mereka pada protes. Tapi nyatanya, mereka adem ayem aja tuh. Bahkan saat aku minta mereka menjadi donatur, mereka tidak mau. Padahal kamu tahu sendiri kan gie..? Hampir sebagian besar penduduk disana hidup dibawah garis kemiskinan, yang buat makan aja susah, apalagi buat nyekolahin anak, buat berobat ke rumah sakit, buat ini, buat itu, dan buat yang lainnya. Makanya gie. Apa umat kita ini berpikir bahwa lebih baik umat kita ini hidup terbelakang saja..? Sedangkan duit yang kita punya, digunakan hanya demi kepentingan kita..? bukan untuk membantu mereka..? Begitu gie..?"

"Yaahh, sebenernya daku pun jadi ikut bingung. Mungkin para pemrotes itu cuma hobi memprotes, biar dianggap vokal, biar diperhatikan, biar namanya terangkat. Lalu kalau disuruh memberi solusi, mereka memilih untuk diam. Nanti, kalau donatur kamu memberi bantuan lagi, mereka bisa mengulangi protesnya. Begituuuu terusss, tak berhenti. Tapi ini cuma kemungkinan lho, nggak tahu bener apa salah. Jadi aku tidak sedang menuduh"


"Iya gie, aku tahu kok. Ngomong-ngomong, kok jerawat kamu nambah lagi..? Jangan-jangan kamu pernah ke desa sana lalu diusir warga karena kebanyakan jerawat ya..? Makanya nuduh aku ikut diusir warga juga..? Jangan-jangan begitu ya..? Pasti iya deh"

PLETAKK..!!!


BERITA UTAMA MINGGU INI :
Seorang pemuda ditemukan tergantung terbalik dipohon mangga (tapi masih hidup). Kemungkinan besar karena kena jitak di warung mie. Hal ini dibuktikan dengan adanya luka benjol di bagian atas kepalanya. Plus bau mulut yang beraroma mie rebus tanpa telor.

NB : Menurut penyelidikan, diketahui bahwa si penjitak ternyata berwajah ganteng yang sedang kehilangan kegantengannya. Sayang, sampai sekarang belum diketahui identitas resmi pelakunya



Note : Dari obrolan ringan di warung mie, lalu dibikin cerita dengan semaunya. Jadi sudah tidak sesuai dengan kejadian sebenarnya.

Purwokerto, entah bulan apa. Yang pasti, saat warung mie baru sebulan atau dua bulan buka


Sabtu, 28 Juli 2007

Surat Dari Ibu Mahasiswa yang Malang yang Anaknya Ditendang-Tendang oleh Pihak Universitas Hingga ke Kebun Binatang di Padang Ilalang di Waktu Siang

Nak, hari ini kamu telah setahun menempuh hidup baru. Bukan lagi anak SMA yang berseragam putih abu-abu. Bukan anak manja yang bisa terus nggelayut di pangkuan ibu. Kau telah dewasa nak, karena kamu adalah mahasiswa.

Tak terhitung berapa liter keringat yang ibumu keluarkan agar kamu bisa kuliah. Ibu telah bekerja keras nak, hingga siang dan malam sudah tak bisa lagi dibedakan. Ibu hanya bisa beristirahat jika tubuh ini tertidur, dan jika mata ibu terbuka, ibu sudah harus kembali bekerja. Berat memang, tapi mau apalagi. Ibumu ini hanya seorang TKI yang tenaganya diperas di pabrik sang majikan. Kuliah yang rajin ya nak, jangan malas. Agar kerja keras ibu tidak terbuang sia-sia.

Kemarin ibu dengar berita, katanya kampusmu ditimpa masalah lagi. Kamu jangan bertanya darimana ibu tahu cerita ini. Ibumu adalah seorang perempuan nak, yang bekerja dan berkumpul dengan puluhan perempuan lain. Kamu tahu sendiri kan..? Sistem intelejen via ngerumpi yang terjalin diantara sesama kaum hawa bisa terjalin dengan lebih bermutu dibanding sistemnya CIA Amerika. Apalagi dulu ibumu juga pernah menjadi mahasiswa, walaupun tidak sampai lulus dan jadi sarjana.

Nak, katanya kampusmu sekarang sudah berganti nama ya..? Kampus..., mmm, kalau tidak salah, KAMPUS SAINS dan TEKNOLOGI kan..? Waah, nama yang hebat. Walaupun konon pergantian nama itu penuh dengan kontropersi.

Kata teman ibu, kalian tidak setuju digabung dengan kampus MIPA. Katanya karena penggabungannya tidak dipikirkan dengan masak. Apa benar nak..? Kenapa..? Bukankah para petinggi di unipersitas tidak mungkin tidak berpikir matang..?

Ah, ibu ingat. Di suratmu yang dulu, kamu berkata bahwa mereka menggabungkan kampusmu agar perkuliahan berjalan dengan lebih mudah. Agar bisa mengirit dana. Sebab laboratnya bisa barengan, praktikumnya gantian. Benar begitu nak..? Tapi teman-teman ibu disini pada bingung. Nanti barengan seperti apa..? Bukankah peralatan praktikum kalian berbeda satu sama lain? Kok bisa barengan..? Kok aneh..?

Katamu lagi, kampusmu digabung biar kaum birokratnya bisa ditekan seminimal mungkin. Biar dana yang sedianya digunakan untuk menggaji mereka bisa dialihkan kepada hal lain. Tapi yang ini kok aneh juga. Padahal dulu, dengan tenaga kerja yang banyak pun, kampusmu tidak bisa berjalan optimal. Padahal mereka bisa kerja bareng, rame-rame, saling bantu. Katanya sih karena pekerjaannya terlalu banyak dan terlalu rumit. Maka dari itu nak, nanti bagaimana kalau mereka yang disedikitkan itu disuruh menyelesaikan pekerjaan yang lebih banyak dan lebih rumit lagi..? Hasilnya bakal sekacau apa..?

Ah, tentang dana. Dulu kan kamu pernah mengadakan diskusi dengan pihak berkuasa ya..? Lalu kamu bertanya tentang ruang kuliah yang tidak cukup, alat praktikum yang minim, sistem penggunaan uang SPP yang antara Teknik dan Mipa jumlahnya jauh berbeda, dan lainnya. Terus apa kata mereka..? Bahwa mereka sudah memikirkan semuanya dengan matang..? Bahwa mereka tidak mungkin berniat menggabungkan kalian jika mereka tidak merencanakannya dengan matang..? Ah, tapi ibu bingung nak. Kenapa saat kamu bertanya bagaimana nanti sistem penggunaan uang per-program studi, mereka bilang itu dipikirkan nanti. Dan saat kamu bertanya yang lain lagi, jawaban mereka tetap nanti, nanti dan nanti..? Apa yang mereka maksud dengan perencanaan yang matang itu adalah dengan tidak membuat perencanaan sama sekali..?

Lalu kabarnya kampusmu bakal dipindah ke Purbalingga..? Kok jauh..? Bukannya kamu bilang disana cuma ada empat atau enam ruang kelas..? Tanpa ruang bapendik..? tanpa ruang laborat..? tanpa warnet teknik yang tarifnya seribu perak per jam..? 

Padahal saat ini, di purwokerto saja, nasib kalian tidak begitu diperhatikan oleh pejabat berwenang ya..? Apalagi kalau sudah disana..? Ah, tapi tenang saja nak. Bukankah ada pepatah yang berbunyi jauh dimata dekat dihati..? Yang artinya adalah, agar hati para pejabat itu dekat dengan kalian, maka kalian harus diusir jauh-jauh dulu..? Hingga kemudian kalian akan lebih diperhatikan..?

Lalu tentang fasilitas. Ibu tidak berani membayangkan bagaimana jadinya kampus teknik yang tidak ada ruang bapendik dan ruang dosen, tidak ada warnet, apalagi tidak ada laborat. Nanti kalian praktikumnya seperti apa..? Memang, dulu pejabat kampusmu bilang bahwa bapendik dan yang lainnya tetap di purwokerto. Tapi bukankah itu akan menyulitkan..? Jam, delapan kuliah di purbalingga, jam sepuluh praktikum di purwokerto, jam sebelas kuliah lagi, jam satu harus ngurus surat ijin ke bapendik. Agh, nanti gimana ya nak..? Entahlah. Untung rumahmu di purwokerto. Tidak seperti teman-temanmu yang dari luar kota yang sudah terlanjur memperpanjang sewa kost tapi kemudian diusir untuk pindah ke purbalingga yang akibatnya uang kost itu hanya bisa diminta lagi sebanyak separuh dari uang yang telah dibayarkan.

Tapi ya nak, sebenarnya ada satu hal lagi yang bikin ibu bingung. Konon katanya kampusmu digabung dengan MIPA karena ilmu yang kalian pelajari lumayan berdekatan. Tapi kenapa kalian yang harus digabung..? Kenapa bukan MIPA dengan kampus biologi..? Bukankah mereka masih satu cabang..? Ah, tapi sayang, para pejabat disana tidak mau memberi jawaban ya nak..? Tapi itu belum cukup aneh. Kamu tahu sendiri kan, akhirnya seperti apa KAMPUS SAINS dan TEKNOLOGI itu..? Gabungan dari kampus teknik, MIPA plus tambahan satu lagi, PSPK (Perikanan dan kelautan).

Haha, nanti barengan alat praktikumnya seperti apa ya..? Apa mahasiswa perikanan itu mau minjam alatnya teknik elektro buat praktikum nyetrum ikan, untuk membuktikan bahwa ternyata ikan pun bisa mati kena setrum..? Kerjasama dengan mahasiswa Geologi dalam beternak ikan dalam perut bumi? atau bareng-bareng anak kimia membuat bom berbahan kotoran ikan..? Haha, apalagi katanya PSPK bakal diusir jauh ke cilacap. Mau praktikum gabungan via telepati..? Kalau begitu kampus gabunganmu harus dibonusi satu lagi, kampus Sains, Teknologi, Perikanan dan Psikologi Bidang Telepati, hahaha

Ah, masa bodo lah. Ibu bingung. Bener-bener bingung nak. Ibu bekerja membanting tulang agar kamu bisa kuliah di kampus teknik dan bisa mendapat ilmu berguna dengan belajar sungguh-sungguh. Tapi bagaimana bisa belajar kalau kampusnya saja seperti ini..? Ck, sudahlah nak. Kamu giat-giat belajar sajalah. Jangan memikirkan nasib kampusmu. Lha wong tidak memikirkannya saja kamu lulusnya lama kok, gimana kalau kamu ikut-ikutan bingung..? Jangan-jangan nanti sistem kuliah di kampusmu adalah "Agar tidak bingung lebih baik tidak berpikir sama sekali?". Entahlah nak.

Kamis, 26 Juli 2007

Simbiosis Catetanisme

Simbiosis adalah hubungan antara dua mahluk hidup yang memiliki ketergantungan. Simbiosis ada tiga macam, yaitu :

a. Mutualisme : Dimana keduanya saling menguntungkan
b. Komensalisme : Dimana yang satu merasa untung sedang yang lain tidak dirugikan
c. Parasitisme : Yang satu untung, yang satu lagi menderita

Dan dalam kehidupan sebagai mahasiswa, hubungan ini ternyata dapat saya temui juga. Contoh nyatanya bisa kita lihat menjelang ujian.

Begini, beberapa hari menjelang ujian biasanya para mahasiswa terlihat amat sibuk. Bukan sibuk belajar, tapi sibuk mencari catatan. Dari sini, bisa kita lihat berlakunya simbiosis, baik mutualisme, komensalisme, maupun parasistisme.

Simbiosis mutualisme berlaku jika dua mahasiswa saling bertukar catatan yang mereka punya, saling melengkapi. Hal ini terjadi tatkala catatan yang mereka punya sama-sama tidak lengkap sehingga mereka merasa saling membutuhkan. Dalam kasus ini, kedua pihak merasa diuntungkan.

