Kamis, 26 Juli 2007

Keterus-terangan, TEKNIK VS TEMPAT LAIN

Dimana bumi dipijak, disitu pula langit harus dijunjung. Arti dari peribahasa ini adalah, jika kita berada di lingkungan tertentu, kita harus mengikuti aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Kalau tidak, kita akan merasa terasing atau gagal beradaptasi.

Hal ini dapat saya amati dengan jelas saat melihat sendiri perbedaan diantara lingkungan kampus teknik unsoed yang penuh laki-laki dengan lingkungan lain yang banyak wanitanya.

Di kampus teknik, kita harus bersikap terus terang dan apa adanya. Kita harus berani, kalau perlu bahkan nekat. Kenapa..? Karena dengan bersikap seperti itu pun belum tentu aspirasi atau keinginan kita dapat tersalurkan, apalagi kalau kita hanya diam seribu bahasa. Untungnya, keadaan ini didukung oleh fakta bahwa sebagian besar penghuni kampus teknik adalah laki-laki, dimana telah diketahui bahwa jika seorang laki-laki berkumpul dengan laki-laki lain, komunikasi yang terjalin diantara mereka bisa lancar, bebas bahkan seringkali tanpa batas. Tak perlu ada basa-basi tidak perlu. Mereka boleh langsung bicara ke pokok persoalan. Tak usah ragu atau malu.

Contoh riilnya adalah apa yang pernah terjadi diantara saya dan pipin. Dulu, saat di kampus berlangsung acara donor darah, dengan semena-mena saya menghina pipin. Kenapa..? Karena dia, yang badannya lumayan besar, tidak mau ikut donor darah dengan alasan kalau kekurangan darah dia bisa pusing atau pingsan. Sebenarnya alasan ini cukup masuk akal, andai saja saya tidak terus menerus bertanya sehingga bisa diketahui bahwa alasan kenapa dia tidak mendonorkan darahnya adalah karena takut jarum suntik. Hal ini bisa dilihat dengan ditolaknya usul saya agar dia berkonsultasi dulu dengan dokter lalu bertanya apakah dia boleh ikut donor atau tidak.

Marahkah pipin..? Tentu saja. Di akhir obrolan bahkan dia sempat menantang saya berkelahi yang dengan entengnya saya tanggapi dengan berkata bahwa setiap tindak-tanduk seseorang selalu didasarkan atas motif tertentu dan orang tersebut tidak akan mau berbuat sesuatu yang melenceng jauh dari motif semula. Yang artinya adalah, motif saya berkata sesadis itu hanyalah untuk menghina, bukan untuk berkelahi. Jadi tantangan pipin terpaksa saya tolak karena tidak sesuai dengan motif dan tujuan yang saya punya.

Mungkin contoh ini terlalu ekstrim, tapi tidak apa-apa. Saya hanya ingin menunjukkan bahwa seperti itulah suasana di kampus teknik. Terus terang, jujur, terbuka, dan langsung ke inti persoalan. Tanpa perlu teori dan basa-basi yang panjang lebar.

Sayangnya, ternyata hal ini tidak berlaku di semua tempat. Suatu sore, Tarmo tiba-tiba main ke rumah saya dan mengajak saya pergi ke pasar malam. Alasannya..? Karena dia sudah janjian dengan seorang wanita dimana dia merasa grogi dan tidak berani pergi sendiri. Dia membutuhkan kehadiran saya untuk menemaninya pergi.

Nah, disinilah masalahnya. Sesampainya di pasar malam, dia memaksa saya untuk menjadi perintis jalan. Saya disuruh menemui gadis tersebut (yang datang bersama temannya). Sialnya lagi, Tarmo bahkan tidak tahu nama mereka. Karena itulah dengan berjiwa kesatria saya melangkahkan kaki menyusuri tiap petak pasar malam dan langsung mengajak mereka berbincang-bincang.

Namun ternyata saya melakukan kesalahan. Saat itu jiwa teknik yang saya miliki terbawa sampai ke pasar malam. Saat mengobrol, saya langsung menanyakan identitas mereka secara lengkap. Berkisar tentang nama, alamat, umur, sekolah, nomor HP, status dan lain-lainnya. Bahkan sebenarnya saya ingin meminta KTP mereka agar mendapatkan data selengkap dan se-valid mungkin. Mereka pun salah tingkah, lalu sebentar kemudian minta ijin untuk pulang ke rumah. Walhasil Tarmo pun mencak-mencak dan memprotes sikap saya.

Saya akui saya memang salah. Tapi ada benarnya juga. Saat berkenalan, buat apa kita melakukan percakapan basa-basi yang tidak perlu..? Bukankah akan lebih menghemat waktu jika perkenalan tersebut dilakukan langsung ke intinya saja. Langsung memperkenalkan identitas yang dimiliki seperti yang tertulis di KTP, SIM, KTM, maupun kartu pelajar..? Agar waktu yang kita miliki dapat digunakan untuk membicarakan hal lain yang lebih penting. Seperti peluang bisnis, hobi, atau hal lain yang sebenarnya lebih pantas untuk menyita waktu.

Ah, entahlah. Yang pasti, saya tidak mau disalahkan karena ternyata Tarmo pun memperkenalkan diri kepada mereka dengan identitas palsu. Namanya menggunakan nama baru, dan tempat tinggalnya dirubah menjadi entah di kota apa.

Dimana bumi dipijak, disitu pula langit dijunjung. Sayangnya, dimanapun tempatnya, saya lebih suka hidup dengan kepraktisan kampus teknik. Yang terus terang, langsung ke pokok persoalan. Tak ada basa-basi, tak ada embel-embel yang tidak perlu.

13 komentar:

  1. yg penting jadi diri sendiri gitu ya Gie...

    BalasHapus
  2. iya, be my self, be your self
    itu yang paling nyaman
    selama masih sopan
    selama tidak merugikan orang lain

    BalasHapus
  3. tapi ada resikonya juga sih
    gadis di pasar malam pergi dan tarmo ngomel sepanjang hari
    tapi gak papa ding
    prinsip tetaplah prinsip

    BalasHapus
  4. bener-bener anak teknik sejati nih...
    cinta banget ama almamaternya,he..he..

    BalasHapus
  5. hidup Teknik! *halah-halah...yel2 ga pada tempatnya :p *

    BalasHapus
  6. Bukan hanya pada almamater mbak, tapi juga pada prinsip
    Sebab jika seorang laki-laki kelak kehilangan hampir segalanya
    Dia masih punya satu hal yang masih bisa diandalkan dan dibanggakan
    Prinsip.., prinsip dan prinsip

    BalasHapus
  7. Hidup togieee..!!!

    *Yel yang lebih tidak pada tempatnya lagi

    BalasHapus
  8. kan teknik dah merger ma mipa dan mo pindah ke Blater (purbalingga) gie?
    gmn niy?

    BalasHapus
  9. Yang itu udah tak tulis pin, dah siap di posting
    Tapi kata gareng tunggu nanti abis bagi KHS
    Biar gak ketahuan Bapendik, teknik ato unsoed
    Kata dia gitu pin

    BalasHapus
  10. maksudnya program sarjana teknik atau fakultas sains teknik, gitu ya?/

    BalasHapus
  11. maksudnya program sarjana teknik atau fakultas sains teknik, gitu ya?/

    BalasHapus