Jumat, 06 Juli 2007

Saat Menonton Orang Berkelahi

 

Senin malam seharusnya saya belajar materi kuliah "Mesin Listrik" yang akan diujikan besok pagi. Mata kuliah ini penuh dengan rumus yang tidak mungkin bisa dihafalkan dalam waktu singkat. Jadi, satu-satunya cara agar saya tidak perlu menghafal adalah dengan memahami cara kerja rangkaian dalam gambar. Dengan begitu, saya dapat mempelajari fungsi tiap komponen lalu mencari hubungan yang ada sehingga nanti membentuk suatu rumus. Kalau sudah memahami hal ini, kita tidak perlu kuatir tentang apakah besok rumus yang kita hafalkan semalaman terlupa atau tidak karena rumus tersebut bisa dicari nanti, saat ujian.

Tapi sayangnya, rencana tersebut terhambat oleh hal yang tidak saya duga. Baru beberapa menit membuka buku, adik saya yang paling kecil tiba-tiba rewel Dia ingin naik motor keliling desa, dan sialnya dia hanya mau pergi dengan saya. Jadi dengan terpaksa, saya menutup buku dan menemani sang adik sampai dia tertidur.

Pukul sepuluh malam, setelah mengisi perut dengan nasi yang tinggal sedikit, saya pun mulai belajar (sambil nonton empat mata). Tapi baru beberapa menit berselang, muncul suara ribut dari luar rumah. Ada dua orang pemuda yang sedang berkelahi, ditonton oleh belasan warga. Mulai dari anak kecil, remaja, pria dewasa bahkan sampai orangtua. Saya berusaha untuk berkonsentrasi membaca tapi tidak pernah bisa. Mereka terlalu ribut.

Akhirnya saya pun beranjak keluar rumah, siapa tahu bisa melerai perkelahian. Tapi sesampainya diluar, mental saya langsung jatuh ke titik terendah. Mereka yang berkelahi itu, ternyata tubuhnya kekar-kekar, penuh otot. Lebih kekar dari saya, lebih kekar dari adik saya, bahkan lebih kekar dari penonton yang paling kekar sekalipun. Huh, pantas tidak ada yang berani melerai.

Setelah diselidiki dengan cara bertanya kesana-kemari, dapat diketahui bahwa pertengkaran tersebut disebabkan oleh kasus hutang piutang. Konon ceritanya, suatu hari pihak penghutang meminjam uang pada si pemberi hutang sebesar Rp. 60.000,00. Dia berjanji untuk segera melunasi hutang tersebut. Namun sayangnya, setiap kali uang terkumpul, selalu digunakan untuk berfoya-foya. Entah itu mabok, beli rokok, berjudi, bahkan main perempuan. Dan sayangnya lagi, dia menghabiskan uang tersebut bersama-sama dengan si pemberi hutang. Hingga sampailah pada suatu saat ketika pihak pemberi hutang mengalami kesulitan untuk membayar uang sekolah anaknya. Dia pun menagih pihak penghutang.

Nah, disinilah masalahnya. Saat menagih, si pemberi hutang diajak mabok bersama, plus dimintai uang iuran oleh pihak penghutang. Pihak pemberi hutang manut-manut saja. Mereka pun mabok sampai nge-fly keluar angkasa.Tak lama kemudian, pemberi hutang pun menagih uang, tapi dengan entengnya dijawab dengan :

"Lho, duitnya kan sudah habis untuk beli minuman.., kamu ikut minum juga kan..?"

Gubrak...!!!

Dan berhubung sedang "terbang", pihak pemberi hutang pun langsung marah. Pihak penghutang diseret ke tengah jalan, lalu dihajar habis-habisan. Ternyata peristiwa ini mengundang perhatian penduduk sekitar. Dan berhubung peristiwa seperti ini jarang terjadi, plus tidak ada pihak yang berani melerai, plus ternyata teramat menarik untuk ditonton, maka terganggulah rencana belajar saya dalam rangka memeriahkan ujian di kampus teknik tercinta.

Begitulah ceritanya. Dan saya, yang awalnya ingin meleraipun ikut-ikutan tertarik untuk menonton. Kenapa..? Karena adegannya bukan cuma bak buk bak buk biasa, tapi ada dialognya juga. Plus tata gerak yang lumayan berirama.

"Hai kamu, aku memang bukan orang sini. Aku adalah seorang petani. Tapi bukan berarti aku boleh kau remehkan. Kalau kamu tidak terima karena aku hajar, silahkan. Kalau penduduk sini ingin ikut campur, silahkan. Tapi bayar dulu hutangmu"

"Hai kawan. Aku bukannya tidak mau membayar hutang. Tapi aku memang tidak punya uang. Kamu tahu sendiri kan..?"

"Kalau begitu kenapa kamu berjanji akan membayar hari ini..?"

"Maaf.."

"Apa..? Tiada maaf bagimu. Aku orang susah, kamu orang susah. Tiap kali kamu butuh pertolongan selalu aku bantu, tanpa mempedulikan kesulitanku sendiri. Tapi, sekarang ini, saat aku butuh uang untuk membayar sekolah anak, kamu tidak mau membantu..? Teman macam apa kamu..?"

"Tadi kan sudah kubilang, aku tidak punya uang"

"Wheladalah jabang bayi..!! Aku memang bukan orang sini. Aku adalah seorang petani. Kalau tidak mau bayar, ayo kita berkelahi"

JREEENNGG...!!!