Simbiosis Komensalisme berlaku jika salah seorang mahasiswa memiliki catatan yang kurang lengkap sedangkan mahasiswa yang satunya memiliki catatan komplit. Dalam kasus ini, mahasiswa ber-catatan-lengkap sama sekali tidak membutuhkan catatan mahasiswa lain yang kurang lengkap. Dan tidak apa-apa jika dia meminjamkan catatannya. Maka proses pinjam meminjam ini hanya menguntungkan satu pihak tanpa merugikan pihak yang lain

Parasitisme terjadi dalam kasus khusus. Yaitu dimana seorang mahasiswa bercatatan tidak lengkap meminjam catatan mahasiswa lain yang lebih lengkap akan tetapi mahasiswa ber-catatan-lengkap akhirnya dirugikan. Kasus ini terjadi jika catatan tersebut tidak dikembalikan sampai saat ujian berlangsung sehingga mahasiswa bercatatan lengkap merasa kerepotan. Saat ujian berlangsung, simbiosis ini pun sering terjadi. Yaitu saat dimana salah seorang mahasiswa-pintar-baik hati memberikan contekan pada beberapa mahasiswa lain tapi kemudian contekan tersebut ditahan oleh salah satu mahasiswa kurang pintar agar mahasiswa kurang pintar yang lain tidak bisa mengerjakan soal ujian.

Sebenarnya ada satu kasus lagi yang tidak dapat daku golongkan kedalam simbiosis manapun. Yaitu saat kemaren daku berputar-putar meminjam catatan akan tetapi mahasiswa yang daku pinjam catatannya ternyata tidak selengkap catatan punya daku sehingga dengan terpaksa daku pergi ke kost adik kelas. Nah, disitu si adik kelas dengan seenaknya berkata bahwa DIA TIDAK PUNYA CATATAN. Yang padahal setelah diusut-usut diketahui bahwa catatan si mahasiswa tersebut ternyata amat lengkap dimana catatan itu didapat dari mahasiswa lain yang dengan baik hati rela meminjamkan catatan lengkapnya yang walaupun setelah dipinjami catatan, si mahasiswa-pelit-peminjam-terkutuk tersebut tidak mau ikut berbaik hati untuk meminjamkan catatannya pada mahasiswa lain yang membutuhkan catatan.

Bah, sialan. Untung ujiannya bisa daku kerjakan.

Purwokerto, setelah menempuh ujian akhir semester yang melelahkan

[Sajak] Vonis Masuk Neraka

Hari ini aku divonis masuk neraka
Padahal kiamat saja belum tiba
Alam kubur belum tampak di depan mata
Mati pun belum sempat aku rasa

Hari ini, aku dijatuhi vonis karena hal sederhana
Ustadz yang berceramah di depanku berbicara tentang sesuatu
Yang tidak bisa aku mengerti, dan tak terpahami
Beliau bercerita tentang Darul Islam dan Darul Harb
Dua istilah yang baru kali ini aku dengar

Dalam islam, kita diperintahkan untuk menjalankan ajaran-Nya
Secara sungguh-sungguh
Juga menyeluruh
Jikalau melaksanakan yang satu tapi mengesampingkan yang lainnya
Bukan muslim sejati namanya
Tidak akan masuk surga
Dan salah satu syarat agar kita bisa melaksanakannya
Adalah dengan tinggal di darul islam
Bukan di darul harb

Kata beliau, darul islam artinya Wilayah Islam
Dan darul harb yang bukan didasari atas azaz islam
Beliau bilang selama kita hidup di darul harb
Berarti kita bukan golongan yang menjalankan islam secara kaffah
Yang menuruti Alquran dan Assunah
Bukan termasuk satu golongan yang diselamatkan
Dari tujuh puluh tiga yang ditentukan

"NERAKA..!!" Disitulah tempatnya
"BUKAN AHLI SURGA..!!" Begitulah kesimpulannya

Sayangnya, berhubung aku ini hobi bertanya
Maka beliau aku tanya saja
Bukankah negara indonesia bukan negara islam..?
Dan beliau hidup di negara indonesia yang bukan negara islam
Berarti beliau pun bukan termasuk mereka yang diselamatkan
Bukan termasuk ahli surga
Tapi di neraka lah tempatnya
Jadi agar selamat, maka beliau harus bereksodus keluar negeri
Atau ke suatu tempat entah dimana
Dimana islam jadi undang-undang dasarnya

"Kamu KAFIR..!!" Begitu teriaknya
"Kamu KAFIR..!!" Dia lanjutkan teriakannya
"Ahli neraka..!!" Dan vonis pun dijatuhkan

Yah, kalau begitu sampai ketemu di neraka
Nanti mari kita ngobrol-ngobrol lagi disana
Bernostalgi,
Akan apa yang terjadi saat ini


Purwokerto, tahun dua ribu tiga

Mencontek, amatir vs profesional

 

Sebagai mahasiswa, mau tidak mau kita tetap harus mau untuk ikut ujian. Dimana ujian tersebut mempunyai dua cabang yaitu : Bisa dikerjakan atau tidak bisa dikerjakan.

Jika kita bisa mengerjakan ujian, tentu tidak masalah. Kita tinggal bersyukur sambil berpuas diri untuk melihat IP yang tinggi sekali. Namun jika ternyata saat itu kita tidak bisa mengerjakan soal ujian yang terpampang di depan mata, maka beribu beban pikiran akan memenuhi batok kepala. Dan biasanya, ada satu solusi praktis untuk menghilangkan beban tersebut, yaitu dengan mencontek.

Sebenarnya pada kasus ini, bisa kita lihat layak-tidaknya mahasiswa tersebut dalam menyandang statusnya sebagai mahasiswa. Seseorang pantas disebut mahasiswa jika cara yang digunakan dalam mencontek adalah cara profesional yang kehandalannya tidak diragukan. Sedangkan mahasiswa yang tidak pantas disebut sebagai mahasiswa adalah mereka yang mencontek menggunakan cara amatir yang biasa dilakukan oleh anak SMA.

Cara seperti apa..? Diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Amatir : Menyembunyikan contekan di kantong/saku dimana saat ingin mencontek kita harus mengeluarkan contekan tersebut lalu mencari tulisan yang ditanyakan oleh soal dan berhubung tulisan di contekan tersebut kecil-kecil maka kita perlu waktu lama untuk mencarinya yang berakibat resiko ketahuan pun semakin besar.

Profesional : Menyembunyikan contekan di kantong/sakucelana/kalkulator/HP yang telah disobek dan di bagi-bagi per pokok bahasan sehingga saat mencontek kita hanya perlu mengeluarkan contekan yang jelas-jelas tercantum apa yang ditanyakan oleh soal. Saat ditanyakan tentang bab A, maka kita perlu berpikir bahwa Bab A disembunyikan di saku celana sedangkan bab B di balik kemeja jadi kita hanya perlu merogoh saku celana dan melihat contekan yang akurasinya tidak diragukan sehingga waktu yang diperlukan semakin singkat dan resiko ketahuan bisa ditekan seminimal mungkin.

b. Amatir : Bertanya pada teman dan melihat apa yang dia tulis di lembar jawaban secara kata per kata dan kalimat per kalimat sehingga beresiko besar untuk ketahuan

Profesional : Melihat jawaban teman secara sekilas lalu memperkirakan apa yang dia tulis lalu perkiraan tersebut kita tuliskan secara sedikit demi sedikit di kertas buram. Dan setelah melihat berkali-kali, sekilas demi sekilas, tulisan teman tersebut bisa kita salin secara keseluruhan

c. Amatir : Membuka buku catatan didalam kelas

Profesional : Menyembunyikan buku/catatan di kamar kecil atau menaruhnya di kantong celana/di balik kemeja dimana saat ujian berlangsung dan soal sudah dibagikan kita tinggal mencari tahu soal mana yang bisa kita kerjakan dan mana yang tidak sehingga setelah diketahui soal-soal yang menyulitkan kita tinggal minta ijin untuk pergi ke WC, melihat jawabannya, menghilangkan barang bukti, lalu kembali ke kelas dan mengerjakan soal dengan hati puas

Itu adalah tiga teknik mencontek yang sering dilakukan dan sayangnya juga sering berhasil. Sebenarnya untuk teknik pertama dan kedua resiko ketahuannya lumayan besar, tapi untuk yang terakhir, jarang sekali ketahuan. Karena itulah, bagi para pengawas ujian, sebaiknya perhatikanlah para peserta secara cermat. Apalagi untuk mereka yang pergi ke kamar kecil. Sedangkan bagi mahasiswa, kreatiflah sedikit, jangan menggunakan tekniknya anak SMA yang menurut aturan yang berlaku kemampuan menconteknya seharusnya dibawah kita

 

Note : Dari analisa berbagai kasus mencontek

Kuburan Idaman

 

Kalau nanti mati, kita ingin dikuburkan dimana..? Seperti apa kuburannya..? Mungkin ini adalah pertanyaan yang jarang terlintas di benak kita kecuali jika kita divonis mengidap penyakit mematikan sehingga sebentar lagi diwafatkan oleh sang pencipta. Saat itulah kita baru berpikir tentang kuburan, tentang keluarga yang ditinggalkan, tentang cita-cita yang belum kesampaian, tentang nasib kita di alam kubur, dan juga tentang keadaan kita di akherat kelak. Yang pasti, saat kita mati hanya ada tiga hal yang dapat merubah nasib kita (karena pintu amal telah ditutup rapat), yaitu amal jariyah, ilmu yang berguna dan doa anak yang soleh.

Dari segi ilmu yang berguna, saya kira setiap muslim disini sudah mendapatkannya. Dengan memposting tulisan-tulisan yang bermanfaat bagi pembaca, berarti kita telah membagi ilmu yang berguna. Amal jariyah..? Saya kira anda juga pernah memberikan infak barang sedikit saat sedang jumatan, shalat di masjid atau pada kesempatan lain. Dan do'a anak berbakti..? Hm, terus terang saja, saya belum punya anak (lha wong menikah saja belum kok) jadi kurang etis bagi saya jika memposting tulisan tentang cara mendidik anak agar bisa berbakti dan rajin-rajin mendoakan orang tuanya. Karena itulah saya ingin berbagi keinginan saja, jikalau kelak saya sudah punya anak, dan usaha saya agar walaupun sudah mati, anak tersebut masih sempat mendoakan orang tuanya.

Berawal dari obrolan dengan pipin saat dia bercerita bahwa dia baru saja membuat nisan baru untuk kuburan kakeknya. Mulanya cerita tersebut saya tanggapi dengan biasa saja. Hingga kemudian tiba-tiba muncul pikiran aneh di benak saya.

"Nisan baru..? Untuk apa..? Agar kuburan kita bagus..? Andai saja yang mati adalah saya, lalu keluarga yang ditinggalkan ramai-ramai membuatkan nisan baru untuk saya, apakah nasib yang saya alami di alam kubur dapat berubah..? Dan andai keluarga saya bukan hanya membuat nisan, tapi juga memperbaharui kuburan saya, melapisinya dengan emas, intan dan permata hingga terlihat indah, apa bisa merubah keadaan saya..? Bukankah kalau saat itu ternyata saya sedang disiksa, saya tetap saja disiksa, tanpa bisa menikmati indahnya kuburan yang disediakan bagi saya"

Nah, dengan kilasan pikiran yang berlangsung beberapa detik tersebut, terbersitlah pikiran yang lebih aneh lagi sehingga secara spontan saya berkata :

"Wah, kalau daku sih tidak terlalu memikirkan nisan Pin. Yang pasti, kalau kelak daku mati, daku ingin dikuburkan di kuburan keluarga. Disana ada tempat yang bagus untuk mati. Di pojok dekat tembok belakang, tempatnya teduh pin. sebab banyak pohon bambu, ada pohon kelapanya juga"

"Soalnya biar nanti keluarga daku kalau ziarah gak kepanasan pin. Bayangin aja, mereka udah nyempetin waktu buat datang jauh-jauh ke kuburan, pingin mendoakan saya, eh kok sesampainya disana malah harus kepanasan, kan kasihan pin. Bahkan ya pin, biar nanti mereka tidak repot, di kompleks kuburan akan daku buatkan kamar kecil, di deket situ tak sediain warung makan mbok mereka nanti haus atau lapar. Jadi mereka bisa bisa khusyuk mendoakan saya pin. Tidak terganggu dengan urusan yang tidak perlu"

"Kalau bisa, nanti disana mau tak buatin kolam ikan. Biar mereka bisa berdoa sambil mancing atau mancing sambil berdoa. Kenapa harus begitu..? Sebab siapa tahu saja setelah sekian lama daku mati, mereka sudah tidak merasa kehilangan, lalu tidak lagi ingat untuk mendoakan daku. Nah, bisa repot kan..? Makanya dengan kolam ikan tersebut diharapkan agar saat mereka bete dan tidak ada kerjaan, mereka jadi ingin mancing. Lalu mencari tempat dimana bisa mancing gratis. Lalu ingin pergi ke kolam ikan dekat kuburan. Lalu melihat kuburan daku. Lalu mereka ingat pada daku dan kembali berdoa."

"Dan sebagai tambahan, nanti disana saya buatkan papan pengumuman Pin. Yang bunyinya adalah KALAU MAU MEMANCING HARAP DOAKAN SAYA, AWAS KALAU TIDAK. Kenapa harus begitu..? Sebab siapa tahu mereka tidak alim-alim amat, tidak berbakti banget. Jarang berdoa untuk diri sendiri, apalagi mendoakan daku. Nah, kalau ada papan pengumuman plus ancaman, mereka kan mau tidak mau harus berdoa. Hehe, cerdas ya..?"

"Tapi masalahnya, ternyata sepupu daku ingin dikubur disitu juga Pin. Sebab tempatnya memang stategis. Adem. Jangan-jangan, nanti sebelum mati harus rebutan tempat dulu sama dia. Ah, tapi gak papa. Sebab daku sudah bilang pada keluarga kalau daku pingin dikubur disitu. Nanti biar mereka saja yang rebutan. Biar daku bisa mati dengan nyaman."

"Begitulah Pin. Sebenarnya daku tidak hanya memikirkan nasib daku setelah mati, tapi juga memikirkan keadaan keluarga daku kalau berziarah, agar tidak repot. Kuburan tidak bagus-bagus amat ya tidak apa-apa, toh sebagus apapun kuburan yang kita punya, nasib kita bakalan tetap, tidak berubah. Makanya daku menginginkan tempat pemakaman yang nyaman saja pin, yang membuat keluarga rindu untuk berziarah, agar mereka rajin mendoakan daku, dan doa tersebut diterima oleh yang diatas."

Saat itu, pipin menanggapi kalimat saya dengan sedikit bingung, tapi tetap nyambung. Buktinya beberapa hari kemudian datang sms dari dia yang berbunyi :

"Nanti tulisan di papan pengumumannya ditambahi gie, DILARANG MENANGKAP IKAN MENGGUNAKAN BOM, MBOK ORANG MATINYA JADI TAMBAH MATI"

Bah, sms yang aneh

Impoten VS Neraka

  1. Berawal dari ke-tidakpercayaan terhadap cerita seorang teman sehingga saya harus memaksa dia untuk bersumpah bahwa dia berkata jujur dimana paksaan tersebut ditanggapi dengan entengnya : "Sumpah Gie, emang bener kok..!!!"
  2. Dan karena setelah bertanya : "Sumpah..? Kalau kamu bohong berani kena impoten seumur hidup..?". Ternyata dia tidak berani menjawab dengan alasan bahwa dia belum menikah.
  3. Ditambah lagi dengan fakta bahwa setelah diselidiki bisa diketahui bahwa apa yang dia katakan adalah BOHONG

Maka bisa disimpulkan bahwa bagi teman saya itu, bersumpah dengan resiko berdosa dan masuk neraka tidaklah berarti apa-apa. Lain halnya dengan bersumpah-berdosa-masukneraka-plus impoten di dunia. Dan agar lebih singkat kita ambil kata sepakat bahwa yang dia takuti bukanlah siksa neraka, tapi impoten. Dengan kata lain, kena impoten lebih menyeramkan daripada masuk neraka.

Kenapa bisa begitu..? Mungkin karena dia telah melihat sendiri betapa menderitanya laki-laki yang mengidap impoten. Sedangkan di lain pihak, dia belum pernah sekalipun melihat penderitaan laki-laki yang disiksa di neraka. Dan berhubung "Apa yang kita lihat dengan mata kepala sendiri akan memberikan pengaruh lebih besar bila dibandingkan dengan apa yang hanya kita dengar dari orang lain atau dari buku", maka seperti itulah akibatnya.

Bagaimana kalau kita bandingkan dengan para pelanggar sumpah lainnya. Siapa..? Hm, kita cari yang mudah saja. Para pejabat di negara kita

Saat sumpah jabatan, mereka mengucapkan kata-kata yang terdengar begitu sangar. Menyangkut tanggung jawab dan resikonya jika melanggar. Resiko apa..? Dengan melanggar sumpah berarti mereka telah berbuat dosa dan bisa masuk neraka. Hanya itu..? Tidak. Mereka juga akan dikenai sanksi dunia. Baik dipecat, membayar denda, maupun hukuman penjara.

Tapi faktanya adalah, kenapa sumpah yang se-sangar itu tidak begitu berpengaruh bagi mereka. Padahal kalau kita lihat, kasus mereka hampir sama dengan teman saya. Mereka bersumpah dengan resiko masuk neraka, dan mereka sama-sama melanggar. Tapi kenapa para pejabat tetap berani bersumpah dengan diiming-imingi resiko dunia sedangkan teman saya tidak berani..? Mungkin hal ini berhubungan langsung dengan imbalan atau akal-akalan hukuman.

Begini, sumpah teman saya hanya didasari oleh keinginan agar kata-katanya dipercaya. Hanya itulah keuntungan yang dia dapat. Berbeda dengan pejabat yang bersumpah demi mendapat harta berlimpah, kedudukan tinggi dan berbagai keuntungan lainnya. Begitu pula dengan hukuman. Teman saya itu, tidak berani bersumpah dengan resiko terkena impoten seumur hidup. Kenapa..? Karena teman saya hanyalah orang biasa yang belum menikah dan tidak punya banyak harta, sama seperti saya. Dan jika kena impoten, dia pasti mengalami kesulitan untuk berobat, sebab tidak ada biayanya. Apalagi sumpah tersebut diembel-embeli dengan kata-kata "SEUMUR HIDUP". Betapa menyeramkan.

Sedangkan pejabat..? Mereka memang dikenai resiko dunia juga. Namun bedanya, resiko tersebut bisa diakal-akali. Mereka hanya dikenai hukuman jika kesalahan mereka bisa diketahui oleh pihak berwenang. Dan biasanya, walaupun kesalahan atau pelanggaran tersebut bisa dibuktikan, hukuman yang mereka terima pun bisa di utak-atik. Berbekal harta, koneksi dan lobi, hukuman seumur hidup bisa berubah menjadi hanya beberapa tahun, itupun dipotong lagi dengan remisi. Dan kalau dihitung-hitung, keuntungan yang mereka dapat dari berbuat salah tetap lebih besar daripada resikonya

Nah, karena itu kemudian saya berpikir, kenapa sumpah jabatan yang mereka ucapkan tidak dirubah saja. Bukan hanya menyangkut resiko akhirat dan hukuman dunia yang biasa. Bagaimana kalau di sumpah tersebut tercantum juga kata-kata bahwa mereka rela menerima resiko terkena impoten seumur hidup. Kalau perlu, dibuat undang-undang khusus agar pemerintah mengalokasikan dana untuk membuat RAMUAN IMPOTEN SEKETIKA. Jadi nantinya, begitu diputuskan bersalah, mereka langsung disuruh (atau dipaksa) meminum ramuan tersebut dan langsung impoten. Dengan catatan, ramuan ini haruslah betul-betul ampuh. Artinya impoten tersebut tidak bisa disembuhkan. Dan rasanya, departemen kesehatan di negara kita bisa mewujudkannya, asal pemerintah bersikap serius.

Dengan ini, efek jera yang ditimbulkan bisa benar-benar terasa. Kaum pria sudah mengetahui betapa beratnya terkena impoten, terkadang lebih berat daripada masuk penjara. Mereka bisa melihat langsung akibat dari melanggar sumpah sehingga pengaruhnya membekas di dalam hati. Apalagi, dengan membuat ramuan IMPOTEN SEKETIKA-TAK TERSEMBUHKAN, mereka sudah tak bisa lagi mengakal-akali hukuman yang diterima. Diharapkan, jika ini dapat terealisasi, jumlah pejabat yang berlaku menyimpang bisa ditekan seminimal mungkin dan negara kita bisa bebas korupsi secara drastis.

Bukankah itu terlalu kejam Gie..? Memang. Karena itulah, untuk pelanggaran yang ringan-ringan, tidak perlu dijatuhi hukuman impoten, cukup ejakulasi dini saja. Nanti ramuannya minta dibuatkan oleh DepKes.

Keterus-terangan, TEKNIK VS TEMPAT LAIN

Dimana bumi dipijak, disitu pula langit harus dijunjung. Arti dari peribahasa ini adalah, jika kita berada di lingkungan tertentu, kita harus mengikuti aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Kalau tidak, kita akan merasa terasing atau gagal beradaptasi.

Hal ini dapat saya amati dengan jelas saat melihat sendiri perbedaan diantara lingkungan kampus teknik unsoed yang penuh laki-laki dengan lingkungan lain yang banyak wanitanya.

Di kampus teknik, kita harus bersikap terus terang dan apa adanya. Kita harus berani, kalau perlu bahkan nekat. Kenapa..? Karena dengan bersikap seperti itu pun belum tentu aspirasi atau keinginan kita dapat tersalurkan, apalagi kalau kita hanya diam seribu bahasa. Untungnya, keadaan ini didukung oleh fakta bahwa sebagian besar penghuni kampus teknik adalah laki-laki, dimana telah diketahui bahwa jika seorang laki-laki berkumpul dengan laki-laki lain, komunikasi yang terjalin diantara mereka bisa lancar, bebas bahkan seringkali tanpa batas. Tak perlu ada basa-basi tidak perlu. Mereka boleh langsung bicara ke pokok persoalan. Tak usah ragu atau malu.

Contoh riilnya adalah apa yang pernah terjadi diantara saya dan pipin. Dulu, saat di kampus berlangsung acara donor darah, dengan semena-mena saya menghina pipin. Kenapa..? Karena dia, yang badannya lumayan besar, tidak mau ikut donor darah dengan alasan kalau kekurangan darah dia bisa pusing atau pingsan. Sebenarnya alasan ini cukup masuk akal, andai saja saya tidak terus menerus bertanya sehingga bisa diketahui bahwa alasan kenapa dia tidak mendonorkan darahnya adalah karena takut jarum suntik. Hal ini bisa dilihat dengan ditolaknya usul saya agar dia berkonsultasi dulu dengan dokter lalu bertanya apakah dia boleh ikut donor atau tidak.

Marahkah pipin..? Tentu saja. Di akhir obrolan bahkan dia sempat menantang saya berkelahi yang dengan entengnya saya tanggapi dengan berkata bahwa setiap tindak-tanduk seseorang selalu didasarkan atas motif tertentu dan orang tersebut tidak akan mau berbuat sesuatu yang melenceng jauh dari motif semula. Yang artinya adalah, motif saya berkata sesadis itu hanyalah untuk menghina, bukan untuk berkelahi. Jadi tantangan pipin terpaksa saya tolak karena tidak sesuai dengan motif dan tujuan yang saya punya.

Mungkin contoh ini terlalu ekstrim, tapi tidak apa-apa. Saya hanya ingin menunjukkan bahwa seperti itulah suasana di kampus teknik. Terus terang, jujur, terbuka, dan langsung ke inti persoalan. Tanpa perlu teori dan basa-basi yang panjang lebar.

Sayangnya, ternyata hal ini tidak berlaku di semua tempat. Suatu sore, Tarmo tiba-tiba main ke rumah saya dan mengajak saya pergi ke pasar malam. Alasannya..? Karena dia sudah janjian dengan seorang wanita dimana dia merasa grogi dan tidak berani pergi sendiri. Dia membutuhkan kehadiran saya untuk menemaninya pergi.