Dari gang sempit yang membelah hutan bambu, tiba-tiba muncul ibu si penghutang. Dia terlihat marah, lalu dengan lantang berkata :

"Hai kamu, janganlah kurang ajar. Jelek-jelek begitu, dia adalah anakku. Ku kandung sembilan bulan, aku susui, ku asuh sampai besar begini. Aku tidak rela kalau dia dihina"

"Hai ibu, jangan ikut campur. Dia salah. Aku butuh uang, guna membayar buku sekolah"

"Tapi yang kau hajar adalah anakku"

"Ya, benar. Anak yang tidak bisa bayar hutang. Hahaha..!!"

Mendengar jawaban tersebut, sang ibu langsung marah. Dia memukul-mukul tembok. Si pemberi hutang ikut marah, dia membanting-banting pot bunga.

"Hai ibu, aku memang bukan orang sini. Aku adalah seorang petani. Kalau ibu tidak terima, ayo kita berkelahi..!!"

Tok tok tok tok...!!!!

Si pemberi hutang mengejar sang ibu, ingin memukul. Belasan warga yang tadinya hanya pasif menonton, tiba-tiba tergerak hatinya. Mereka langsung memisahkan mereka. Sang ibu diungsikan ke rumahnya ditengah hutan bambu, si pemberi hutang dikembalikan ke pinggir jalan. Kontan saja, hal ini membuat si pemberi hutang makin marah. Dengan penuh semangat dia pun melontarkan berbagai sumpah serapah. Semua orang ditantang berkelahi. Hingga kemudian dengan amat sangar dia menatap tajam pada saya :

"Hai kamu, jangan ikut campur. Kalau tidak terima, ayo kita berkelahi"

Begitu tantangnya. Sebuah tantangan yang membuat nyali saya makin ciut saja. Apalagi ternyata dia mengulangi tantangannya :

"Lho, kok malah melotot..? Kamu berani..? Aku memang bukan orang sini. Aku adalah seorang petani. Kalau tidak terima, ayo kita berkelahi..!!"

Begitu ucapnya sambil menunjuk-nunjuk anak kelas 2 SMP yang sedang duduk menonton di depan saya. Fyuuh, syukurlah. Saya pun bernafas lega.

Pukul duabelas malam perkelahian belum selesai. Para penduduk masih asyik menonton adegan yang sebenarnya lebih mirip pertunjukan wayang orang. Saya pulang kerumah, ingin melanjutkan belajar tapi apa daya, suara diluar masih terlalu ribut. Apalagi kemudian ada tiga orang bapak yang sempet-sempetnya main kerumah saya, lalu ngobrol ngalor ngidul dengan bapak saya. Mulanya pelan-pelan tapi lama-kelamaan tambah berisik saja, lebih berisik dari suara orang yang berkelahi. SAYA TAMBAH TIDAK BISA BELAJAR..!!!

Walhasil, ujian mesin listrik saya kerjakan sebisanya saja. Entah berapa yang benar, dan berapa pula yang salah. Saya tidak tahu

 

Note : Dialog berantemnya tidak sama persis seperti ini, sebab yang aslinya berlangsung selama kurang lebih tiga jam. Terlalu panjang untuk ditulis. Makanya saya singkat saja, yang penting "suasana" nya sama.

Purwokerto, juli 07
Suatu malam, disamping rumah

15 komentar:

  1. Sempet2nya berpantun ria.... perkelahian yg sok nyastro... hehe...
    lagian katanya orang ga punya, cmn petani, tp selagi punya duit kok dipakenya bt yg ga bener...
    dasar...

    BalasHapus
  2. petaninya togie di masa depan ya...?

    BalasHapus
  3. Nah, itu dia mbak.., daku juga bingung
    Tapi itu bukan pantun lho mbak, dia ngomongnya bener2 gitu, sambil marah, sambil mengacung2an tangan, sambil bertelanjang dada

    BalasHapus
  4. Tentu bukan dong mbak
    Daku kan tidak suka mabok, haram, sayang duitnya
    Lagipula, cita-cita daku kan jadi petani kaya
    Yang meminjamkan uang hanya pada mereka yang benar2 membutuhkan

    BalasHapus
  5. katanya atlet bela diri yang lagi cuti, ko g bisa melerai si? apa karena masih terikat dengan surat cuti yang telah di buat ya?

    BalasHapus
  6. Ck, nek wong mabok aja dipisah pin
    Percuma
    Mending dijorna bae
    Asal ora nggawa peso

    BalasHapus
  7. kalo gitu si bapak selain jago ngamuk... dalam jiwanya sebenernya rodo nyastro juga ... palagi bahasa tubuhnya.... dah mirip pemain teater... xixixi...

    BalasHapus
  8. Bukan theater mbak, tapi wayang orang jaman dulu
    Jaman stasiun televisi kita hanya diisi TVRI
    Tapi ya itu tadi. Karena mainnya bagus
    Harus ditebus dengan ujian mesin listrik daku
    Hiks

    BalasHapus
  9. oo ketoprak bukan Gie???
    gapapa dah tlanjur, tontonan bagus butuh pengorbanan, hehe...

    BalasHapus
  10. Iya, ketoprak campur wayang orang

    *Semoga ujian kali ini tidak ada gangguan lagi, amiin

    BalasHapus
  11. Emang kamu belajar Gie....

    Bukannya kamu punya prinsip sejak SMA dulu...
    "Banyak belajar - banyak lupa, sedikit belajar - sedikit lupanya,
    Nah kalau ga belajar...ya gak lupa tho!!...."

    BalasHapus
  12. Itu kan prinsip kita bersama jon, prinsip dikau juga
    Lagipula itu kan dulu, sekarang udah beda

    BalasHapus