Nah, disinilah masalahnya. Sesampainya di pasar malam, dia memaksa saya untuk menjadi perintis jalan. Saya disuruh menemui gadis tersebut (yang datang bersama temannya). Sialnya lagi, Tarmo bahkan tidak tahu nama mereka. Karena itulah dengan berjiwa kesatria saya melangkahkan kaki menyusuri tiap petak pasar malam dan langsung mengajak mereka berbincang-bincang.

Namun ternyata saya melakukan kesalahan. Saat itu jiwa teknik yang saya miliki terbawa sampai ke pasar malam. Saat mengobrol, saya langsung menanyakan identitas mereka secara lengkap. Berkisar tentang nama, alamat, umur, sekolah, nomor HP, status dan lain-lainnya. Bahkan sebenarnya saya ingin meminta KTP mereka agar mendapatkan data selengkap dan se-valid mungkin. Mereka pun salah tingkah, lalu sebentar kemudian minta ijin untuk pulang ke rumah. Walhasil Tarmo pun mencak-mencak dan memprotes sikap saya.

Saya akui saya memang salah. Tapi ada benarnya juga. Saat berkenalan, buat apa kita melakukan percakapan basa-basi yang tidak perlu..? Bukankah akan lebih menghemat waktu jika perkenalan tersebut dilakukan langsung ke intinya saja. Langsung memperkenalkan identitas yang dimiliki seperti yang tertulis di KTP, SIM, KTM, maupun kartu pelajar..? Agar waktu yang kita miliki dapat digunakan untuk membicarakan hal lain yang lebih penting. Seperti peluang bisnis, hobi, atau hal lain yang sebenarnya lebih pantas untuk menyita waktu.

Ah, entahlah. Yang pasti, saya tidak mau disalahkan karena ternyata Tarmo pun memperkenalkan diri kepada mereka dengan identitas palsu. Namanya menggunakan nama baru, dan tempat tinggalnya dirubah menjadi entah di kota apa.

Dimana bumi dipijak, disitu pula langit dijunjung. Sayangnya, dimanapun tempatnya, saya lebih suka hidup dengan kepraktisan kampus teknik. Yang terus terang, langsung ke pokok persoalan. Tak ada basa-basi, tak ada embel-embel yang tidak perlu.

[sajak] Aku mencintaimu..? Cuih

 

"Aku Mencintaimu..?"
Bah, tak perlu kau minta kata-kata itu
Cinta yang aku punya, bisa kau lihat di bola mataku
Pada sikapku terhadapmu
Peluh keringatku
Pengorbananku
Bahkan pada air mata yang kadang menetes menjelang subuh

"AKU MENCINTAIMU..?" Tai Kucing
Sejuta laki-laki bisa berkata seperti itu
Tapi, yang menunjukkan rasa cinta dengan cara seperti ini
Hanya akulah yang bisa
Aku.., aku.., cuma aku

Purwokerto, tahun 2000 sampai 2007
Zun, akhirnya puisi ini rampung juga, fyuuh..

Selasa, 17 Juli 2007

Sajak - Bingung Menggunakan Duit



Di kantong saya ada duit enam ratus perak
Mau digunakan untuk apa..?
Tentu untuk hal bermanfaat, bagi saya maupun orang lain
Misalnya untuk beli rokok

Tapi tunggu sebentar, rokok..? Apa manfaatnya..?
Memang tidak ada
Tidak bergizi, manfaatnya cuma sebagai hobi
Dengan resiko berkurangnya kesehatan
Ck, manfaat yang tidak begitu besar
Tapi kan kita bisa memberi banyak manfaat bagi orang lain..?
Benarkah..?
Mungkin, mari kita teliti

Kata pemilik warung disamping rumah saya, untuk sebungkus rokok djarum super
Dia bisa untung enam ratus perak
Berarti sebatangnya cuma menghasilkan duit lima puluh perak saja
Jadi, dari enam ratus perak yang saya punya, lima puluhnya untuk dia
Masih sisa limaratus limapuluh lagi

Untuk para buruh pemetik tembakau..?
Hm, masuk akal juga
Apa benar..?
Misalkan dalam sehari ada sepuluh juta batang rokok yang terjual
Berarti dalam sebulan habis tigaratus juta batang rokok
Dan bila gaji satu orang buruh hanya satu juta saja
Maka mereka cuma dapat 0,3 persen dari harga rokok total
Dari situ bisa disimpulkan bahwa dari sebatang rokok seharga enam ratus perak
Mereka cuma dapat 0,3 persennya saja
cuma enam perak

Kalau kita teliti lebih jauh
Dari semua yang berkecimpung di bisnis rokok
Ada golongan yang dari awal tetap begitu-begitu saja
Tidak juga bertambah kaya
Padahal peluh keringat, darah dan airmata sudah terperas dari tubuh mereka
Ada pula golongan yang tadinya kaya, makin hari makin bertambah kaya saja
Mereka itu golongan elit yang kerjanya duduk dikursi, menghadap meja
Dan enam ratus perak punya saya, akan membuat golongan tidak punya tetap tidak punya
Dan golongan kaya terus bertambah kaya

Kalau begitu, jangan untuk beli rokok
Ditabung
Biar terkumpul banyak
Tapi ditabung dimana ya..?
Oh, di Bank saja
Ah, gak mau
Kenapa..?
Sebabnya begini

Bila ditabung di bank, duit saya memang bisa terkumpul
Lagipula, bisa bermanfaat banyak bagi orang-orang yang bekerja disana
Yang gajinya lumayan dan bisa kaya
Bila dilihat dari lain sisi, duit saya juga bisa dipinjam oleh mereka yang membutuhkan
Siapa saja...? Ya mereka yang tidak punya uang
Eh.., tunggu sebentar, ternyata tidak ding
Orang miskin kan tidak bisa meminjam uang di Bank
Sebab tidak ada yang bisa dijadikan jaminan
Makanya Bank tidak mau meminjami mereka uang, takut tidak dikembalikan
Jadi bisa disimpulkan bahwa saya yang miskin ini menabung di Bank
Hanya agar bisa dipinjam oleh orang kaya untuk modal usaha
Yang membuat mereka terus bertambah kaya
Dan orang miskin lainnya tetap saja miskin
Mereka hanya bisa kaya jika uang yang mereka dapat ditabung banyak-banyak di Bank
Agar terus dipinjam orang kaya
Yang terus saja bertambah kaya dengan mempekerjakan orang miskin
Dan duit yang mereka beri pada orang miskin tersebut ditabung di Bank
Lalu dipinjam oleh orang kaya lagi
Digunakan oleh untuk modal usaha
Mempekerjakan orang miskin
Ditabung di Bank
Dipinjam lagi
Begitulah seterusnya

Makanya diberikan pada pengemis saja Gie
Yang banyak berseliweran di Purwokerto

Kalau itu sih, saya tetap pikir-pikir dulu
Sebab sebanyak apapun uang yang saya beri
Tetap saja mereka jadi pengemis
Yang tidak kaya-kaya
Padahal saya ingin agar duit enam ratus perak ini bisa membawa perubahan yang berarti
Bagi nasib seseorang, atau sesuatu di negeri ini

Dikasihkan ke masjid..?
Ah, ide yang cerdas
Bermanfaat bagi saya (karena dapat pahala), juga bermanfaat bagi masjid
Untuk berdakwah dan memperbaiki sifat umat manusia
Atau membantu mereka yang membutuhkan uluran dana
Wuih, manfaatnya sungguh berlipat ganda
Tapi masalahnya, saya sedang berada di kompleks Unsoed
Dimana sudah banyak orang yang mengamalkan hartanya ke masjid
Dan duit enam ratus perak yang saya punya
Kurang bisa memberikan perubahan yang benar-benar terasa

Ya sudah, akhirnya saya putuskan untuk memberikan uang ini ke masjid di kampung saya saja
Dimana sebagian besar jamaahnya adalah nenek-nenek yang sudah tidak bekerja
Atau anak-anak kecil yang uang sakunya pas-pasan, itupun habis buat jajan
Jadi biasanya hanya memasukkan uang receh ke kotak amal
Uang sebanyak yang saya pegang sekarang

Benar juga ya
Di masjid kampung saya, mungkin duit ini bisa benar-benar berguna
Bila saya menginfakkan duit enam ratus perak sebanyak sepuluh kali
Bisa terkumpul duit enam ribu, bisa buat beli buku iqro baru
Karena buku yang lama sudah pada lusuh dan sobek-sobek
Siapa tahu pula nanti kalau saya punya banyak harta
Uang yang saya infakkan lebih dari enam ratus perak
Sehingga bisa digunakan untuk membetulkan atap masjid yang rusak
Bahkan bisa pula untuk memperluas masjid
Agar bila bulan ramadhan tiba, para jamaah tidak harus berdesak-desakkan
Lalu harus shalat tarawih di emperan




Pilkades, Kere & Hantu



Ada pepatah yang berbunyi "Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh". Pepatah ini dicontohkan dengan lidi. Alkisah, jika kita mematahkan banyak lidi secara satu per satu, niscaya lidi tersebut langsung patah. Namun jika lidi tersebut disatukan membentuk seikat sapu lidi dan kita disuruh mematahkannya sekaligus, kita akan mengalami kesulitan. Mengambil hikmah dari hal ini, dalam pelajaran pancasila semasa SD sampai SMA, kita diajari untuk selalu bersatu dalam suka maupun duka. Konon katanya agar dalam suka kita bisa berbagi kebahagiaan dan dalam duka kita bisa saling membantu.

Hal ini benar juga, namun tidak selalu bermanfaat banyak. Sebab jika seorang kere bersatu dengan kere-kere lain dalam satu waktu, satu-satunya bentuk "saling bantu" yang dapat mereka lakukan hanyalah : Berusaha untuk menikmati kekerean secara kolektif, tidak lebih.

Dulu, saat di kampung saya ada acara pilkades, ada empat pemuda yang sedang berstatus sebagai kere. Mereka berkumpul di pertigaan dalam acara gosip bersama yang sasarannya adalah para calon kepala desa. Sebagai kere, mereka tidak punya uang barang seperak pun. Setelah kelaparan gara-gara kebanyakan berorasi, mereka ingin beli meniran* yang harganya tiga ratus perak di warung dekat terminal Purwokerto. Dan berhubung mereka, yang terdiri dari saya (mahasiswa), adik saya (pelajar SMA), si X (Anak SMP) dan si Y (pekerja yang belum gajian) sama sekali tidak punya uang, maka kami hanya bisa meratap sambil mengelus perut yang semakin keroncongan. Ternyata, walaupun status kami berbeda namun pada intinya kami tetaplah sama, sama-sama kere.

Mulanya kami ingin bersilaturahmi saja ke rumah calon kepala desa. Disana, kami pasti disuguhi makanan sehingga perut kami bisa sedikit dikenyangkan. Dan bila di salah satu rumah calon kades makanan yang disediakan kurang banyak, kami tinggal ngelayab ke calon kades yang lain agar dikasih makanan lagi. Etiskah..? tentu. Karena sebagai pemilih, kami harus mengenal dengan baik siapa calon pemimpin kampung kami. Dan perkenalan tersebut tidak maksimal kalau hanya dengan bergosip. Kami harus datang langsung ke rumah mereka, menemui mereka, mendengar visi dan misi mereka. Yaah, walaupun hal itu dilatar belakangi oleh perut keroncongan, tapi tidak apa-apa. Yang penting etis. Sayangnya adik saya tidak setuju dengan usul ini sehingga akhirnya kami memutuskan untuk mencabut singkong saja, di kebun yang terkenal keangkerannya.

Angker..? Benarkah..?

Katanya sih iya. Ada beberapa remaja masjid yang ditemui wanita cantik berpakaian putih di kebun ini. Awalnya saya tidak percaya karena di kampung saya banyak cerita yang dilebih-lebihkan, banyak bohongnya. Namun karena ternyata salah seorang remaja tersebut sangat dikenal kejujurannya. Dan berhubung di kampung saya, hanya dua orang yang benar-benar saya percayai (yaitu Tarmo dan remaja tersebut) maka kabar miring itu terpaksa saya amin-kan saja

Begitulah. Akhirnya malam itu ada empat pemuda yang meluncur ke kebun singkong. Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, maka saya sebagai pemuda yang paling tua terlebih dahulu memberikan wejangan dan nasehat.

"Pokoknya nanti kalau ada hantu, kalian jangan lari dulu. Kita ngumpul-ngumpul dulu, terus mulai berhitung. Nah, pas pada hitungan ketiga, kita baru boleh lari. Jangan saling meninggalkan. Jadi, walaupun diganggu hantu atau tidak, kita tetap sama-sama, berbagi suka dan duka. OK..?" Dan mereka pun mengangguk setuju.

Singkat cerita, sampailah kami di kebun singkong. Sebenarnya kebun ini tidak begitu menyeramkan, sama seperti kebun-kebun lainnya. Namun entah kenapa, setibanya disana, saya merasa seperti ada seseorang yang sedang mengawasi kami. Karena itulah saat tiga pemuda yang lain sedang sibuk mencabut dan membersihkan singkong sambil jongkok, saya berkali-kali berdiri dan melihat keadaan sekeliling. Tapi tidak ada sesuatu yang aneh. Hanya ada ratusan daun singkong yang melambai ditiup angin. Berkali-kali saya melakukan hal itu, dan hasilnya tetap sama. Tak ada apa-apa.

Hingga akhirnya, saat kami selesai mencabut singkong dan beranjak pulang, tiba-tiba si X dan si Y yang tadinya berjalan pelan dibelakang saya, lari tunggang langgang sambil berteriak "Ada hantuuu..!! Ada hantuu..". Dan saya, yang tidak bisa lari cepat langsung mencengkeram kerah baju mereka

"Tunggu dulu..!! Hantu apa..?"

"Ada kakek-kakek berambut panjang sedang jongkok Gie. Badannya gede, kalau berdiri mungkin sampai tiga meter" Mereka berkata sambil ingin lari, namun tidak bisa karena saya terus mencengkeram kerah baju mereka.

Akhirnya setelah berjalan dengan susah payah (karena sambil menahan dua orang teman yang tetap ingin lari) sampailah kami di pinggir jalan. Dan setelah mengklarifikasi ke para tetangga, ada kemungkinan bahwa hantu itu adalah peliharaan sang pemilik kebun yang ditugasi untuk jaga malam. Kontan saja saya langsung mencak-mencak. Kenapa..? Karena si X adalah cucu si pemilik kebun, jadi kalau dia pergi mencabut singkong seharusnya dibiarkan saja. Tidak diganggu. Apalagi saya juga heran. Si hantu kan ditugasi untuk menjaga kebun dari para pencuri, kalau memang dia tidak kenal dengan si cucu pemilik kebun (karena dia tetap diganggu) kenapa hantu itu tidak menangkap kami..? Kenapa dia hanya duduk-duduk saja..? Kerja apaan tuh..? Gak becus. Harusnya hantu itu dipecat dan diganti dengan hantu lain yang kerjanya lebih profesional.

Maka dari itu saya pun segera berbalik dan menarik dua teman saya itu kembali ke kebun singkong. Namun baru saja sampai di pinggir kebun, adik saya yang tadinya hanya ikut-ikut saja langsung memprotes tindakan saya.

"Kita kesini buat nyabut singkong Gie, bukan buat ngomelin hantu. Kalau kita balik kesitu lagi, terus kapan kenyangnya..? Memangnya kamu pingin kelaparan sampai besok..?"

Bah, kata-kata apaan tuh..? Bukankah sudah seharusnya kami memprotes si hantu karena sudah mengganggu manusia..? Bukankah kami perlu berkata padanya bahwa dia tidak becus bekerja..? Bukankah kami harus mengklarifikasi lagi untuk mengetahui apakah yang dilihat oleh dua orang itu benar-benar hantu..? Bukankah.....

Ah, sayang seribu sayang, bunyi kriuk-kriuk dari perut saya seakan mengingatkan bahwa kami memang benar-benar sedang kelaparan. Mengingatkan tentang status kami yang sedang kere. Mengingatkan tentang betapa tidak mengenakkannya nasib kaum kere. Sudah kelaparan, gak punya duit buat beli makanan, eh masih pula diganggu urusan hantu. Hingga kemudian kami pun memutuskan untukmeluncur ke rumah, merebus singkong yang ternyata betul-betul enak. Singkong yang entah kenapa terasa begitu manis, begitu lembut di lidah.


*Meniran = Makanan berupa beras yang dibungkus daun pisang dan dikukus

Minggu, 15 Juli 2007

Terulang lagi - Masalah dengan BAPENDIK



Lagi-lagi saya harus beradu mulut dengan BAPENDIK Program Sarjana Teknik Unsoed, Sebuah Program Sarjana (belum diijinkan jadi fakultas) yang kemunculannya saja menuai protes dari berbagai pihak. Yang konon tetap ngotot untuk terus eksis dengan alasan bahwa para "petinggi" disini dapat bertindak profesional untuk memberikan yang terbaik bagi mahasiswa, universitas, masyarakat, bangsa dan negara. Seperti apakah profesionalisme mereka..? Terlalu panjang kalau harus ditulis. Karena itulah agar bisa lebih singkat, saya ingin menyoroti profesionalisme salah satu komponen diantaranya, yaitu BAPENDIK di Program Sarjana Teknik Unsoed

Bapendik disini punya tugas yang hampir sama dengan Bapendik-bapendik lain. Namun ada satu yang berbeda, yaitu cara mereka menafsirkan arti profesionalisme. Menurut mereka, yang dinamakan profesional adalah :

1. Telat membagi KHS.
Disini, paling cepat KHS dibagikan seminggu lebih telat dari jadwal yang seharusnya

2. Menggunakan telepon kampus untuk berpacaran
Laporan dari teman saya. Suatu hari dia harus mengurus sesuatu ke bapendik dan disuruh menunggu sambil duduk di kursi. Saat itulah dia melihat dan mendengar salah satu pegawai bicara di telepon sambil bermesra-mesraan dengan berkata "Ayo dong sayang, jangan gitu ah" serta kata-kata mesra lainnya

2. Tidak teliti dalam menempel jadwal ujian
Dulu pernah ada banyak mahasiswa yang hampir tidak berangkat ujian. Gara-garanya, Bapendik salah menempel urutan jadwal. Dari hari sabtu dilanjutkan dengan hari kamis, lalu rabu, lalu senen dan seterusnya. Sehingga mahasiswa salah mencatat jadwal ujian yang seharusnya mereka ikuti. Untunglah salah seorang pegawai bapendik iseng-iseng menelpon salah seorang mahasiswa, dan secara iseng pula mahasiswa tersebut bercerita tentang ujian yang dijalani. Dari situ, mahasiswa dan pegawai tersebut baru tahu bahwa pengumuman yang ditempel urutannya salah. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terpaksa sang mahasiswa mengirim sms dan menelpon kawan-kawannya untuk memberitahukan jadwal yang seharusnya.

Hanya sampai sini..? Tentu tidak. Ada beberapa mahasiswa yang tidak punya HP yang akhirnya tidak sempat diberitahu dan tidak berangkat ujian. Saat mahasiswa tersebut mengadu ke bapendik, dengan entengnya dia ditanya :

"Kenapa tidak ikut ujian..?"

"Salah nyatet jadwal"

"Kenapa bisa salah catat..?"

"Sebab Bapendik salah nempel"

"Kok yang lain tidak salah mencatat jadwal..?"

"Sebab ada mahasiswa yang diberitahu bapendik, dan meng-sms teman-temannya"

"Kenapa kamu tidak diberitahu..?"

"Sebab tidak punya HP"

"Kenapa tidak tanya Bapendik biar jadwalnya jelas"

"Saya tidak tahu kalo jadwalnya salah"

"Nah, itulah kesalahan anda. Anda tidak bertanya dulu pada kami sebelum ujian. Padahal seharusnya anda bertanya. Kalau perlu setiap hari anda datang kesini dan bertanya pada kami"

#Gubrak..!! Profesionalisme yang aneh

3. Tidak mau mengupdate absen
Hal yang tadi baru saja saya alami adalah tentang absen. Saya pernah sakit dua hari, dan berhubung menurut aturan kalau sakit saya harus memberikan surat ijin ke Bapendik agar tidak dicatat membolos, maka saya berikan surat keterangan dokter. Namun anehnya, di papan pengumuman nama saya tercatat sebagai mahasiswa yang tidak boleh mengikuti ujian karena absensinya kurang karena kurang dari 75%. Padahal seharusnya lebih dari itu. Solusinya, saya pun komplain ke Bapendik. Tapi apa kata mereka..?

"Maaf mas, surat ijinnya tidak ada"

"Lho, kemaren kan sudah saya kasih pak"

"Saya tidak tahu mas. Yang jelas, surat ijin dari anda tidak ada"

"Coba dicari pak, mungkin nyelip di tumpukan kertas. Lha wong sudah saya kasihkan kok"

"Ck, sudahlah. Mending mas sakitnya sekarang aja, bikin surat ijin, terus kasihkan ke saya, biar tidak hilang. Sekarang anda pergi ke koordinator ujian saja sana."

"Hah..? gak bisa begitu pak. Sekarang coba bapak cari lagi. Kali aja ketemu"

Dan setelah dicari, ternyata kurang dari sepuluh detik surat dari saya sudah ditemukan. Ini berarti, sebelumnya si bapak bapendik memang tidak berniat mencari dan merevisi absen. Padahal itu adalah tugas dia. Untuk itulah dia digaji setiap bulan. Anehnya, kalau dia ogah-ogahan melaksanakan tugas, mahasiswalah yang disalahkan. JBuktinya dia tetap tidak mau mengurus masalah absen saya dengan cara menyuruh saya menemui koordinator ujian agar dia bisa enak-enakan ongkang-ongkang kaki. Jangan-jangan nanti kalau saya meninggal saat masih kuliah, dan orang tua saya sudah memberikan surat kematian, tapi mereka butuh surat keterangan juga dari pihak kampus sedangkan surat tersebut tidak diurus, mereka akan berkata pada orang tua saya :

"Makanya pak, bu, anak anda matinya sekarang saja. Jangan kemaren-kemaren. Begini, sekarang tolong anak anda yang sudah mati itu dibangunkan dulu dari kubur, lalu disuruh mati lagi agar kalian bisa membuat surat kematian dan setelah itu baru boleh mengurus kesini lagi"

Ck, profesionalisme yang benar-benar-benar-benar aneh.

Jumat, 13 Juli 2007

[Jomblo] Ternyata Tidak Kalah Menyenangkan, Alasannya..?



Banyak orang salah menyangka bahwa hidup menjomblo itu rasanya hampa, padahal kenyataannya tidak selalu seperti itu. Menjomblo atau tidak, kita tetap bisa membahagiakan diri. Semua bergantung pada bagaimana kita mencari celah atau peluang untuk menikmati hidup, dalam kejombloan ataupun sebaliknya.

Hidup menjomblo, berarti kita punya banyak waktu luang untuk dipergunakan semau kita, tanpa dibatasi oleh aturan tak resmi yang seringkali membelenggu mereka-mereka yang mempunyai pacar. Hidup menjomblo juga berarti bahwa kita punya banyak kesempatan untuk mengekspresikan diri. Dan yang paling penting adalah, dengan hidup menjomblo maka uang kita lebih bisa dihemat.

Salah satu contoh nyata dari hal ini adalah apa yang dialami oleh mahasiswa Teknik Elektro Unsoed berwajah purnama yang senantiasa menjomblo sekian lama. Mahasiswa yang satu ini, mempergunakan seluruh waktu luangnya untuk bersenang-senang. Bangun pagi dengan senang, mandi dengan riang, kuliah penuh senyum, dan belajar dengan cengar-cengir sambil garuk-garuk kepala. Bagi orang awam, mungkin hal ini amat biasa, tapi tidak begitu bagi si mahasiswa purnama. Saat ini, kehidupan seperti itu adalah kehidupan yang paling ideal untuknya. Dia bisa menjalani hari dengan rasa suka karena tidak terbebani dengan masalah-masalah percintaan yang bikin pusing kepala. Yang walaupun katanya berpacaran itu penuh dengan kebahagiaan, namun acapkali saat dirundung masalah, rumitnya lebih bikin stress daripada mata kuliah elektronika dan Teknologi Sistem Kontrol.

Hidup menjomblo juga memacu kreatifitas yang dia punya. Banyak tulisannya yang terinspirasi oleh teman-temannya yang sudah punya pacar. Menyangkut kebahagiaan mereka, romantisme mereka, problematika mereka, bahkan duka dan lara mereka. Namun tidak seperti manusia lainnya, mahasiswa ini bebas menulis tentang apa yang dialami teman-temannya, yang tidak mungkin bisa sebebas itu jika dia sendiri sudah punya pacar.

Misalnya saja ada salah seorang temannya yang putus cinta, sang mahasiswa bisa saja menulis bahwa temannya itu begitu stress, trauma terhadap lawan jenis, hingga akhirnya memilih untuk bergaya hidup homo. Atau jika temannya sedang bahagia, tetap saja kebahagiaan itu dibuat tak berlangsung lama. Contoh, si teman baru diberi hadiah oleh pacarnya. Tapi tiga hari kemudian datang nota tagihan dari toko suvenir yang mengatakan bahwa si teman tersebut harus membayar uang sejumlah satu milyar rupiah karena semua hadiah tersebut ternyata di-hutangkan atas nama dia. Berbohongkah..? Tentu tidak. Karena dia menuliskan hal tersebut sebagai permisalan, sebagai inspirasi saja, bukan kisah nyata.

Satu hal lagi yang membuat mahasiswa ini suka hidup menjomblo yaitu keiritannya. Seperti telah diketahui bahwa mahasiswa yang satu ini amat jarang punya uang. Untuk main internet saja harus dari warnet teknik yang tarifnya seribu perak per jam. Kenapa bisa begitu..? Karena dia hanya diberi uang saku sebanyak lima ribu perak per hari oleh orang tuanya. Dan uang itu niscaya akan habis untuk membeli bensin satu liter.

Karena itulah dengan amat kreatif dia menjalankan gaya hidup irit. Dia jarang ngeluyur kesana-kemari menggunakan sepeda motor. Kenapa..? Agar bensin yang sedianya digunakan untuk satu hari, bisa diirit-irit sampai tiga hari. Dan uang bensin hari-hari selanjutnya digunakan untuk online dari warnet teknik yang tarifnya seribu perak per jam.

Sekarang coba anda bayangkan bilamana sang mahasiswa tersebut mempunyai pacar. Niscaya dia harus mengantar-jemput pacarnya, atau menemani pacar tersebut kesana-kemari menggunakan motor, atau sering-sering ngapel, atau apa saja yang membutuhkan bensin. Dan akibatnya, dia tidak bisa lagi online dari warnet teknik yang tarifnya seribu perak per jam, lalu depresi, lalu bunuh diri, tapi tidak jadi, akhirnya dia lari pagi, ketemu dengan gadis manis dari RT sebelah, kemudian disapa dengan "selamat pagi mas togiee.." dan selanjutnya dia memutuskan pacarnya secara sepihak.

Nah, coba anda lihat. Ternyata, kadangkala jadi jomblo bisa lebih nikmat dari mereka yang punya pacar. Tak ada beban pikiran yang tidak perlu, tak ada romantika cengeng, tak ada saling cemburu, tak ada pikiran-pikiran ngeres terhadap pacar, tak ada stress gara-gara kehabisan duit, pokoknya semua yang berbau musibah pacaran tidak dapat ditemui dalam diri sang mahasiswa berwajah purnama.

Note : Jomblo itu pilihan, bukan keterpaksaan

[--Jomblo--] Tiga Fase Salah Persepsi yang Mengenaskan



Jomblo adalah keputusan, bukan keterpaksaan, ini adalah suatu keniscayaan. Namun sayangnya, banyak orang yang mengidap salah persepsi tingkat kronis. Mereka menganggap bahwa punya pacar adalah suatu keharusan. Dan bila mereka bertemu dengan seorang jomblo tampan yang hobinya cengar-cengir sambil garuk-garuk kepala, niscaya mereka akan berusaha mati-matian agar jomblo tersebut melepaskan status kejombloannya dengan segera mencari dan mendapatkan pacar. Paling tidak, hal inilah yang dialami oleh seorang jomblo tampan dari kota Purwokerto yang terkenal dengan logat bicaranya yang khas.

Begini, dalam satu minggu jomblo yang satu ini telah mengalami tiga fase tragis kejombloan. Bukan karena status jomblonya, tetapi karena ada pihak-pihak tak bertanggung jawab yang dengan seenaknya sendiri memutuskan jalan hidup seorang jomblo. Fase tersebut adalah sebagai berikut :

Fase Awal : Mahasiswa yang berwajah purnama PASTI punya pacar

Pada malam minggu, mahasiswa ini ngelayab ke warung di samping rumah. Disana dia berkumpul dengan ribuan jomblo lainnya yang ingin menikmati status kejombloannya tanpa dibebani urusan pacar. Sekian lama dia menghabiskan waktu untuk bermain catur, bertanya tentang gadis manis dari beberapa RT, pamer pulsa HP, minum es jeruk banyak-banyak, dan lain sebagainya. Namun sayangnya, ditengah aktifitasnya tersebut, muncul dua orang gadis yang merupakan tetangganya si gadis manis dari RT sebelah. Secara spontan (sambil ikut bermain catur) mereka bertanya : "Mas, udah punya pacar belum..? Namanya siapa..? Dibawa kesini sih napa..?".

Dan pertanyaan tersebut dia jawab dengan nyengir bangga sambil berkata : "Daku belum punya pacar, Hahaha..!!!"

Apakah selesai sampai disini..? Ternyata tidak. Secara sepihak kedua gadis tersebut langsung memvonis

"DUSTA..!! Mas Togie PASTI sudah punya pacar. Ayolah mengaku saja..!!"
.

Bah, kalimat yang amat menyebalkan sehingga terpaksa dia harus berkata : "Yup, daku memang sudah punya pacar kok. Tuh, dirumah ada banyak. Tak taruh kantong plastik. Kalo dikumpulin, mungkin ada satu karung. Kamu mau..? Nanti tak ambilin satu"

Dan mereka pun berhenti bertanya demi mendengar jawaban seperti ini.

Fase Menengah : Mahasiswa yang berwajah purnama HARUS punya pacar

Suatu malam di samping rumah, berkumpullah beberapa pemuda dari berbagai spesies. Ada anak SMP, bujangan, mahasiswa, pekerja, bahkan ada yang sudah punya anak. Mereka sedang mengadakan acara bakar singkong bersama. Dinaungi langit malam, diterangi cahaya rembulan, diselingi suara riuh yang berasal dari perut keroncongan. Dalam waktu singkat singkong yang tak seberapa banyak itu pun habis. Dan untuk mengisi waktu senggang, para pemuda asyik ber-sms dengan pacar atau istri mereka. Hanya ada dua orang yang bingung mau mengirim sms ke siapa, yaitu si mahasiswa tampan dan Tarmo. Melihat gelagat ini, seorang pemuda yang sudah punya anak-istri berinisiatif membuka bahan obrolan tentang kenapa mereka tidak punya pacar. Namun sebelum dijawab, dia buru-buru memberitahukan nomor HP gadis manis di belakang rumah si mahasiswa (ternyata yang manis bukan cuma si gadis manis dari RT sebelah saja).

Ooh, itu kan wajar Gie..?

Tentu saja. Andai dia tidak memaksakan kehendaknya dengan berkata bahwa kami harus mengirim SMS ke gadis manis tersebut. Si mahasiswa tampan, yang amat sayang terhadap pulsa HP tentu menolak, tapi akhirnya perintah tersebut dilakukan juga agar tidak terus-terusan dipaksa.

Cukupkah..? Ternyata tidak. Selanjutnya dia berkata bahwa andai si mahasiswa berpacaran dengan gadis manis di belakang rumah, sang pemuda akan mendukung. Baik sarana, prasarana, modal, biaya dan tetek mbengek lainnya. Bah, untung saja SMS tersebut gak dibalas. Karena yang dikirim adalah SMS amburadul yang biasa digunakan untuk mengomeli para mahasiswa teknik jikalau lagi BeTe.


Fase Keterlaluan : Mahasiswa berwajah purnama, mau tidak mau, suka tidak suka, rela tidak rela, HARUS punya pacar.

Ceritanya berawal saat sang mahasiswa berangkat kuliah kesiangan. Tanpa mandi, hanya cuci muka dan gosok gigi, dia melarikan motor jupiter merahnya yang Alhamdulillah cicilannya sudah lunas. Dengan situasi seperti itu maka wajar saja jika dia tidak begitu memperhatikan suasana di sepanjang jalan. Sepulangnya, setelah terburu-buru berangkat ke kampus tetapi ternyata dosennya datang lebih telat dari mahasiswa yang paling telat sekalipun, dia menghabiskan sore di warung samping rumah. Dan coba tebak apa yang terjadi disana..? Dia langsung dicecar dengan berbagai pertanyaan. Mulanya begini :

  • Mas, tadi waktu saya panggil kok tidak menyahut sih..? Itu lho mas, waktu njenengan liwat di depan SMEA. Saya kan punya pacar disitu. Ceritanya lagi ngapel mas.
  • Mas togie kan belum punya pacar ya...?
  • Kenapa belum punya mas..? Di Purwokerto kan banyak gadis cantik..?

Dan anehnya pertanyaan tersebut lambat laun berubah menjadi menyeramkan seperti ini :

  • Mas, tadi waktu mas Togie liwat di depan SMEA, saya lagi ngobrol-ngobrol dengan pacar saya lho mas
  • Pacar saya bareng sama teman-temannya
  • Temannya ada satu yang cantik banget
  • Bener deh mas, beneran cantik
  • Dia belum punya pacar
  • Dia punya HP
  • Saya tahu nomor HP nya
  • Mas togie mau..? Nanti saya kasih
  • Nih nomernya..
  • Lho.., mas...
  • Mas...
  • Maaasss...!!!!

(Togie langsung masuk kedalam warung, pesen es jeruk, makan mendoan, ngemil sale pisang, sambil ngomelin Tarmo)

Itulah tiga peristiwa menyeramkan yang daku alami dalam satu minggu. Semoga peristiwa ini tidak menimpa para jomblo bahagia yang lain. Agar mereka dapat menikmati status kejombloannya tanpa harus ngomel-ngomel dan uring-uringan dalam menghadapi tingkah polah umat manusia yang tidak memahami hikmah kejombloan

Note : Jomblo itu pilihan, bukan keterpaksaan

Kamis, 12 Juli 2007

[Sajak] Hati dan Kata


Pagi ini, kata-kataku dan hatiku saling bertengkar
Hati berkata bahwa kata-kata terlalu pemalu
Dan kata-kata memprotes bahwa hatilah yang otoriter

Sebenarnya, ceritanya begini
Dulu, kata-kataku dan hatiku sangatlah akur
Mereka selalu melangkah bersama
Menjalin mimpi, merajut asa, hadapi realita
Namun kemudian, hatiku terpikat pada hati yang lain
Dan berhubung kata-kata adalah juru bicara dari hati
Maka hati pun menitahkan kata-kata untuk menyampaikan perasaannya

Nah, dari sinilah semuanya berawal
Ternyata kata-kata mudah grogi
Dia menyampaikan maksud si hati dengan asal-asalan
"Aku cinta" dia bilang "Aku suka"
"Aku rindu" dibilangnya "Lama tak bertemu"
"Kamu cantik"
dibilang "Kamu baik"
Parahnya "Aku ingin hidup denganmu" kok berubah jadi "Mari kita berteman saja"

Dan lihatlah sekarang
Mereka masih saja bertengkar
Bersilang jalan dan saling menyalahkan
Entah mau sampai kapan

Selasa, 10 Juli 2007

Sajak - Hantu di kamar saya

 

 

Di lantai atas rumah saya ada tiga kamar yang letaknya berdempetan

Dua sudah ditempati, satunya tidak ada yang menghuni

Konon katanya, kamar yang kosong itu jadi tempat tinggal hantu

Mulai dari hantu wanita cantik yang dilihat para remaja

Sampai hantu kakek-kakek bertelanjang dada yang mengganggu anak-anak kecil teman adik saya

Dan karena katanya salah satu cara agar hantu-hantu itu bisa pergi adalah dengan menempati kamar tersebut

Maka saya dan adik saya melakukan perpindahan kamar bergilir

 

Riilnya, saya bermigrasi dari kamar saya yang terletak paling pinggir

Pindah ke kamar hantu di sisi satunya

Sedangkan adik saya tetep adem ayem di kamar tengah

Awalnya, hantu wanita penghuni kamar memprotes kedatangan saya

Suatu malam dia berorasi tanpa kelihatan sosoknya

Akibatnya saya tidak bisa tidur gara-gara suara lirih yang menyebut "Togie.., togie.." dari balik tembok rumah

Tapi yaahh.. , karena saya cuek-cuek saja, akhirnya si hantu wanita menyerah kalah

Lalu mengajak hantu-hantu lain untuk pindah ke bekas kamar saya

 

Untuk mengatasi hal tersebut, maka saya mengultimatum adik untuk pindah ke kamar yang sekarang dihuni hantu

Terang saja dia protes dan tidak setuju

Namun setelah diancam dengan berbagai cara, akhirnya dia nurut juga, dan mau pindah kamar

Sayangnya, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak

Baru beberapa hari berselang, para hantu pindah kamar lagi ke bekas kamar adik saya

Hingga akhirnya kami putuskan untuk kembali berotasi ke posisi semula

Sesuai dengan kamar masing-masing

 

Dulu, saya sempat berpikir untuk mengusir hantu-hantu itu

Panggil kyai, ustadz, atau sekedar berdoa agar mereka pergi

Tapi niat itu saya urungkan setelah melihat tayangan televisi

Saya takut nanti terjadi peristiwa seperti ini :

 

  • Karena merasa dirugikan akibat tempat tinggalnya digusur maka para hantu berdemo ke kerajaan hantu dan meminta pada sang raja hantu untuk membina hubungan diplomatik dengan dunia manusia
  • Lalu mereka menuntut agar kami (manusia sekeluarga ini) mengikhlaskan kamar kami untuk mereka huni
  • Tapi berhubung menurut "UUD KERAJAAN HANTU", bangsa jin tidak boleh banyak berinteraksi dengan dunia manusia maka usul tersebut ditolak
  • Dan para hantu pendemo mulai marah lalu bertindak anarkhis
  • Lalu para aparat negeri hantu yang ditugaskan untuk menjaga lahan milik manusia kehilangan kesabaran, dan melepaskan tembakan peringatan
  • Tapi berhubung dirasa nanggung, aparat bersenjata melepaskan tembakan langsung ke arah para hantu pendemo hingga mereka menderita luka tembak, bahkan ada yang tewas
  • Akhirnya para aktivis negeri hantu mulai mengkritik penguasa kerajaan hantu, mereka membuat isu bahwa telah terjadi pelanggaran HAM berat terhadap rakyat
  • Namun isu tersebut dengan mudahnya dibantah oleh aparat
  • "Kami melepaskan tembakan peringatan ke tanah kok, peluru yang mengenai mereka cuma pantulan saja"
  • Dan karena setelah diujicoba, ternyata tembakan pantulan memang bisa membuat luka, jadi walaupun saat itu mereka memang melepaskan tembakan langsung ke arah pendemo, bukan cuma tembakan peringatan saja, dan ada kemungkinan bahwa beberapa tembakan tersebut memang mengenai para korban
  • Para aparat tetaplah dianggap benar, tidak diusut kesalahannya, apalagi sampai disidangkan

 

  • Bisa pula nanti, para aparat menangkapi pendemo yang saking subversifnya sehingga dianggap sebagai teroris
  • Mereka ditangkap saat sedang memboncengkan anaknya dijalan
  • Mereka ditodong pistol, disuruh tiarap diatas aspal
  • Tapi berhubung senjata para aparat sudah penuh terisi peluru, dan sayang kalau tidak ditembakkan
  • Jadi si teroris yang sudah tak berdaya tersebut di DOR saja, didepan anak-anaknya
  • Dan saat para aktivis berteriak "Kok dia di DOR didepan anak..?"
  • Aparat tinggal berkata "Salah dia sendiri, lha wong pekerjaannya sebagai teroris kok sempet-sempetnya mboncengin anak"
  • Lalu saat para aktivis makin kritis dengan berkata "Bukan itu yang kami tanya, tapi kenapa tersangka yang sudah tidak berdaya kok tetap di DOR juga, di depan anak pula"
  • Para aparat mengeluarkan kata-kata pamungkas "Yah, biarpun begitu, tindakan yang kami lakukan masih sesuai prosedur, mematuhi koridor hukum. Jadi jangan disalahkan dong..!!"

 

#GUBRAK

 

Nah, coba anda lihat, betapa rumitnya kasus hantu ini

Makanya kami putuskan untuk bertindak sederhana saja

Berhubung tuhan menciptakan Malaikat, Jin dan Manusia hanya untuk beribadah kepada-Nya

Maka silahkan beribadah menurut alamnya masing-masing

Mereka kami biarkan saja, asal mereka tidak mengganggu kami, dan kami tidak mengganggu mereka

Karena memang begitulah aturannya

Tapi kalau mereka mulai rese, atau kalau kamar tersebut harus kami pakai, monggo mereka pergi

Kami membangun kamar itu dengan duit kami sendiri

Jadi secara de-yure, kamilah yang berhak menempati kamar

Dan kalau mereka tetap menuntut, tetap merekalah yang harus pergi

Karena kami sudah kehabisan duit buat bikin kamar lagi

 

 

Obrolan Warung Mie - Haruskah Takut Pada Hantu?

Suatu hari, di warung mie, duduklah dua orang pemuda. Mereka adalah sang pemilik warung yang walaupun sudah menikah namun tampangnya masih mirip mahasiswa, dan mahasiswa beneran dari teknik elektro unsoed yang sedang bingung memilih menu sarapan. Kupat dua biji plus satu gorengan (seribu limaratus) ataukah kupat satu biji tapi gorengannya dua (tetep seribu limaratus). Akhirnya setelah melakukan analisis ekonomis kritis, si mahasiswa memutuskan untuk memesan gado-gado saja. Yang ada sayur, remah-remah gorengan, kupat, plus ada telornya (duaribu perak)

Berbeda dengan hari-hari yang lain, hari ini warung mie sudah punya televisi. Berasal dari monitor milik sang mahasiswa teknik, ditambah TV Tuner milik mahasiswa lain yang nge-kost di warung mie. Saat itulah, saat sedang meracik gado-gado, abang pemilik warung tertarik dengan tayangan kriminal yang menampilkan seorang ibu-ibu yang ditahan gara-gara menghajar suaminya sendiri. Dan setelah infomasi tersebut diolah menggunakan logika entah apa namanya, terjadilah obrolan serius yang tidak ada hubungannya dengan peristiwa kriminal manapun.

"Gie, sebenarnya saya heran sama anak muda jaman sekarang. Kalau ibu atau bapaknya meninggal, terus mereka disuruh menempati kamar milik orang tuanya, mereka tidak pada mau, takut mbok diganggu hantu. Padahal ya Gie, saat orang tuanya masih hidup, mereka tidak ada takut-takutnya. Disuruh melawan orang tua, mereka berani, disuruh berantem ya ayo saja. Tapi kenapa begitu bapak atau ibunya meninggal, mereka malah takut? Gimana menurutmu Gie..?"

"Ah, gak tahulah bang. Ilmu daku gak nyampe situ"

"Yee, kamu ini kan mahasiswa Gie, harus bisa berpikir kritis. Masak ditanya segitu aja gak bisa jawab..?"

"Kan sudah daku bilang bang, daku tidak tahu. Daku ini mahasiswa teknik elektro unsoed yang untuk lulus aja susahnya minta ampun, bukan mahasiswa psikologi atau mahasiswa program studi teknik perhantuan. Jadi wajar dong kalo daku jarang mikir sampe situ"

"Ya sudah, sekarang dijawab sekenanya saja deh. Gak perlu analisa-analisaan. Pokoknya jawab saja menurut kapasitas otak kamu. Biar keheranan saya bisa berkurang"

Lalu setelah dipikirkan dengan setengah mateng, dikasih garam dikit, kecapnya jangan kebanyakan, akhirnya daku memberi jawaban seperti ini :

Dalam islam (Berhubung sebagian besar penakut tersebut beragama islam), mahluk yang ber-spesies hantu itu tidak ada. Dalam AlQuran hanya disebutkan tiga mahluk utama di dunia ini : manusia, jin dan malaikat. Dan kalau dirunut, tidaklah mungkin bahwa hantu adalah manusia, karena setelah meninggal, manusia langsung pergi ke alam barzakh, menanti kiamat tiba. Kalaupun ada manusia yang jadi hantu, berarti manusianya masih hidup, dan itu dinamakan hantu jadi-jadian, bukan hantu betulan. Tidak pula hantu tersebut malaikat karena dia sudah diberi tugas khusus oleh Tuhan. Malaikat selalu taat menjalankan tugasnya. Dan setahu saya, tidak ada malaikat yang bertugas menakut-nakuti manusia. Jadi hanya tinggal satu kemungkinan yang tersisa, bahwa hantu adalah jin.

OK, kalau begitu mari membahas masalah jin saja. Setahu saya, jin dapat berubah-ubah bentuk. Mau jadi ular kek, macan kek, pocong kek, gondoruwo kek, orang mati kek, satria baja hitam kek, itu terserah dia. Yang pasti apapun makanannya, eh salah ding, apapun bentuknya, dia tetaplah jin.

Masalahnya adalah, kerapkali jin tersebut tampil sebagai sosok manusia yang telah mati. Dan kita, manusia yang kerap lupa terhadap hakekat jin sering menganggap bahwa dia adalah arwah orang mati tersebut. Yang matinya tidak tenang, atau ingin menuntut balas agar dendamnya terpuaskan. Jadi wajar saja kalau akhirnya hantu jadi ditakuti. Tapi anehnya, kok pendapat manusia selalu menjurus ke arah situ, padahal masih banyak kemungkinan lain. Misalnya, di dunia sana ternyata arwah tersebut menang lotere dan ingin bagi-bagi rejeki pada keluarga yang ditinggalkan. Atau arwah tersebut baru saja potong rambut dan ingin mejeng di dunia manusia. Nah, kenapa tidak ada yang berpikir ke arah situ..?

Adalagi yang berpikir bahwa hantu (atau jin) patut ditakuti karena tampangnya menyeramkan dan suaranya bikin berdiri bulu kuduk. Pendapat ini pun bisa dimentalkan dengan mudah. Seperti yang telah saya katakan, jin dapat berubah bentuk. Dia bisa menjadi apa saja yang dia suka, yang dia bisa. Dan kalau kebetulan dia tampil dalam sosok menyeramkan lalu kita ini, manusia-manusia ini merasa terganggu, kenapa tidak protes saja..? Suruh dia jadi wanita cantik, pria tampan atau artis ternama agar kita tidak takut lagi..? Kalau dia mau ya syukur, kalau tidak mau ya tidak apa-apa, cuekin saja.

Dan kalau anda berpikir bahwa jin dapat menyakiti kita tanpa alasan yang dibenarkan, rasanya itu juga sulit. Saya belum menemukan dalil yang menyebutkan bahwa jin dapat menyakiti kita secara langsung, kecuali beberapa hadits tentang jin berbentuk ular di kota madinah pada jaman nabi. Bagaimana dengan jin yang bekerja sama dengan manusia seperti di ilmu santet, pesugihan, pengasihan, dan lain-lain..? Memang mereka dapat mengganggu serta menyakiti manusia, karena ada ayat yang menyebutkan tentang golongan manusia yang meminta tolong pada jin dan karenanya manusia tersebut bertambah sesat. Tapi bukan berarti kita boleh merasa takut. Kalau ada yang seperti itu, hadapi saja. Kalau dia melawan dan terbunuh, itu resiko dia. Tapi kalau ternyata kita yang mati, ya pasrah saja. Siapa tahu tergolong mati syahid, lumayan, dijamin masuk syurga. Daripada sudah takut, tidak melawan, mati, eh malah masuk neraka. Mending mana coba..?

Sebenarnya saat itu saya tidak memberi jawaban sebanyak apa yang ditulis disini, selain karena si abang pemilik warung lagi sibuk menyiapkan gado-gado, saya juga sibuk menyiapkan alasan logis agar sarapan ini dimasukkan kedalam buku hutang. Namun sayang, sekarang warung mie sudah bangkrut. Mungkin gara-gara pembelinya sedikit. Apalagi saya, salah satu dari pembeli yang sedikit tersebut seringnya cuma pesen makanan yang harganya seribu limaratus atau dua ribu perak, itupun berhutang pula.

Jumat, 06 Juli 2007

Sajak Tentang Bulan, Angin, dan Kau



Bulan yang mengintip dari luar jendela
Tersenyum, tersipu malu
Saat kukatakan betapa indahnya dia
Dibalut pesona merah, mewarnai angkasa

Angin yang berhembus lewat lubang ventilasi
Berdesir, meliuk grogi
Saat kurayu dia, tentang betapa merdu suaranya
Kala bersenandung, nyanyikan puisi cinta

Tapi kemudian, mereka berdua menamparku
Saat kubilang bahwa wajahmu lebih bercahaya
Suaramu lebih merdu, senyummu menggelitik kalbu

Ck, mungkin itu memang salahku
Aku telah membuat mereka cemburu, padamu

Sajak Melamar Gadis

Calon istriku, kita nikah yuk..
Secepatnya, dengan resepsi seadanya
Duitpun secukupnya
Soal keinginan orang tuamu, biarlah daku yang urus itu
Akan kubilang pada mereka, bahwa aku meminangmu dengan cinta, bukan harta
Dan soal rumah megah, mobil mewah, serta harta berlimpah yang mereka minta
Itu urusan nanti, bertahun lagi

Jujur saja, sebenarnya daku heran
Kenapa mereka ngotot pingin punya mantu tampan, alim dan kaya raya
Tak dibebani urusan dunia, bekal ke akherat pun punya
Konon katanya sih agar nanti kamu bisa hidup bahagia

Memang itu benar. Makanya soal tampan dan alim bisa daku terima
Tapi tentang harta itu lho, kok bikin pusing kepala

Begini ya.., calon istriku
Usiaku baru dua puluh tiga
Dan kalau diteliti, banyak kita temui orang tampan dan alim yang seumur daku
Tapi jadi orang kaya di usia segitu..? Gak masuk akal
Manusia seumuran daku ini wajarnya ya baru masuk kerja, dengan gaji tak seberapa
Kalau berusaha keras, paling-paling sepuluh atau duapuluh tahun lagi baru bisa jadi orang kaya

Nah, jadi, kalau orang tuamu ingin punya mantu berharta
Berarti kita baru bisa menikah saat daku berumur empat puluh tiga
Ck, itu terlalu tua hai calon istriku.
Ibarat pulsa, bagiku, umur segitu, sudah memasuki akhir masa tenggang
Yang sebentar lagi habis, tak bisa dipakai dan diisi ulang
Baru beberapa tahun jadi suami, sudah mati dan dikubur diperut bumi
Betapa mengenaskan

Karena itu, biarlah daku berdiplomasi ke orang tuamu
Bilang bahwa daku mencintaimu apa adanya,
Dan kau mencintaiku dengan apa adanya pula
Agar kita bisa menjalani hidup yang sewajarnya, sebagai sebuah keluarga
Berbagi suka, duka, tangis, tawa, dan, ah.., semuanya

OK.., gimana calon istriku
Kau setuju dengan pendapatku..?
Kalau begitu, sekarang kamu pulang saja dulu
Siapkan segala sesuatunya
Agar nanti aku tinggal datang dan melamar saja
Tentu, dengan bekal seadanya
Tanpa harta, tahta atau apapun yang tidak daku punya
 
 
 
Purwokerto, saat depresi
Togie de lonelie

Saat Menonton Orang Berkelahi

 

Senin malam seharusnya saya belajar materi kuliah "Mesin Listrik" yang akan diujikan besok pagi. Mata kuliah ini penuh dengan rumus yang tidak mungkin bisa dihafalkan dalam waktu singkat. Jadi, satu-satunya cara agar saya tidak perlu menghafal adalah dengan memahami cara kerja rangkaian dalam gambar. Dengan begitu, saya dapat mempelajari fungsi tiap komponen lalu mencari hubungan yang ada sehingga nanti membentuk suatu rumus. Kalau sudah memahami hal ini, kita tidak perlu kuatir tentang apakah besok rumus yang kita hafalkan semalaman terlupa atau tidak karena rumus tersebut bisa dicari nanti, saat ujian.

Tapi sayangnya, rencana tersebut terhambat oleh hal yang tidak saya duga. Baru beberapa menit membuka buku, adik saya yang paling kecil tiba-tiba rewel Dia ingin naik motor keliling desa, dan sialnya dia hanya mau pergi dengan saya. Jadi dengan terpaksa, saya menutup buku dan menemani sang adik sampai dia tertidur.

Pukul sepuluh malam, setelah mengisi perut dengan nasi yang tinggal sedikit, saya pun mulai belajar (sambil nonton empat mata). Tapi baru beberapa menit berselang, muncul suara ribut dari luar rumah. Ada dua orang pemuda yang sedang berkelahi, ditonton oleh belasan warga. Mulai dari anak kecil, remaja, pria dewasa bahkan sampai orangtua. Saya berusaha untuk berkonsentrasi membaca tapi tidak pernah bisa. Mereka terlalu ribut.

Akhirnya saya pun beranjak keluar rumah, siapa tahu bisa melerai perkelahian. Tapi sesampainya diluar, mental saya langsung jatuh ke titik terendah. Mereka yang berkelahi itu, ternyata tubuhnya kekar-kekar, penuh otot. Lebih kekar dari saya, lebih kekar dari adik saya, bahkan lebih kekar dari penonton yang paling kekar sekalipun. Huh, pantas tidak ada yang berani melerai.

Setelah diselidiki dengan cara bertanya kesana-kemari, dapat diketahui bahwa pertengkaran tersebut disebabkan oleh kasus hutang piutang. Konon ceritanya, suatu hari pihak penghutang meminjam uang pada si pemberi hutang sebesar Rp. 60.000,00. Dia berjanji untuk segera melunasi hutang tersebut. Namun sayangnya, setiap kali uang terkumpul, selalu digunakan untuk berfoya-foya. Entah itu mabok, beli rokok, berjudi, bahkan main perempuan. Dan sayangnya lagi, dia menghabiskan uang tersebut bersama-sama dengan si pemberi hutang. Hingga sampailah pada suatu saat ketika pihak pemberi hutang mengalami kesulitan untuk membayar uang sekolah anaknya. Dia pun menagih pihak penghutang.

Nah, disinilah masalahnya. Saat menagih, si pemberi hutang diajak mabok bersama, plus dimintai uang iuran oleh pihak penghutang. Pihak pemberi hutang manut-manut saja. Mereka pun mabok sampai nge-fly keluar angkasa.Tak lama kemudian, pemberi hutang pun menagih uang, tapi dengan entengnya dijawab dengan :

"Lho, duitnya kan sudah habis untuk beli minuman.., kamu ikut minum juga kan..?"

Gubrak...!!!

Dan berhubung sedang "terbang", pihak pemberi hutang pun langsung marah. Pihak penghutang diseret ke tengah jalan, lalu dihajar habis-habisan. Ternyata peristiwa ini mengundang perhatian penduduk sekitar. Dan berhubung peristiwa seperti ini jarang terjadi, plus tidak ada pihak yang berani melerai, plus ternyata teramat menarik untuk ditonton, maka terganggulah rencana belajar saya dalam rangka memeriahkan ujian di kampus teknik tercinta.

Begitulah ceritanya. Dan saya, yang awalnya ingin meleraipun ikut-ikutan tertarik untuk menonton. Kenapa..? Karena adegannya bukan cuma bak buk bak buk biasa, tapi ada dialognya juga. Plus tata gerak yang lumayan berirama.

"Hai kamu, aku memang bukan orang sini. Aku adalah seorang petani. Tapi bukan berarti aku boleh kau remehkan. Kalau kamu tidak terima karena aku hajar, silahkan. Kalau penduduk sini ingin ikut campur, silahkan. Tapi bayar dulu hutangmu"

"Hai kawan. Aku bukannya tidak mau membayar hutang. Tapi aku memang tidak punya uang. Kamu tahu sendiri kan..?"

"Kalau begitu kenapa kamu berjanji akan membayar hari ini..?"

"Maaf.."

"Apa..? Tiada maaf bagimu. Aku orang susah, kamu orang susah. Tiap kali kamu butuh pertolongan selalu aku bantu, tanpa mempedulikan kesulitanku sendiri. Tapi, sekarang ini, saat aku butuh uang untuk membayar sekolah anak, kamu tidak mau membantu..? Teman macam apa kamu..?"

"Tadi kan sudah kubilang, aku tidak punya uang"

"Wheladalah jabang bayi..!! Aku memang bukan orang sini. Aku adalah seorang petani. Kalau tidak mau bayar, ayo kita berkelahi"

JREEENNGG...!!!

Dari gang sempit yang membelah hutan bambu, tiba-tiba muncul ibu si penghutang. Dia terlihat marah, lalu dengan lantang berkata :

"Hai kamu, janganlah kurang ajar. Jelek-jelek begitu, dia adalah anakku. Ku kandung sembilan bulan, aku susui, ku asuh sampai besar begini. Aku tidak rela kalau dia dihina"

"Hai ibu, jangan ikut campur. Dia salah. Aku butuh uang, guna membayar buku sekolah"

"Tapi yang kau hajar adalah anakku"

"Ya, benar. Anak yang tidak bisa bayar hutang. Hahaha..!!"

Mendengar jawaban tersebut, sang ibu langsung marah. Dia memukul-mukul tembok. Si pemberi hutang ikut marah, dia membanting-banting pot bunga.

"Hai ibu, aku memang bukan orang sini. Aku adalah seorang petani. Kalau ibu tidak terima, ayo kita berkelahi..!!"

Tok tok tok tok...!!!!

Si pemberi hutang mengejar sang ibu, ingin memukul. Belasan warga yang tadinya hanya pasif menonton, tiba-tiba tergerak hatinya. Mereka langsung memisahkan mereka. Sang ibu diungsikan ke rumahnya ditengah hutan bambu, si pemberi hutang dikembalikan ke pinggir jalan. Kontan saja, hal ini membuat si pemberi hutang makin marah. Dengan penuh semangat dia pun melontarkan berbagai sumpah serapah. Semua orang ditantang berkelahi. Hingga kemudian dengan amat sangar dia menatap tajam pada saya :

"Hai kamu, jangan ikut campur. Kalau tidak terima, ayo kita berkelahi"

Begitu tantangnya. Sebuah tantangan yang membuat nyali saya makin ciut saja. Apalagi ternyata dia mengulangi tantangannya :

"Lho, kok malah melotot..? Kamu berani..? Aku memang bukan orang sini. Aku adalah seorang petani. Kalau tidak terima, ayo kita berkelahi..!!"

Begitu ucapnya sambil menunjuk-nunjuk anak kelas 2 SMP yang sedang duduk menonton di depan saya. Fyuuh, syukurlah. Saya pun bernafas lega.

Pukul duabelas malam perkelahian belum selesai. Para penduduk masih asyik menonton adegan yang sebenarnya lebih mirip pertunjukan wayang orang. Saya pulang kerumah, ingin melanjutkan belajar tapi apa daya, suara diluar masih terlalu ribut. Apalagi kemudian ada tiga orang bapak yang sempet-sempetnya main kerumah saya, lalu ngobrol ngalor ngidul dengan bapak saya. Mulanya pelan-pelan tapi lama-kelamaan tambah berisik saja, lebih berisik dari suara orang yang berkelahi. SAYA TAMBAH TIDAK BISA BELAJAR..!!!

Walhasil, ujian mesin listrik saya kerjakan sebisanya saja. Entah berapa yang benar, dan berapa pula yang salah. Saya tidak tahu

 

Note : Dialog berantemnya tidak sama persis seperti ini, sebab yang aslinya berlangsung selama kurang lebih tiga jam. Terlalu panjang untuk ditulis. Makanya saya singkat saja, yang penting "suasana" nya sama.

Purwokerto, juli 07
Suatu malam, disamping rumah